WE NEED TO TALK ABOUT KEVIN (2011)

3 komentar
Diadaptasi dari novel berjudul sama yang rilis tahun 2003, We Need to Talk About Kevin memang benar-benar akan membuat para penontonnya membicarakan sosok Kevin Katchadourian yang dalam film ini diperankan oleh tiga aktor berbeda. Tapi nampaknya yang menjadi bahan pembicaraan bukan hanya kisah dalam film ini tapi diluar ceritanya juga. Apalagi kalau bukan ribut-ribut mengenai kegagalan Tilda Swinton mendapatkan nominasi Oscar untuk dua tahun berturut-turut. Tahun 2011 lalu banyak yang kaget saat penampilannya dalam I Am Love tidak diganjar nominasi Oscar. Saya sendiri belum menonton film itu jadi tidak bisa terlalu banyak berkomentar. Untuk tahun ini saya sudah melihat penampilan kelima aktris yang mendapat nominasi Oscar (Meryl Streep, Viola Davis, Michelle Williams, Glenn Close dan Rooney Mara). Satu hal yang kesimpulan saya setelah menonton film ini adalah Tilda Swinton pantas mendapatkannya!

Film ini berjalan dengan alur yang melompat-lompat, tapi pada dasarnya ada dua kisah yang menjadi sorotan utama. Sedari awal kita sudah tahu ada sebuah momen "X" dalam film ini yang berkaitan dengan Kevin. Nah, secara bergantian film ini akan mengisahkan cerita sebelum momen tersebut dan setelahnya. Untuk cerita sebelum momen X, adalah saat Eva (Tilda Swinton) dan Franklin (John C. Reily) baru memulai hubungan rumah tangga mereka dan mempunyai seorang anak bernama Kevin. Kevin sedari kecil adalah anak yang sulit diatur. Selalu menangis saat digendong sang ibu, dan setelah beranjak balita juga selalu melawan ibunya. Kenakalan Kevin dan sifatnya yang sinis terhadap sang ibu terus berjlanjut sampai ia remaja. Sedangkan cerita setelah momen X adalah mengenai bagaimana Eva menghadapi "hukuman sosial" yang muncul setelah momen X terjadi. Eva selalu mendapat pandangan yang sinis dari tetangganya, dibenci masyarakat, rumahnya juga ikut dilempari cat merah oleh orang misterius.

3 komentar :

Comment Page:

IMMORTALS (2011)

2 komentar
Menjelang perilisannya dulu, Immortals jelas akan mengingatkan pada campuran antara 300 dan Clash of the Titans. Kisah tentang mitologi Yunani yang dibalut dengan efek ala Zack Snyder, begitulah yang terlihat dalam beberapa materi promosi termasuk trailer-nya. Saya sendiri belum pernah melihat karya dari sutradara Tarsem Singh. Saya melewatkan The Cell. Bahkan The Fall yang sempat berulang kali berniat saya tonton juga akhirnya batal. Sedangkan film terbaru Tarsem, Mirror Mirror pun akhirnya saya lewatkan karena tidak terlalu tertarik dengan kisah puteri salju yang dirombak jadi komedi keluarga ringan. Bahkan Immortals ini nyaris saya lewatkan dan baru sempat ditonton lima bulan setelah rilis. Dari beberapa review yang saya baca tentang film-filmnya, sering dikatakan bahwa Tarsem Singh punya kelebihan utama dalam menciptakan desain dunia yang unik sekaligus kostum yang aneh ala Lady Gaga dalam film-filmnya. Baiklah, jadi saya yang kurang paham mitologi Yunani tidak akan terlalu mempermasalahkan keakuratan dan berharap akan diberikan suguhan heroik ala 300 yang dibalut dengan set sekaligus kostum yang unik. Selain itu disini ada Henry Cavill yang jadi sorotan karena tahun depan akan muncul sebagai Superman dalam Man of Steel.

Kisahnya adalah mengenai Theseus (Henry Cavill) yang berasal dari golongan manusia biasa tapi diceritakan punya tekad dan keberanian yang luar biasa kuat (standar film tentang kepahlawanan). Dia harus mendapati dunia sedang dalam kondisi bahaya saat Raja Hyperion (Mickey Rourke) tengah berusaha mencari busur Epirus yang nantinya akan ia gunakan untuk membangkitkan para Titan yang terkurung di Tartarus. Hal itu dikarenakan dendam Hyperion kepada para dewa yang menurutnya tidak sedikitpun berusaha peduli dan menolong manusia termasuk saat istrinya meninggal. Theseus yang awalnya tidak tertarik ikut berperang akhirnya maju juga dalam melawan Hyperion saat sang ibu dibunuh didepan matanya. Disisi lain, para dewa tengah dilanda dilema. Mereka melihat dunia dalam bahaya dan berniat menolong para manusia, tapi Zeus (Luke Evans) tidak mengijinkan hal itu dan meminta para dewa untuk percaya pada kemampuan manusia Bumi.

2 komentar :

Comment Page:

MODUS ANOMALI (2012)

1 komentar
Tentu saja karya terbaru Joko Anwar ini adalah film Indonesia yang paling saya tunggu tahun ini. Setelah Kala dan Pintu Terlarang yang punya naskah luar biasa dan juga dibalut dengan visualisasi yang keren, tidak ada alasan lain bagi saya untuk tidak memasukkan Modus Anomali kedalam daftar "most anticipated movies of the year" Apalagi begitu banyak cerita yang mengiringi proses film ini sebelum tayang. Tentu yang pertama adalah saat Modus Anomali menang di Bucheon Awards. Lalu disusul saat film ini menjadi official selection di ajang SXSW dan mendapat tanggapan yang termasuk lumayan meski tidak sebaik Pintu Terlarang. Hal itu masih ditambah dengan begitu tertutupnya informasi mengenai film ini. Plot dan berbagai detail lainnya begitu dirahasiakan. Yang terlihat dari trailer juga hanya sebatas Rio Dewanto berlari ketakutan di tengah hutan sambil berteriak-teriak dan sepetinya sedang dikejar oleh seseorang yang misterius.

Namun setelah saya menontonnya saya sadar bahwa makin sedikit yang kita tahu tentang Modus Anomali maka makin besar juga kepuasan yang kita rasakan saat menonton. Jadi saya sendiri tidak akan terlalu banyak menuliskan sinopsisnya disini dan hanya sebatas materi dasar yang sudah kita ketahui dengan sedikit tambahan. Kita akan diperlihatkan seorang pria (Rio Dewanto) yang terbangun dalam kondisi dikubur hidup-hidup ditengah hutan. Dia sama sekali tidak ingat apa yang terjadi sampai dia bisa terkubur disitu. Yang ia ingat hanyalah ia sedang berlibur di sebuah pondok dekat hutan bersama istri dan anak-anaknya. Disaat dia masih berusaha mengingat-ingat kejadian sebenarnya, ternyata ada orang lain di hutan tersebut yang mengincar nyawanya. Seperti yang sudah saya sebutkan, makin sedikit yang anda tahu, makin menyenangkan film ini. Makin sedikit pula usaha yang anda keluarkan untuk menebak-nebak twist yang ada makin puas juga anda saat film ini berakhir.

1 komentar :

Comment Page:

NORIKO'S DINNER TABLE (2006)

3 komentar
Setumpuk pertanyaan dibiarkan oleh Sion Sono tertinggal dalam Suicide Circle. Pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak dijawab juga tidak masalah karena esensi utama dari film tersebut sudah tersampaikan tanpa perlu menjawab segala misteri yang ada. Toh sebenarnya akan lebih baik jika kita diberikan posisi yang sama dengan warga Jepang yang ada dalam film dimana mereka juga tidak mengetahui kebenaran dibalik kasus bunuh diri masal yang terjadi. Tapi ternyata Sion Sono bertekad untuk menjadikan film tersebut sebagai awal sebuah trilogi meskipun akhir-akhir ini dia mengatakan akan mengurungkan niat tersebut karena membuat banyaknya kesulitan yang dia alami. Empat tahun setelah film pertama yang "gila" itu muncul Noriko's Dinner Table yang boleh dibilang merupakan prekuel dari Suicide Circle. Namun bukan murni prekuel juga karena film ini juga mempunyai timeline pada saat film pertamanya berlangsung dan setelah film pertama berakhir. Jadi apakah pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terjawab disini?

