THE SKIN I LIVE IN (2011)

3 komentar
Karya terbaru Pedro Almodovar ini mencampurkan berbagai sub-genre khususnya dalam genre horror dan thriller. Ada sedikit nuansa creature horror meskipun tidak ada monster apapun yang muncul atau mungkin lebih pas disebut body horror. Kemudian ada juga unsur thriller balas dendam yang mulai muncul sejak pertengahan durasi. Jika dibuat lebih sadis lagi, maka film ini juga bisa masuk kategori torture porn. Tapi kesemua genre tersebut bisa dicampur adukkan dengan baik oleh Pedro Almodovar dimana dia memilah-milah unsur mana saja dari tiap sub-genre tersebut yang pas untuk dimasukkan dalam film yang terinspirasi dari sebuah novel berjudul "Tarantula" ini. Dengan rating "R" yang diberikan, The Skin I Live In sangat berpotensi menyuguhkan berbagai sajian yang cukup vulgar dan gila.

Pertama kita akan diperlihatkan seorang wanita bernama Vera (Elena Anaya) yang berada dalam sebuah kamar dengan memakai sebuah setelan ketat mengingatkan saya pada karakter macam Selene-nya Kate Beckinsale (sungguh Elena Anaya agak mirip Kate). Kemudian kita akan tahu bahwa Vera tinggal dirumah Robert (Antonio Banderas) yang merupakan seorang ahli bedah. Lalu kita akan tahu bahwa Robert sedang melakukan eksperimen untuk menciptakan kulit jenis baru yang akan bisa bertahan dari berbagai macam hal seperti api sampai penyakit sekalipun. Dan eksperimen itu menjadikan Vera sebagai subyeknya. Banyak pertanyaan yang akan muncul selama menonton film ini. Siapakah sebenarnya Vera? Bagaimana dia bisa menjadi subyek percobaan Robert? Lalu ada hubungan apakah eksperimen ini dengan masa lalu Robert?
Seperti yang sudah saya singgung diatas, Pedro Almodovar sukses mencomot unsur dan ciri khas dari berbagai sub-genre dalam horror maupun thriller. Eksperimen pada manusia tentu mengingatkan kita pada horror ala David Cronenberg. Kemudian kisah flashback tentang masa lalu Robert akan mengantarkan kita pada sebuah rentetan revenge-thriller yang kemudian disusul oleh torture porn atau lebih tepatnya berpotensi jadi torture porn hanya beberapa adegan penyiksaan tidak cukup sadis ataupun vulgar untuk bisa dikatakan masuk dalam sub-genre tersebut. Dengan sangat baik Almodovar membuat gabungan semua itu dengan rapih tanpa terlihat amburadul dan tidak karuan. Akhirnya terciptalah sebuah sajian yang menegangkan sekaligus cukup gila dari Almodovar. Oya, film ini juga punya beberapa adegan seks yang cukup memuaskan, tidak malu-malu tapi juga tidak terlalu vulgar tentunya.
Gila disini bukan dalam konteks adegan-adegan sadis dengan darah dimana-mana tapi lebih kearah kegilaan psikologis yang ditunjukkan oleh karakternya. Kegilaan itu adalah akibat dari perasaan sedih yang mendalam dan faktor kehilangan orang-orang terdekat yang sangat dicintai. Kesendirian, kesepian dan kesedihan yang akhirnya bercampur dan membentuk sebuah kegilaan dalam diri manusia. Kegilaan seperti itu akan jadi sebuah tontonan yang amat menyenangkan jika disajikan dalam film yang ditangani dengan tepat. The Skin I Live In jelas berada di tangan sutradara yang tepat. Sajian menyenangkan itu masih juga ditambah sebuah twist yang sebenarnya sudah terbayang di otak saya, tapi saya terkejut saat hal itu benar-benar tejadi karena bagi saya apa yang saya pikirkan itu agak terlalu gila. Dan benar saja kegilaan itulah yang muncul sebagai kejutan dalam film ini.

Tapi The Skin I Live In bagi saya punya sebuah kelemahan yang cukup fatal dan itu sangat mengganggu saya dalam menikmati film ini. (SPOILER) Robert menculik Vicente adalah karena dia menyebabkan puteri satu-satunya trauma lalu kemudian meninggal. Tentunya Robert yang sudah merasakan sakit dan sepi karena kematian sang istri akan makin depresi dan gila setelah kehilangan sang anak. Saya jelas bisa memahami saat Robert mulai "menghukum" Vicente dengan menghilangkan alat kelaminnya. Tapi saat Roberto mulai menjadikan Vicente sebagai kopian istrinya maka itu berubah aneh. Mungkin maksudnya adalah imbas rasa sepi dan ambiguitas moral, tapi andaikan sang korban adalah orang yang dipungut secara acak maka saya jelas memaklumi. Tapi Vicente adalah orang yang harusnya amat dibenci oleh Robert. (END) Pada akhirnya The Skin I Live In hanya sampai pada film yang menghibur saja karena film ini masih berusaha serius dan untuk film serius beberapa logika khususnya logika mengenai tindakan yang diambil karakternya tidak boleh dikesampingkan.

RATING:

3 komentar :

Comment Page:
Muhammad Zufar Farhan Zuhdi mengatakan...

Ini film sumpah, absurd banget.. ditengah2 film gue sempat beberapa kali mengerutkan dahi, atau mungkin pendapat agan2 sekalian yg udah pro banget di bidang beginian agak berbeda? maklum masih newbie

Rasyidharry mengatakan...

Ini emang sinting kok :)

Unknown mengatakan...

sedikit ulasan, sebenarnya pesan yang ingin disampaikan oleh pedro almodovar dalam film ini ialah, di kehidupan didunia ini kita terpaku dalam 2 hal, dan itu tidak bisa kita hindari, yaitu "CINTA&BENCI" nah bapak pedro ingin menyampaikan, bahwa dari benci akan ada timbul rasa cinta, dan adanya Cinta akan timbul karena rasa benci, pada dasarnya ketika kita sudah sangat cinta pada seseorang, tapi ketika orang yang kita cintai menyakiti kita, bisa saja kita membunuhnya, contoh saja, seorang anak yang sangat cinta dengan ibunya melebihi apapun, akan bisa membunuh ibunya dengan alasan tertentu. mohon maaf jika ada salah...