Noriko adalah gadis berusia 17 tahun yang pendiam tapi didalam hatinya menyimpan tekad yang besar untuk hidup bebas dan keluar dari dunianya yang sempit. Noriko memang sudah lama mendambakan pergi ke Tokyo untuk mencari kehidupan baru yang menurutnya akan lebih berwarna. Tapi sang ayah (Ken Mitsuishi) tidak mengijinkan karena beranggapan bahwa Tokyo berbahaya bagi gadis-gadis remaja. Hingga suatu malam Noriko nekat kabur dari rumah dan pergi ke Tokyo tanpa sedikitpun bekal pengetahuan tentang Tokyo. Untungnya Noriko punya beberapa teman yang ia kenal lewat situs jejaring sosial bernama haikyo.com. Lewat situs tersebut Noriko berkenalan dengan sang admin yang mempunyai nickname "Ueno Station 54". Pemiliknama tersebut ternyata adalah gadis bernama Kumiko (Tsugumi) yang kemudian membantu Noriko hidup di Tokyo. Ternyata Kumiko adalah seorang pemimpin dari sebuah perusahaan jasa sekaligus organisasi, yang mana Noriko akhirnya juga ikut bergabung dengan organisasi tersebut. Ya, organisasi inilah yang akhirnya akan memicu sebuah bunuh diri massal yang merenggut nyawa 54 siswi SMU secara tragis.

3 komentar :

Comment Page:

SUICIDE CIRCLE (2002)

Tidak ada komentar
Meskipun belum semua orang pernah menonton debut film Sion Sono ini, tapi bisa dipastikan hampir semua orang sudah mengetahui atau bahkan sudah pernah melihat adegan pembuka film ini yang begitu terkenal dan memorable tersebut. Sebuah adegan mengerikan dan membuat miris dimana 54 siswi SMU secara bersama-sama melompat kearah kereta yang sedang melaju kencang. Tanggal 26 Mei akan diingat sebagai hari dimana stasiun Shinjuku banjir darah dan potongan tubuh mereka berhamburan. Sebuah opening yang tentunya tidak akan bisa dilupakan oleh semua yang menontonnya dan praktis akan membuat penonton terpaku untuk menanti hal-hal gila apalagi yang akan terjadi. Sion Sono memang "gila". Saya teringat saat pertama kali menonton karyanya dalam Cold Fish dimana dalam film itu banyak terdapat adegan mutilasi dan sebuah ending yang tidak kalah gila dibandingkan adegan pembuka Suicide Circle.

Penyelidikan kepolisian terhadap kasus bunuh diri massal tersebut dimulai. Awalnya pihak kepolisian masih kebingungan apakah ini murni kecelakaan atau merupakan tindak kriminal. Tapi kemudian bunuh diri massal tersebut mulai terjadi lagi dalam jumlah yang jauh lebih banyak. Tidak ada petunjuk yang pasti mengenai pemecahan kasus ini kecuali sering ditemukannya tas olahraga warna putih yang didalamnya berisi rangkaian kulit manusia yang berasal dari orang yang berbeda-beda dimana jika dihitung rangkaian berasal dari ratusan orang yang berbeda. Apa maksud dari keberadaan benda tersebut di TKP? Lalu polisi juga dibingungkan dengan munculnya sebuah web yang berisi dot warna merah dan putih yang mana tiap kali ada kasus bunuh diri maka dot yang ada akan bertambah. Masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang tersisa dari film ini. Hingga menjelang akhir nampaknya tidak akan terlalu banyak pertanyaan yang tersisa, tapi disaat film akan berakhir yang muncul justru bukan jawaban dari segala misteri yang ada namun pertanyaan-pertanyaan baru yang tidak terjawab.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

A BITTERSWEET LIFE (2005)

4 komentar
I Saw the Devil adalah film yang membuat saya tidak lagi memandang perfilman Korea dengan sebelah mata. Memang sebelumnya sudah ada Oldboy yang jelas masih jadi film terbaik Korea yang pernah saya tonton hingga kini, tapi saat itu saya menganggap bahwa pastilah dalam sebuah perfilman suatu negara ada karya yang kualitasnya jauh diatas dan menonton Oldboy tidak sampai membuat saya tertarik mencari tahu lebih dalam tentang perfilman Korea. Tapi setelah saya merasakan kekaguman yang serupa setelah menonton I Saw the Devil buatan Kim Ji-woon saya menjadi yakin bahwa Oldboy bukanlah kebetulan. Perfilman Korea khususnya memang tengah memasuki masa keemasan khususnya dengan tema balas dendam yang selalu bisa dirangkum dengan unik. Pada akhirnya saya sampai pada film ini yang juga disutradarai oleh Kim Ji-woon dan dibintangi Lee Byung-hun yang juga bermain di I Saw the Devil. Dari beberapa materi yang saya baca sebelum menonton film ini, saya berharap ini akan kembali menjadi sebuah sajian balas dendam yang sadis sekaligus kelam dan bisa jadi tragis. Hanya saja kali ini berada di lingkungan gangster Korea.

Bercerita tentang Kim Sun-woo (Lee Byung-hun) yang bekerja sebagai orang kepercayaan Mr. Kang (kim Young-cheol), seorang pemilik hotel sekaligus bos dari sebuah organisasi kriminal. Sun-woo adalah bawahan yang amat loyal dan selalu menjalankan tugasnya dengan baik. Singkatnya dia tengah berada di puncak karir. Suatu hari saat Mr. Kang akan bepergian keluar negeri, Sun-woo diberikan sebuah misi. Bukan misi yang sulit sampai menghajar orang seperti biasanya, tapi sebuah misi yang tergolong ringan, yaitu mengawasi kekasih Mr. Kang, Hee-soo (Shin Min-a). Hee-soo sendiri adalah gadis yang berusia jauh dibawah Mr. Kang, dan Mr. Kang curiga bahwa akhir-akhir ini Hee-soo tengah dekat dengan pria lain yang juga masih muda. Untuk itu Sun-woo diminta mencari tahu apakah benar Hee-soo berselingkuh. Misi yang sebenarnya mudah itu justru nantinya akan menjadi titik balik kehidupan Sun-woo disaat hati nuraninya ikut "campur tangan" dalam misi tersebut.

4 komentar :

Comment Page:

THREE COLORS TRILOGY

Tidak ada komentar
Trilogi tiga warna ini adalah persembahan terakhir dari sineas asal Polandia, Krzysztof Kieślowski yang meninggal dunia dua tahun setelah menyelesaikan trilogi ini. Disebut Three Colors Trilogy karena memang judul dan tema dari film ini mengambil dari tiga warna yang terdapat pada bendera Prancis. Ketiga warna yang ada pada bendera tersebut memiliki makna masing-masing dan merupakan perlambang dari motto Prancis sendiri. Biru melambangkan kebebasan (Liberté), putih melambangkan kesetaraan (égalité) dan merah melambangkan persaudaraan (fraternité). Tiap film memiliki tema yang didasari dari salah satu makna warna tersebut dan juga berbagai aspek teknis lainnya seperti sinematografi sekalipun dipengaruhi oleh warna yang menjadi tema dasarnya.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

OPERA JAWA (2006)

2 komentar
Ini adalah kedua kalinya saya menonton karya Garin Nugroho setelah  Under the Tree sebelumnya telah menjadi perkenalan yang menyenangkan dengan karya sutradara yang satu ini. Saat itu reaksi saya adalah kagum. Kagum bagaimana sineas Indonesia mampu untuk membuat film yang tidak hanya berkualitas bagus tapi juga dirangkum dengan unik dimana banyak sekuen-sekuen tarian ataupun adegan penuh metafora didalamnya. Yap, film lokal yang berkualitas baik memang banyak tapi yang menyajikan kisahnya dengan penuh inovasi masihlah jarang. Tapi dua tahun sebelumnya Garin sudah membuat sebuah film yang bisa dibilang lebih nyeni daripada Under the Tree. Jika dalam Under the Tree masih ada alur "normal" layaknya drama pada umumnya, dalam film yang punya judul internasional Requiem from Java ini keseluruhan kisahnya murni menggunakan perpaduan antara tari dan tembang-tembang Jawa. Metafora-metafora juga jauh lebih banyak dan kental menghiasi sepanjang film.

Kisah dalam Opera Jawa mengambil dasar dari cerita "Ramayana" khususnya pada bagian penculikan Sinta oleh Rahwana. Ceritanya adalah mengenai kehidupan sepasang suami istri, Setio (Martinus Miroto) dan Siti (Artika Sari Devi). Sebelum menikah keduanya adalah penari yang mementaskan "Ramayana" sebagai Rama dan Sinta. Setelah menikah, keduanya berhenti menari dan menggantungkan hidup pada usaha pembuatan tembikar yang ditekuni Setio. Namun bisnis tersebut tidak berjalan lancar. Bukan hanya bisnis Setio, tapi bisnis para pengusaha dan pedagang kecil di kampung tersebut juga terancam karena adanya ketimpangan sosial antara si kaya dan si miskin. Ludiro (Eko Supriyanto) yang merupakan tukang jagal sapi yang sukses adalah salah satu diantara si kaya yang semena-mena. Kesulitan keuangan membuat hubungan Setio dan Siti merenggang. Setio yang harus lebih sering bekerja meninggalkan Siti membuat istrinya tersebut "haus" akan belaian seorang lelaki. Sampai Ludiro datang dan berhasrat merebut Siti dari suaminya. Disinilah kesetiaan Siti terhadap Setio mulai diuji. Disatu sisi dia mencintai dan ingin setia pada sang suami tapi disisi lain hasratnya akan Ludiro makin sulit dibendung.

2 komentar :

Comment Page:

TAKE SHELTER (2011)

1 komentar
Michael Shannon adalah aktor yang bernasib sama dengan Ryan Gosling, Leonardo DiCaprio dan Michael Fassbender dimana mereka sama-sama menyajikan performa hebat di 2011 lalu tapi kurang beruntung dengan tidak mendapatkan nominasi Oscar. Shannon sendiri sebenarnya berada di list terakhir dibandingkan ketiga aktor lainnya tersebut. Gosling dan Fassbender punya banyak film sukses di 2011 lalu dimana mereka selalu menyajikan akting bagus di masing-masing film. Sedangkan DiCaprio punya nama besar yang membuatnya selalu menjadi kandidat kuat nominasi Oscar. Sedangkan Shannon bukanlah nama besar. Peran utama pun jarang dia genggam. Tapi lewat sebuah drama-thriller garapan sutradara Jeff Nichols ini Shannon membuktikan kualitasnya yang sama sekali tidak kalah dengan aktor-aktor tersebut.

Shannon disini menjadi Curtis, seorang pria yang tinggal di sebuah kota kecil di Ohio bersama istrinya (Jessica Chastain) dan puterinya yang tuna rungu (Tova Stewart). Tingkah laku Curtis akhir-akhir ini menjadi aneh setelah dalam beberapa hari dia selalu mengalami mimpi buruk. Dia selalu bermimpi akan datang sebuah badai yang akan membahayakan orangorang di sekitarnya. Dirundung ketakutan mimpi itu akan menjadi nyata, Curtis akhirnya membuat sebuah tempat perlindungan badai di halaman belakang rumahnya. Hal yang membuat Curtis dianggap gila tetapi dia tidak peduli karena yang dia inginkan hanyalah keselamatan anak dan istrinya. Tapi Curtis sendiri tidak menyangkal bahwa dia tidak yakin akan kebenaran mimpinya dikarenakan sang ibu juga addalah pengidap paranoid schizofrenia. Jadi apakah semua mimpi dan pemandangan aneh seperti burung-burung yang terbang dengan formasi tidak biasa yang ia lihat memang nyata ataukah hanya khayalan dan halusinasi Curtis belaka?

1 komentar :

Comment Page:

21 JUMP STREET (2012)

Tidak ada komentar
21 Jump Street awalnya adalah sebuah serial televisi yang tayang pada 1987-1991. Serial tersebut jugalah yang membuat nama Johnny Depp dikenal publik. Berhubung saat serial tersebut tayang sama belum lahir, maka dalam menonton film ini tidak ada sedikitpun perasaan nostalgia dan hanya ada harapan mendapat tontonan komedi yang menghibur. Saya sendiri jarang dikecewakan oleh film-film yang berbasis serial televisi. Mulai dari Mission:Impossible hingga The A-Team yang meski mendapat tanggapan jelek dari para kritikus tapi saya amat menyukai berbagai kegilaan didalamnya. Jajaran cast dalam film ini sebenarnya antara menjanjikan dan meragukan. Jonah Hill sedang dalam puncak karir setelah mendapat nominasi Oscar. Tapi saya sendiri kurang begitu suka dengan beberapa film komedinya. Sedangkan Channing Tatum meski tahun lalu film-filmnya mengecewakan, tapi peran komedinya di The Dilemma cukup menjanjikan. Selain itu, performanya di Haywire juga sedikit menunjukkan potensinya.

Kita akan diperkenalkan dengan dua murid SMA yang amat bertolak belakang. Morton Schmidt (Jonah Hill) adalah seorang pecundang dengan dandanan seperti Eminem yang selalu diledek di sekolah dan mendapat penolakan saat mengajak seorang gadis datang ke Prom. Sedangkan Greg Jenko (Channing Tatum) adalah siswa yang populer dan tentunya punya prestasi yang amat buruk, sehingga tidak diperbolehkan ikut Prom. Tujuh tahun kemudian keduanya kembali bertemu saat sedang mengikuti tes masuk kepolisian. Saat itu keduanya justru saling membantu dimana Schmidt yang punya kekurangan untuk ujian fisik dibantu oleh Jenko, dan sebaliknya Jenko yang lemah dalam ujian teori mendapat bantuan dari Schmidt. Bisa ditebak keduanya berhasil diterima dan kini menjadi teman dekat. Karir mereka di kepolisian biasa-biasa saja bahkan mengecewakan sampai tiba saatnya mereka dimasukkan dalam unit penyamaran bernama Jump Street dimana mereka harus menyamar sebagai siswa SMA untuk mengungkap jalur penyebaran narkoba.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

BATTLESHIP (2012)

4 komentar
Aura Transformers amat terasa dari sejak saya pertama kali melihat trailer film ini. Serbuan pesawat alien yang bentuk kendaraannya tidak jauh beda dengan yang saya lihat di trilogi Michael Bay tersebut, sampai fakta bahwa Battleship juga berasal dari sebuah permainan yang dibuat oleh Hasbro yang notabene juga pembuat Transformers. Disaat banyak orang mencaci ide pembuatan film ini termasuk James Cameron yang mengatakan bahwa ide mengangkat film yang diadaptasi dari sebuah board game adalah hal konyol, saya justru merasa tertarik. Karena apabila berhasil maka film ini akan menjanjikan sebuah inovasi dalam penyajian action-nya. Lokasi yang mayoritas berada di tengah laut juga sudah merupakan perbedaan dari film-film lainnya. Sekarang tinggal bagaimana kolaborasi duo penulis naskah Jon & Erich Hoeber dengan Peter Berg bisa mengeksekusi ide dasar tersebut.

Jika Transformers punya Sam Witwicky, maka Battleship punya Alex Hopper (Taylor Kitsch) yang dulunya merupakan pemuda yang hidupnya tidak teratur dan seenaknya sendiri tapi sekarang sudah menjadi Letnan di kesatuan angkatan laut. Hal itu adalah karena anjuran kakaknya, Stone Hopper (Alexander Skasgard) yang merupakan Kapten di kesatuan tersebut. Alex juga tengah berpacaran dengan Samantha (Brooklyn Decker) yang merupakan puteri dari Vice Admiral Shane (Liam Neeson). Tapi walaupun sudah menjadi seorang Letnan, kelakuan Alex tidak berubah dimana dia masih sering membuat masalah seperti saat berkelahi dengan Kapten Munagata (Tadanobu Asano) dari kesatuan Jepang. Bahkan akibat kejadian tersebut Alex sudah akan segera dipecat. Tapi ternyata ditengah perjalanan mereka mendapat serangan dari sepasukan alien yang mendarat di Lautan Pasifik. Ternyata usaha pihak NASA untuk berhubungan dengan makhluk planet lain menemui hasil yang mengejutkan dimana para alien yang menerima sinyal yang dikirim NASA justru datang ke Bumi untuk melakukan serangan. Alex yang bersama pasukannya terkurung dalam sebuah perisai yang dibuat oleh para alien tersebut harus berjuang dalam sebuah peperangan lautan untuk menyelamatkan dunia.

4 komentar :

Comment Page:

SOLARIS (1972)

Tidak ada komentar
Film ini adalah sebuah karya Andrei Tarkovsky yang paling sering ditonton diluar Rusia sekaligus yang paling dikenal. Andrei Tarkovsky sendiri sering disebut sebagai salah satu sutradara terbaik yang pernah ada dan seringkali melahirkan kontroversi dari film-film yang ia buat. Kontroversi yang sering ia lahirkan itulah yang membuatnya justru sempat dimusuhi pihak pemerintah Soviet. Meskipun begitu karya-karyanya amat diakui, bahkan seorang Ingmar Bergman juga mengagumi karya Tarkovsky dan juga sebaliknya. Ciri khas Tarkovsky adalah filmnya punya tempo yang lambat khususnya diawal yang menurut dia sengaja membuat awal film yang lambat untuk memberikan waktu bagi penonton yang salah menonton film untuk sadar dan keluar dari ruangan. Selain tempo lambat dan durasi yang lama, Tarkovsky juga tidak terlalu menyukai penggunaan musik dalam filmnya sehingga seringkali muncul adegan lambat nan sunyi dalam karya-karyanya.

Kembali ke Solaris, film ini sering disebut sebagai "jawaban" dari Soviet atas film 2001: A Space Odyssey karya Stanley Kubrick yang rilis empat tahun sebelumnya. 30 tahun setelah rilisnya film ini, Steven Soderbergh membuat remake bagi film yang diangkat dari novel dengan judul sama karya Stainslaw Lem ini. Versi Soderbergh sendiri punya durasi 45 menit lebih pendek dari milik Tarkovsky ini dan dibintangi oleh George Clooney. Kisahnya sendiri adalah mengenai Kris Kelvin (Donatas Banionis), seorang psikolog yang mendapat misi di stasiun luar angkasa milik Soviet yang saat itu sedang mengorbit di sebuah planet misterius bernama Solaris. Disana dia diminta untuk meneliti berkenaan dengan beberapa kosmonot yang diduga mengalami halusinasi dan gangguan psikologis selama berada disana. Tetapi justru setelah sampai disana, Kris juga ikut mengalami hal yang sama dimana dia bertemu dengan istirnya, Hari (Natalya Bondarchuk) yang sudah meninggal 10 tahun lalu. Apakah itu halusinasi belaka ataukah ada hal lain yang belum mereka ketahui di Solaris?

Tidak ada komentar :

Comment Page:

SLEUTH (2007)

1 komentar
Aslinya, Sleuth adalah sebuah drama teater yang dipentaskan pada tahun 1970 buatan Anthony Shaffer. Sleuth saat itu berhasil memenangkan Tony Award untuk kategori Best Play. Dua tahun kemudian naskah tersebut diadaptasi menjadi sebuah film yang dibintangi oleh Laurence Olivier dan Michael Caine. 35 tahun kemudian atau pada 2007, Kenneth Branagh menyutradarai adaptasi lain dari drama panggung tersebut. Masih memakai judul aslinya, kali ini Michael Caine juga ikut bermain. Bedanya dia memainkan tokoh yang dulu diperankan oleh Laurence Olivier. Sedangkan Jude Law ditunjuk untuk memerankan tokoh yang dulu dimainkan oleh Caine. Pekerjaan tidak mudah bagi Branagh karena film Sleuth versi tahun 1972 adalah film yang mendapat respon amat baik. Saya yang belum menonton versi lamanya berharap banyak pada film ini karena film-film adaptasi drama panggung biasanya selalu punya keunikan tersendiri khususnya dari caranya memanfaatkan set lokasi.

Andrew Wyke (Michael Caine) seorang penulis novel detektif ternama mendapat kunjungan dari pria bernama Milo Tindle (Jude Law). Kedatangan Milo kesana adalah untuk meminta Andrew menceraikan sang istri, Maggie yang sekarang sudah berpacaran dan tinggal bersama Milo. Awalnya perbincangan dan basa basi hangat terjadi diantara keduanya, sampai saat Andrew mulai mengajak Milo memainkan sebuah permainan. Bukan permainan biasa, karena ini adalah permainan yang bisa membahayakan nyawa. Kurang lebih hanya sebanyak itu yang bisa saya tulis mengenai sinopsis film ini. Karena lebih jauh lagi adalah mengenai permainan-permainan yang dilakukan Andrew dan Milo. Permainan yang berbahaya sekaligus penuh misteri.

1 komentar :

Comment Page:

PINA (2011)

Tidak ada komentar
Pina Bausch yang jadi sosok dan karya-karyanya jadi sorotan utama dalam film ini adalah seorang penari sekaligus guru tari. Tidak hanya itu, Pina juga dikenal sebagai salah satu modern dancer paling berpengaruh karena gaya tariannya yang unik. Dalam performanya, Pina menggabungkan berbagai unsur seperti properti panggung, set panggung yang unik, dan interaksi antar dancer diatas panggungnya juga terasa begitu hidup. Style ini disebut sebagai Tanztheater atau dance theater. Disebut begitu karena para penarinya tidak hanya asal menari tapi seolah sedang bermain drama panggung dalam interaksi mereka satu sama lain atau dalam penggunaan properti-properti yang ada diatas panggung. Dalam pembuatan film ini, sutradara Wim Wenders sempat menghentikan produksi disaat Pina meninggal dunia pada Juni 2009. Tapi atas dorongan penari-penari asuhan Pina, Wim meneruskan pembuatan dokumenter ini.

Dalam menggambarkan seorang tokoh yang punya style tari yang unik, Wim Wenders juga menggunakan teknik dokumenter yang tidak kalah unik. Jika dalam The Arbor dokumenter tentang penulis naskah drama panggung disajikan dalam bentuk semi-teatrikal, maka dalam Pina Wim menggabungkan pertunjukkan dance yang dilakukan anggota Tanztheater Wuppertal yang diasuh Pina dengan sedikit komentar-komentar dari mereka. Ada empat karya Pina yang ditampilkan dalam film ini, yaitu The Rite of Spring, Cafe Muller, Kontakthof, dan Vollmond. Dari melihat keempatnya saya mulai mengerti kenapa Pina disebut sebagai orang yang memberikan pengaruh besar pada dunia modern dance. Oke, saya memang tidak sepenuhnya mengerti makna dari tarian-tarian tersebut, tapi sangat terlihat keindahan dan keunikan didalamnya. Pemanfaatan properti gila-gilaan seperti penaruhan tanah diatas panggung, batu besar, sampai penggunaan air yang tiak tanggung-tanggung sampai membanjiri panggung adalah bentuk dari karya-karya Pina Bausch yang outstanding.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

LIKE CRAZY (2011)

4 komentar
LDR atau Long Distance Relationship jelas sudah jadi sebuah hal yang sering terjadi di jaman sekarang sekaligus bisa dibilang salah satu problema terbesar dalam menjalin hubungan asmara. Ada pasangan yang memilih mengakhiri hubungan mereka karena takut jika nantinya mereka tidak bisa menjaga perasaan masing-masing dan memilih mengakhirinya sebelum kekhawatiran mereka itu terjadi. Tapi ada juga yang memilih meneruskan hubungan itu atas dasar perasaan cinta yang masih menggebu meski perasaan rindu dan khawatir akan seringkali menghantui keseharian masing-masing. Dalam film indie yang disutradarai oelh Drake Doremus ini, yang disoroti adalah mengenai pasangan yang memilih berusaha mempertahankan hubungan mereka meskipun terpisah jarak yang amat jauh. Cerita dalam Like Crazy sendiri didasarkan pada kisah nyata yang pernah dialami oleh sang sutradara dengan mantan istirnya.

Anna (Felicity Jones) dan Jacob (Anton Yelchin) adalah sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Hal itu pada akhirnya membuat Anna yang merupakan seorang exchange student dari London nekat menghabiskan musim panas di L.A. bersama Jacob, padahal saat itu visa yang ia miliki sudah expired. Akhirnya saat berniat kembali ke L.A. setelah pulang ke London beberapa hari untuk menghadiri pernikahan saudaranya, visa miliknya ditolak dan Anna harus rela dideportasi. Mulai saat itulah keduanya menjalani LDR. Keduanya sama-sama sudah bekerja dan makin sulit meluangkan waktu untuk menelepon. Hal itulah yang akhirnya akan menjadi ujian terbesar bagi Jacob dan Anna dalam mempertahankan hubungan asmara mereka berdua. Apa yang membuat Like Crazy berada sedikit diatas film-film romansa yang kebanyakan rilis belakangan ini adalah bagaimana sebuah kisah yang sederhana tersebut bisa berhasil dieksekusi dengan begitu baik dalam berbagai aspeknya. Saat Jacob dan Anna tengah memulai hubungan dan merasakan manis dan menggebunya cinta mereka, kita akan disuguhi adegan-adegan minimalis yang dibalut dengan gambar-gambar indah serta alunan musik sederhana yang efektif. Tapi tidak ada adegan date keduanya yang terlalu berlebihan layaknya film-film romansa Hollywood yang punya bujet dan bintang besar.
Adegan-adegan yang memperlihatkan manisnya hari-hari mereka berdua dimunculkan dengan sederhana dan akan membuat pasangan manapun iri dan rasanya ingin ikut menghabiskan waktu berdua di tempat-tempat yang didatangi Jacob dan Anna. Dalam hal ini peran John Guleserian sebagai sinematografer amat besar dimana banyak sekali pemandangan indah yang muncul. Begitu kuat film ini menghadirkan kisah cintanya sehingga saya yakin bagaimanapun kondisi penontonnya pasti akan terbawa. Bagi yang sedang LDR, maka menyaksikan film ini akan membuat rasa galau mereka pasti bertumpuk. Bagi pasangan yang tengah dimabuk cinta, Like Crazy adalah sebuah keindahan sekaligus perenungan akan cerita cinta mereka. Bagi yang single saya cukup yakin menyaksikan kemesraan Jacob dan Anna yang begitu indah itu akan membuat mereka iri. Dikemas sederhana, tapi bagaimana film ini merefleksikan rasa cinta, manis, pahit, sedih hingga takut cukup baik dan sampai pada penonton. Belum lagi ditambah akting dan chemsitry yang baik dari Anton Yelchin dan tentu saja Felicity Jones. Felicity Jones jelas jadi yang terbaik di film ini. Kita bisa melihat bagaimana dia bahagia dan berjingkrak-jingkrak, bagaimana dia malu dan tersipu, bagaimana saat ia sedih dan galau, atau bagaimana saat dia marah dengan sempurna. Anton Yelchin mungkin bukan Ryan Gosling yang punya tampang yang sangat tampan, tapi dia adalah orang yang sempurna sebagai Jacob.

Narasinya memang terkadang sering melompat waktunya cukup jauh tanpa adanya penjelasan dan mungkin beberapa penonton yang malas berpikir akan sedikit terganggu, tapi bukan masalah besar. Yang jadi masalah mungkin pada penokohan karakter Sam (Jennifer Lawrence) yang kurang dalam. Padahal sebagai sosok wanita lain dalam hati Jacob, jika hubungan keduanya dan karakter Sam lebih diperdalam saya yakin penonton akan lebih bisa merasakan dilema yang lebih jauh lagi. Saya paham keputusan sang sutradara tidak menampilkan itu supaya penonton lebih konsentrasi pada hubungan Jacob-Anna sehingga ceritanya lebih fokus dan tidak terasa melenceng ataupun dipanjangkan. Toh rasanya menambah 5-10 menit untuk sedikit eksplorasi bagi Sam dan hubungannya dengan Jacob tidak akan membuat film ini melenceng jauh. Pada akhirnya Like Crazy adalah sebuah kisah tentang asmara yang memang bisa membuat penderitanya merasakan gila luar biasa dan ditutup dengan sebuah ending yang mengingatkan saya akan Blue Valentine dalam hal suasana. Satu hal lagi yang saya sangat sukai dari film ini adalah penggambaran suasana berpcaran yang tergantung tensinya. Saat momen awkward, momen manis, momen sedih hingga saat terjadi pertengkaran semuanya begitu realistis dan saya yakin semua orang yang pernah berpacaran pernah mengalami momen-momen dalam film ini.

4 komentar :

Comment Page:

SPRING, SUMMER, FALL, WINTER...AND SPRING (2003)

3 komentar
Pemenang Grand Bell Awards untuk kategori Best Film ini adalah sebuah sajian yang mengetengahkan ajaran-ajaran Buddhisme dalam kehidupan manusia. Ini adalah untuk pertama kalinya saya menonton film garapan sutradara Kim Ki-duk yang katanya sering melahirkan film yang menuai kontroversi dan mengandung unsur spitiual. Walaupun begitu dari yang saya lihat film-filmnya selalu mendapat tanggapan positif dari para kritikus. Kim Ki-duk sendiri menyatakan bahwa lewat film ini dia ingin menunjukkan mengenai rasa bahagia, amarah, penderitaan dan kenikmatan yang dilalui oleh kehidupan manusia. Untuk itu dia menggambarkannya lewat keseharian seorang biksu yang tinggal di sebuah kuil terapung di tengah Danau Jusan. Dalam penceritaannya, film ini dibagi menjadi lima segmen sesuai dengan judulnya, yaitu Spring, summer, fall, winter, lalu berputar kembali ke spring.

Dimulai dari spring, diawal film ini akan menunjukkan kehidupan seorang biksu tua yang memiliki seorang murid yang masih kecil. Si biksu kecil ini adalah anak yang penuh semangat, polos dan selalu bergembira meski hidup dalam kesederhanaan dan dikelilingi alam saja. Tapi anak-anak tetaplah anak-anak yang ingin tahu dan suka bersenang-senang dan punya kenakalan. Suatu hari sang guru meleihat anak itu mengikatkan batu di tubuh ikan, katak dan ular. Sebagai hukuman atas perbuatan menyiksa tersebut, si anak harus juga memanggul batu di tubuhnya. Lalu segmen berganti ke summer dimana biksu kecil itu kini sudah remaja dan kuil tempat tinggal mereka kedatangan seorang ibu yang membawa anak wanitanya untuk berobat. Bagi sang biksu remaja, wanita adalah hal baru dalam hidupnya. Dan saat itu dia masihlah orang yang punya rasa penasaran tinggi dan kini sudah ditambah oleh dorongan nafsu yang membuatnya mulai mengenal cinta dan hubungan pria-wanita. Kemudian untuk fall, winter dan spring punya selisih timeline kira-kira 10 tahunan tiap segmen dan menceritakan bagaimana kehidupan sang biksu muda pasca pergi dari kuil.

3 komentar :

Comment Page:

ACT OF VALOR (2012)

5 komentar
Cukup menjanjikan juga apa yang ditawarkan oleh film ini. Dibintangi oleh para anggota aktif U.S. Navy Seals, Act of Valor menjanjikan adegan-adegan aksi di medang peperangan yang realistis. Baca saja tagline-nya yang berbunyi "Real Heroes, Real Tactics, Real Action. This is no game". Dengan berbekal orang-orang yang memang militer asli dan menggunakan senjata-senjata yang memang mereka pakai saat bertugas bahkan taktik dan strategi nyata, boleh dibilang film ini berusaha mengumbar sisi realistis dan tidak hanya asal memberikan ledakan atau desing peluru belaka. Apakah film ini memang film aksi yang hebat? Atau sekali lagi hanya janji manis ala film-film Hollywood? Yang jelas saya sudah menurunkan ekspektasi saya melihat banyaknya review yang menilai negatif film arahan duo sutradara Mike McCoy dan Scott Waugh ini.

Filmnya mengisahkan tentang dua orang anggota Navy Seals yang saling bersahabat, yaitu Liutenant Rorke dan Chief Dave. Keduanya baru saja mendapat panggilan tugas untuk sebuah misi penyelamatan terhadap Morales (Roselyn Sanchez), seorang anggota CIA yang diculik oleh seorang penyelundup dari bernama Christo (Alex Veadov). Masalahnya, Christo ditengarai mempunyai hubungan dengan seorang teroris bernama Abu Shabal (Jason Cottle) yang saat ini tengah gencar melakukan teror bom bunuh diri dan mengancam keamanan Amerika Serikat. Sebagai bumbu drama, dikisahkan Rorke bertugas dengan meninggalkan istirnya yang tengah hamil anak pertama mereka. Sebuah bumbu yang sebenarnya bisa efektif namun terasa begitu hambar di film ini.
Entah bagaimana nasib film ini jika tidak mempunyai kelebihan dalam hal keakuratan. Saya suka dengan momen misi penyelamatan terhadap Morales di bagian pertama film. Memberikan saya berbagai pengetahuan tentang bagaimana sebuah misi berjalan dan taktik-taktik apa saja yang dipakai. Momen tersebut bagi saya cukup seru dan enak diikuti dan menghilangkan rasa kantuk yang saya rasakan dari awal karena porsi drama yang diberikan sama sekali tidak menggigit. Saat itu benar terlihat kerja sama yang cukup keren dan taktik-taktik serta strategi yang tidak kalah keren dipakai oleh para Navy Seals. Tapi setelah misi tersebut tidak ada lagi adegan aksi keren nan menghibur yang berhasil dimunculkan. Aspek keakuratan masih terjaga dan terasa realistis tapi jauh dari kata bagus. Yang cukup unik mungkin pengambilan gambar ala first person shooter yang makin mengindikasikan bahwa film ini juga terinspirasi dari game-game fps macam Call of Duty.

Yang makin menjerumuskan film ini adalah karakterisasi para tokohnya yang nyaris nol besar. Saya tahu Rorke digambarkan tengah menghadapi dilema meninggalkan istri dan calon anaknya, tapi penggambarannya tetap kurang dalam. Bahkan hingga film nyaris usai saya masih tidak hapal siapa-siapa saja anggota Navy Seals yang turun dalam misi. Ending ceritanya juga bisa ditebak dan tidak membuat penonton terhanyut dalam drama yang coba diselipkan. Act of Valor gagal membuat saya bersimpati dan terenyuh dengan perjuangan para marinir ini. Tidak banyak yang bisa dibahas dari film ini karena yang ditawarkan juga tidak banyak. Sebuah film yang hanya unggul dari segi realitstis dan keotentikan belaka tapi tensinya membosankan. Aksi biasa saja, dramanya juga super melempem. Saya malah merasa film ini sebagai sebuah rekrutmen terselubung dan kampanye tentang Navy Seals sekaligus permusuhan terhadap para pelaku bom bunuh diri yang sayangnya di film ini terlihat terlalu menyudutkan Muslim.

Mungkin Act of Valor akan menjadi film yang memuaskan bagi mereka yang tergila-gila dengan berbagai pernak pernik kemiliteran, tapi bagi saya dan mungkin penonton kebanyakan film ini akan jadi sebuah action yang hambar dimana untuk bisa "mendeteksi" sedang dimana sang tokoh utama saja akan menajadi sebuah hal yang tidak mudah karena sangat miskinnya karakterisasi tokoh-tokoh yang ada dan akting mereka juga tidak bagus. Segala kekurangan yang "berhasil" menutupi sedikit kelebihan dalam segi keotentikan membuat Act of Valor sementara ini menjadi film (atau rekrutmen?) yang saya anggap paling buruk dan membosankan di 2012.

5 komentar :

Comment Page:

J.EDGAR (2011)

1 komentar
Nama John Edgar Hoover jelas tidak bisa dipisahkan dari sejarah Amerika Serikat. Dikenal sebagai pimpinan FBI pertama sekaligus yang paling lama, J.Edgar Hoover berperan penting dalam kemajuan dunia penyelidikan kriminal di Amerika bahkan mungkin di seluruh duniaa. Dia adalah orang yang pertama kali mempelopori penggunaan sistem sentralisasi sidik jari. Sebuah sistem yang hingga sekarang sangat berguna dalam investigasi dan penyelidikan kasus-kasus dan segala macam kriminalitas. Aroma Oscar sangat kental dalam film ini. Sebuah biopic yang disutradarai oleh Clint Eastwood yang telah meraih dua piala dari total empat nominasi Oscar yang ia terima sebagai Best Director ditambah keberadaan Leonardo DiCaprio yang selalu menampilkan performa luar biasa dalam tiap filmnya meski belum pernah sekalipun menang Oscar (tiga kali nominasi). Tapi saat filmnya rilis, tanggapan dari kritikus ternyata tidak terlalu memuaskan. Benarkah filmnya sebegitu mengecewakan?

Film ini akan menyoroti berbagai sisi kehidupan J.Edgar (Leo DiCaprio)  mulai dari masa muda hingga kematiannya di tahun 1972 pada usia 77 tahun. Sejak muda Edgar sudah menjadi sosok yang ambisius, khususnya dalam pekerjaan. Kondisi Amerika yang penuh dengan pergolakan dimana para penjahat berkeliaran dengan bebas membuat Edgar muda tidak bisa tinggal diam. Tapi meskipun dia punya berbagai macam visi, hal itu tidak mudah diwujudkan karena visinya yang out of the box masih sulit diterima pada saat itu. Tapi kemudian jalannya terbuka saat Edgar menjabat sebagai kepala biro investigasi yang nantinya akan menjadi cikal bakal FBI. Dari situ dia mulai menerapkan metode-metodenya yang sering dianggap kontroversial, seperti penggunaan sentralisasi sidik jari, pemasangan alat penyadap, dan pengumpulan data dan rahasia para petinggi Amerika.  

1 komentar :

Comment Page:

THE WOMAN IN BLACK (2012)

2 komentar
Inilah usaha awal dari Daniel Radcliffe untuk lepas dari bayang-bayang karakter Harry Potter. Jujur bagi saya dibandingkan Rupert Grint dan Emma Watson saya paling pesimistis akan karir Radcliffe selepas Harry Potter. Kualitas aktingnya saya lihat masih kalah dibanding mereka berdua, meskipun saya rasa dibandingkan Rupert, Daniel masih akan lebih laku. Ternyata usaha pertama Daniel untuk lepas dari bayang-bayang Harry adalah dengan bermain dalam film horror arahan James Watkins yang diadaptasi dari novel berjudul sama dengan filmnya ini. Langkah Daniel ini sebenarnya cukup diluar dugaan tapi cukup berani karena jelas The Woman in Black bertipe jauh beda dengan Harry Potter, dan karakter yang ia mainkan juga berbeda. Jika sebelumnya ia menjadi remaja penyihit, disini ia berperan sebagai seorang pengacara 22 tahun yang sudah mempunyai seorang anak laki-laki dan ditinggal mati oleh istrinya. Tidak ada spesial efek megah juga tidak ada partner in crime macam Rupert dan Emma disini, sehingga beban berat akan ada di pundak Daniel Radcliffe.

Pengacara muda bernama Arthur Kipps (Daniel Radcliffe) mendapat tugas untuk menyelesaikan permasalahan mengenai kepemilikan sebuah rumah bernama Eel Marsh yang pemiliknya baru saja meninggal. Untuk tugas tersebut Arthur kembali harus meninggalkan puteranya yang baru empat tahun bersama pengasuhnya. Arthur sendiri sering tidak mempunyai waktu bagi puteranya yang mana ketertutupan pribadi Arthur ini diakibatkan juga oleh kematian sang istri. Tapi ternyata Arthur justru menemui berbagai macam kejadian aneh di Eel Marsh. Penduduk setempat juga terlihat tidak ramah terhadap kedatangan dan kegiatan Arthur yang mendatangi Eel Marsh. Ternyata di rumah tersebut pernah terjadi sebuah tragedi kelam yang nantinya akan bisa terulang lagi di desa tersebut.

2 komentar :

Comment Page:

EXTREMELY LOUD & INCREDIBLY CLOSE (2011)

1 komentar
Saya termasuk orang yang terkejut saat judul film ini menutup daftar nominasi Best Picture untuk Oscar tahun ini. Awalnya film ini adalah proyek yang amat menjanjikan dan bisa dibilang "Oscar banget" melihat dari segala aspeknya. Cerita berbasis dari tragedi 9/11 yang tentunya punya banyak sisi drama yang bisa dieksplorasi. Lalu di kursi sutradara ada nama Stephen Daldry yang punya magnet kuat bagi para juri Oscar. Hal itu terlihat dari catatan yang ia miliki dimana dari ketiga film yang telah ia buat (Billy Elliot, The Hours & The Reader) ketiganya selalu menghasilkan nominasi Best Director baginya meski belum ada satupun yang berhasil ia menangkan. Sedangkan dari ketiga film tersebut, dua diantaranya (The Hours dan The Reader) juga mendapatkan nominasi Best Picture. Extremely Loud & Incredibly Close juga punya beberapa nama besar jaminan mutu seperti Tom Hanks, Sandra Bullock, Viola Davis dan Max von Sydow. Tapi ternyata film ini mendapat tanggapan yang tidak terlalu baik dari para kritikus. Jika menilik di web Rotten Tomatoes, film ini hanya mendapat nilai 47% yang jelas termasuk rendah untuk ukuran nominator Best Picture.

Sempat tersiar sentilan bahwa film ini masuk nominasi hanya karena faktor Stephen Daldry yang karya-karyanya disukai para juri Oscar. Jadi pertanyaan saya sebelum menonton film ini adalah "apa itu benar atau sebenarnya film ini layak jadi nominasi tapi terlalu underrated?"  Dibuka dengan sebuah adegan yang cukup indah bagi saya, film ini nantinya akan mengajak penonton mengikuti kehidupan bocah bernama Oskar Schell (Thomas Horn) yang pasca tragedi 9/11 harus kehilangan ayahnya (Tom Hanks) yang menjadi salah satu korban tewas dalam peristiwa tersebut. Oskar sendiri menghadapi hal tersebut dengan caranya sendiri yang unik mengingat ia adalah penderita asperger. Setahun setelah kematian sang ayah yang ia sebut sebagai "the worst day", Oskar menemukan sebuah kunci di lemari pakaian milik ayahnya. Merasa itu adalah sebuah peninggalan ayahnya, Oskar berusaha mencari orang yang punya pasangan/gembok dari kunci tersebut meski itu artinya ia harus menjelajahi kota New York tanpa sepengetahuan ibunya (Sandra Bullock). Dalam pencariannya tersebut ia juga bertemu dengan pria tua ( Max von Sydow) yang tidak pernah berbicara yang menyewa kamar di apartemen milik nenek Oskar. Berhasilkah Oskar mencari "hal" yang perlu ia temukan?

1 komentar :

Comment Page:

THE CHASER (2008)

8 komentar
Di mata saya K-Movie atau film dari Korea sudah tidak lagi identik dengan film-film melodrama saja, tapi juga dengan film-film bertema balas dendamnya yang ditampilkan dengan berbagai adegan sadis penuh darah. Justru sekarang saya begitu mencintai K-Movie macam I Saw the Devil dan Oldboy. Apa yang membuat film-film itu begitu luar biasa adalah bagaimana para pembuatnya mampu menggabungkan jalinan cerita yang baik dengan konflik yang menegangkan, visual sadis penuh darah yang membuat miris, karakterisasi tokoh yang dalam dengan akting yang baik dari para pemerannya, sampai pada twist yang begitu efektif dan tidak terduga. The Chaser sendiri adalah debut penyutradaraan dari Na Hong-jin yang kelak nantinya dua tahun setelah film ini akan membuat The Yellow Sea. Film ini juga banjir penghargaan seperti pada PIFFF dimana film ini meraih tiga penghargaan yaitu Best Film, Asian Award dan Best Actress bagi Seo Yeong-hee.

Jong Hoo (Kim Yoon-seok) adalah mantan polisi yang setelah dipecat beralih profesi sebagai seorang germo. Sekarang ini dia tengah mengalami sebuah permasalahan dalam bisnisnya tersebut dimana akhir-akhir ini beberapa gadis yang dia kirim untuk menemui klien menghilang satu persatu. Dia mulai curiga ada orang yang menculik mereka lalu menjualnya satu persatu. Tapi tentunya yang dipikirkan Jong Hoo bukanlah keselamatan para gadisnya tapi lebih pada kerugian finansial yang akan dia alami jika ini terus berlanjut. Sampai kemudian saat salah seorang gadisnya yang bernama Kim Mi-jin (Seo Yeong-hee) juga menghilang, Jong Hoo mulai melakukan pencariannya sendiri yang berujung dengan pertemuannya dengan seorang pria bernama Yeong-min (Ha Jung-woo) yang kemudian diketahui sebagai pelaku dibalik menghilangnya gadis-gadis tersebut yang ternyata telah ia bunuh.

Tapi tertangkapnya Yeong-min bukan berarti kasus selesai, karena Jong Hoo masih belum berhasil menemukan Mi-jin. Polisi juga belum bisa menemukan bukti nyata untuk menangkap Yeong-min. Jika dalam 12 jam bukti tersebut tidak diketemukan maka Yeong-min akan bebas. Begitulah The Chaser yang mengenai berpacu dengan waktu. Sekali lagi film ini menunjukkan kepiawaian sineas Korea dalam merangkum berbagai aspek dalam filmnya untuk menghasilkan thriller kelas atas. Cerita ini punya keunikan dimana sang pelaku sudah diketemukan sejak awal, dan bahkan sudah tertangkap. Tapi ironisnya hal itu belum menyelesaikan kasus secara tuntas karena bukti belum ditemukan.  
The Chaser kemudian beralih menjadi kisah pencarian bukti yang seru. Fakta bahwa sang pelaku sudah ditemukan sejak pertengahan film mengingatkan pada I Saw the Devil. Ya, kedua film ini memang lebih mengetengahkan kepada prosesnya, lalu ending adalah sebuah bonus yang diberikan pada kita. Sayangnya The Chaser tidak selalu berhasil mengangkat tensinya hingga tingkat teratas bahkan bagi saya lebih sering gagal meski tensinya tetap menegangkan tapi sangat jarang berhasil sampai pada tingkat teratas. Tentu saja banyak adegan-adegan sadis yang menghiasi dan muncul tidak berlebihan tapi begitu efektif.

Fakta bahwa sang tokoh utama adalah germo yang serakah juga adalah hal yang unik. Tentu saja pada awalnya Jong Hoo bukanlah seorang tokoh yang menimbulkan simpati pentonnya, tapi lama kelamaan perasaan simpati itu mulai terbangun dengan perjalanan yang dia alami. Jong Hoo jelas beda jika dibandingkan Soo-hyun dari I Saw the Devil yang merupakan polisi dengan skill membunuh tingkat tinggi dan adalah sosok orang yang dibutakan dendam dan berdarah dingin. Jong Hoo memang polisi, tapi bukan polisi dengan skill membunuh tapi lebih kearah detektif yang punya kemampuan menyelidiki sebagai andalannya. Dia juga bukan pria berdarah dingin, melainkan sosok pria yang punya emosi meledak-ledak dan bakal lebih kearah "senggol bacok" dibanding menyiksa dengan raut wajah datar dan dingin. Kim Yoon-seok melanjutkan "tradisi" akting para protagonis di film-film revenge Korea yang selalu total dalam berakting dan mendalami karakternya.

Kemudian pada akhirnya kita akan sampai pada hasil akhir yang begitu miris sebagai twist. Proses hingga sampai pada hasil akhir itu begitu menegangkan dan mencekam hingga saat "adegan itu" terjadi kita akan dipaksa melihat dengan miris dan lemas. Sayangnya setelah itu, kisah masih berlanjut dan justru menjadikan ending yang sesungguhnya berasa antiklimaks meskipun cukup seru juga tapi jika dibandingkan dengan "adegan itu", ending film ini tensinya masih kalah. Secara keseluruhan The Chaser sekali lagi menjadi thriller keren dari negeri ginseng walaupun jika dibandingkan dengan I Saw the Devil film ini masih kalah beberapa tingkat, tapi jelas The Chaser adalah sebuah karya yang wajib ditonton.

8 komentar :

Comment Page:

WRATH OF THE TITANS (2012)

4 komentar
Saya tidak menonton Clash of the Titans dalam format 3D, jadi yang saya rasakan dari film itu hanyalah sebuah film dengan cerita yang dangkal, akting yang biasa saja, dan efek-efek yang sebenarnya cukup bagus tapi tidak mampu mengangkat kualitas film tersebut. Terlebih lagi porsi adegan aksinya tidak cukup seru untuk mengangkat tensi film. Kraken memang menjanjikan tapi sangat disayangkan pertempuran melawan kraken tersebut terasa sambil lalu saja. Dua tahun kemudian sekuelnya dengan judul Wrath of the Titans rilis. Para pemain utamanya masih sama minus Gemma Arterton. Posisi sutradara dipegang oleh Jonathan Liebesman yang sebelumnya menggarap Battle: L.A. Bujet filmnya sendiri naik menjadi $150 juta dan masih dirilis dalam format 3D dengan janji bahwa efek CGI dan 3Dimensinya akan lebih hebat. Tapi toh sedari awal saya tidak mendengar ada janji tentang cerita yang digarap lebih baik dan memang saya tidak berniat menonton film dengan cerita berbobot disini.

Sudah 10 tahun sejak Perseus (Sam Worthington) menghabisi kraken dan kini ia kembali hidup sederhana sebagai nelayan bersama anaknya yang berusia 10 tahun, Helius (John Bell). Mereka hidup berdua setelah Io meninggal dunia. Mereka hidup damai sampai suatu hari Zeus (Liam Neeson) datang meminta bantuan Perseus setelah dinding Tartarus di neraka yang dijaga Hades (Ralph Fiennes) mulai rusak dan bisa berpotensi membangkitkan kembali Kronos, ayah dari para dewa. Perseus yang awalnya menolak permintaan ayahnya itu akhirnya mau tidak mau harus kembali bertempur setelah Hades dan Ares (Edgar Ramirez) mengkhianati Zeus dan menangkapnya untuk ditukar dengan keabadian yang ditawarkan oleh Kronos. Tentu saja jika Kronos bangkit itu adalah akhir dunia. Dibantu oleh Andromeda (Rosamund Pike) dan Agenor (Toby Kebbell) yang juga merupakan demigod dan anak dari Poseidon, Perseus mencoba menerobos kedalam neraka untuk mencegah kehancuran dunia.

4 komentar :

Comment Page:

MY WEEK WITH MARILYN (2011)

4 komentar
Menyebut My Week With Marilyn sebagai sebuah biopic nampaknya kurang tepat walaupun ceritanya menyinggung soal Marilyn Monroe. Hal itu karena pusat dari film ini bukanlah kisah hidup Marilyn seorang, tapi lebih kepada hubungan yang terjadi antara sang bintang dengan Colin Clark yang saat itu bukanlah siapa-siapa. Film ini sendiri diadaptasi dari dua buku yang ditulis Colin yang kesemuanya berisi diary Colin selama seminggu proses syuting film The Prince and the Showgirl dimana saat itu dia yang menjadi asisten sutradara ketiga menjalin hubungan spesial dengan Marilyn Monroe yang membintangi film tersebut. Disutradarai oleh Simon Curtis, My Week with Marilyn sukses mendapat dua nominasi Oscar masing-masing Best Actress untuk Michelle Williams dan Best Supporting Actor untuk Kenneth Branagh. Sedangkan di Golden Globe, Williams sukses memenangkan Best Actress in Musical or Comedy.

Setelah dibuka dengan adegan Marilyn Monroe (Michelle Williams) menyanyi dan menari dengan begitu menawannya, kita akan diajak berkenalan dengan seorang fresh graduate bernama Colin Clark (Eddie Redmayne) yang sangat berambisi terlibat dalam sebuah produksi film. Berkat kerja keras dan ketekunannya, Colin berhasil mendapatkan posisi sebagai asisten sutradar ketiga dalam proyek film The Prince and the Showgirl yang disutradarai oleh Laurence Olivier (Kenneth Branagh). Film itu juga merupakan film Inggris pertama bagi Marilyn Monroe. Tapi perilaku Marilyn yang sering terlambat syuting dan belum lagi masalah-masalah lainnya membuat proses syuting tersebut tidak berjalan lancar. Tapi dibalik keruwetan proses tersebut, kita akan diajak melihat sisi lain dari Marilyn Monroe yang begitu manusiawi dan tingkah polahnya tersebut sebenarnya bukannya tanpa alasan. Disaat bersamaan Colin mulai menjadi sosok yang membantu Marilyn menghadapi situasi berat yang menimpanya dan makin lama hubungan keduanya makin intens.

4 komentar :

Comment Page:

LE HAVRE (2011)

2 komentar
Le Havre yang menjadi perkenalan saya dengan sutradara sekaligus penulis naskah asal Finlandia, Aki Kaurismaki adalah film yang menjadi wakil Finlandia untuk Oscar 2012 lalu walaupun pada akhirnya gagal menjadi nominasi. Walaupun begitu di Cannes tahun lalu Le Havre berhasil meraih "FIPRESCI prize". Sudah cukup lama saya tidak menonton film-film Eropa seperti ini, karena untuk menonton film-film benua biru tersebut kebanyakan membutuhkan kesabaran dan harus dalam mood yang tepat. Hal itu dikarenakan tipikal filmnya yang mempunyai tempo dan cara penceritaan yang lambat. Tapi dibalik lambatnya tempo, film-film itu selalu punya keunggulan khususnya dalam ceritanya yang sederhana tapi punya makna yang dalam. Tentu saja itulah harapan dan ekspektasi saya akan film ini, untuk mendapat tontonan sederhana dengan kisah yang perlahan tapi pasti menancap di hati penontonnya.

Marcel Marx (Andre Wilms) adalah seorang pria tua yang kesehariannya bekerja sebagai tukang semir sepatu di Le Havre, Prancis. Penghasilannya per hari tidaklah seberapa, tapi dia punya hidup yang tenang walaupun sederhana. Sepulang bekerja Marcel akan membeli beberapa makanan untuk dimasak oleh sang istri, Arletty (Kati Outinen) lalu kemudian sembari menunggu makan malam selesai Marcel akan minum-minum sebentar di bar langganannya. Marcel beruntung memiliki Arletty yang merupakan istri yang amat sabar dan menyayanginya walaupun Marcel tidak sanggup memberikan kehidupan yang layak bagi sang istri. Tapi kehiudpan Marcel mulai berubah saat Arletty harus dirawat dirumah sakit untuk beberapa lama dan tanpa dia ketahui menderita penyakit parah. Selama sang istri tidak dirumah Marcel justru menampung seorang anak kecil yang merupakan imigran gelap dari Afrika yang sedang dicari oleh kepolisian dan berusaha membantunya keluar dari Le Havre.

2 komentar :

Comment Page: