THE BIRDS (1963)

4 komentar
Tiga tahun berselang setelah Psycho yang fenomenal, Alfred Hitchcock merilis sebuah film horror/suspense yang punya tema unik, yakni teror serangan burung. Film ini sendiri terinspirasi dari dua sumber. Yang pertama adalah sebuah short story berjudul The Birds yang ditulis oleh Daphne du Maurier pada 1952. Sedangkan inspirasi lainnya berasal dari kejadian nyata yang terjadi di California pada 1961 dimana para penduduk disana mendapati banyak bangkai burung di atap rumah mereka. Hitchcock yang tertarik kemudian meminta kopian berita mengenai peristiwa tersebut sebagai bahan penelitian untuk filmnya ini. Sekilas mungkin terdengar seperti ide yang konyol untuk sebuah film. Anakonda, buaya ganas sampai hiu putih jelas masih logis untuk dimasukkan dalam daftar hewan yang bisa memberikan teror mematikan, tapi burung? Tapi tunggu dulu, karena ini adalah film Alfred Hitchcock yang dikenal sebagai master of suspense. Dia adalah seseorang yang bisa membuat sebuah hal yang sederhana menjadi begitu menegangkan. Jadi bukan mustahil di tangan Hitchcock burung bisa lebih menyeramkan dari hiu putih sekalipun.

Melanie Daniels (Tippi Hedren) suatu hari bertemu dengan Mitch Brenner (Rod Taylor) saat sedang berada di sebuah toko burung di San Francisco. Merasa tertarik dengan tingkah laku Mitch yang misterius dan sempat "menipunya", Melanie lalu mencari tahu dimana Mitch tinggal. Sampai akhirnya ia tahu bahwa setiap weekend Mitch pergi ke Bodega Bay untuk mengunjungi ibunya, Lydia (Jessica Tandi) dan adik perempuannya yang berumur 11 tahun, Cathy (Veronica Cartwright). Dengan modus memberi kejutan sepasang lovebirds kepada Cathy yang akan berulang tahun, Melanie mendatangi rumah Mitch. Disana Melanie juga bertemu dengan Annie (Suzanne Pleshette) yang menjadi guru di sekolah Cathy. Di rumah Annie jugalah Melanie tinggal saat di Bodega Bay. Awalnya kunjungan Melanie terasa seperti sebuah liburan yang menyenangkan dimana hubungannya dengan Mitch juga makin dekat. Tapi lama kelamaan teror mulai terjadi, dimana sekumpulan burung mulai menyerang. Awalnya hanya satu dua ekor, tapi lama-lama ratusan burung menyerang warga kota termasuk Melanie.

4 komentar :

Comment Page:

ICE AGE: CONTINENTAL DRIFT (2012)

2 komentar
Sungguh luar biasa performa box office dari franchise yang satu ini. Memulai sepuluh tahun lalu dengan Ice Age yang meraup pendapatan $380 juta di seluruh dunia, pundi-pundi uang yang dikumpulkan oleh sekuelnya terus mengalami peningkatan. Ice Age: The Meltdown yang rilis empat tahun kemudian berhasil mendapatkan $655 juta. Bahkan film ketiganya yang rilis pada tahun 2009 lalu, Ice Age: Dawn of the Dinosaurs berhasil meraup $886 juta dan berada di peringkat keempat dalam daftar film animasi terlaris dibawah Toy Story 3, The Lion King dan Shrek 2 (menjadi kelima jika ditambah pendapatan Finding Nemo yang dirilis ulang tahun ini dalam format 3-D). Tentu saja dengan jumlah uang sebanyak itu wajar saja jika Blue Sky Studios dan 20th Century Fox tertarik membuat film keempatnya. Tapi sayangnya jika ditinjau dari segi kualitas, apa yang dihasikan oleh franchise ini berbanding terbalik dengan uang yang didapat. Meski tidak terlalu curam, tapi jelas terasa makin kesini rilisan film Ice Age makin terasa penurunan dari segi kualitas yang sebab utamanya adalah pengulangan yang terus-terusan dari ceritanya. Jadi bagaimana dengan film keempatnya yang berhasil meraih pendapatan $867 juta dan sampai saat ini menjadi film terlaris ketiga di 2012 ini?

Lagi-lagi Scrat berulah. Masih berusaha mendapatkan biji pohon ek kesukaannya, kali ini Scrat malah terjatuh ke pusat Bumi dan mengganggu porosnya dan mengakibatkan terjadinya kerusakan di permukaan Bumi. Bumi yang saat itu masih hanya mempunyai satu daratan (kita mengenalnya dengan Pangaea) menjadi terpecah-pecah. Kejadian itu tentunya juga mempengaruhi kehidupan Manny, Sid dan Diego. Padahal saat itu mereka tengah menghadapi masalahnya masing-masing. Manny sedang bertengkar dengan puterinya, Peaches karena terlalu protektif, sedangkan Sid "kedatangan" neneknya yang sering membuat masalah. Sedang dalam kondisi seperti itu lalu mereka dikejutkan saat tempat tinggal mereka tiba-tiba terpecah belah dan mengakibatkan Manny, Diego beserta Sid dan neneknya terpisah dan harus mengarungi lautan diatas pecahan es. Disanalah petualangan dimulai dimana mereka harus menghadapi banyak bahaya termasuk saat harus bertemu dengan Kapten Gutt si bajak laut. Tentu saja kita sesekali masih akan disuguhi petualangan Scrat dan biji pohon ek miliknya yang konyol.

2 komentar :

Comment Page:

ARBITRAGE (2012)

1 komentar
Karir Richard Gere belum bisa dibilang tenggelam-tenggelam amat. Bahkan bisa dibilang karirnya masih stabil dimana tiap tahun semenjak 2008 dia merilis setidaknya satu film. Pendapatan yang diraih film-filmnya mungkin tidak terlalu tinggi, dimana dalam lima tahun terakhir filmnya yang paling sukses dari segi komersil adalah Nights in Rodanthe yang diadaptasi dari novel Nicholas Sparks dengan pendapatan $84 Juta. Ada juga film-film flop dengan kualitas buruk macam Amelia dan The Double. Mungkin film Gere yang paling berimbang antara keberhasilan komersil ataupun kualitas hanya Hachi: A Dog's Tale. Bukan sebuah karir yang buruk sebenarnya untuk ukuran aktor berusia 63 tahun seperti Richard Gere yang jelas bukan Jack Nicholson atau Michael Caine yang sedari awal karirnya rajin mengumpulkan nominasi Oscar. Mungkin Gere pernah mendapat tiga nominasi Golden Globe dan memenangkan satu diantaranya, tapi sepanjang karirnya, Richard Gere lebih sering bermain di film-film hiburan dibanding yang berkelas Oscar, jadi melihat karirnya belakangan ini yang masih aktif tiap tahun jelas bukan prestasi yang sangat buruk. Sampai tahun 2012 ini akhirnya ia muncul dengan Arbitrage yang mungkin adalah salah satu film terbaiknya dalam beberapa tahun terakhir dan mungkin juga performa terbaik Richard Gere sepanjang karirnya.

Robert Miller (Richard Gere) adalah pemilik sebuah perusahaan besar yang kaya raya. Tidak hanya kaya, Robert juga punya image publik yang baik sebagai seorang milyuner yang dermawan dan seorang family man. Robert sendiri bisa dibilang sudah punya kehidupan keluarga yang bahagia bersama istrinya, Ellen (Susan Sarandon) dan puterinya Brooke (Brit Marling) yang juga bekerja di perusahaan milik Robert dan kelak akan menjadi penerusnya. Tapi dibalik segala kesempurnaan tersebut, Robert menyimpan beberapa rahasia kelam. Rahasia pertama adalah menyangkut perusahaannya yang ternyata baru saja kehilangan sejumlah besar uang dalam sebuah investasi yang ia tanam. Pada akhirnya Robert meminjam uang kepada pihak lain untuk menutup lubang tersebut namun masih belum bisa mengembalikannya dan terancam dituntut sebagai penipu. Rahasia kedua yang ia sembunyikan adalah perselingkuhannya dengan seorang pemilik galeri seni bernama Julie (Laetitia Casta). Awalnya semua itu masih bisa disimpan dengan rapih oleh Robert, namun suatu hari terjadilah sebuah tragedi. Mobil yang ia kendarai bersama Julie mengalami kecelakaan dan menewaskan Julie di tempat. Robert yang sadar bila ia tertangkap maka perusahaan dan keluarganya akan hancur memilih lari dari permasalahan ini. Kini yang dihadapi Robert tidak hanya permasalahan perusahaan atau perselingkuhan namun ia juga harus menghindari dari kecurigaan Detektif Bryer (Tim Roth) yang mengusut kematian Julie.

1 komentar :

Comment Page:

END OF WATCH (2012)

Tidak ada komentar
 
Film ini disutradarai dan ditulis naskahnya oleh David Ayer yang selama ini cukup identik dengan film-film bertemakan kepolisian khususnya LAPD (Los Angeles Police Department). Sebelum End of Watch, Ayer juga pernah menyutradarai Street Kings yang dibintangi Keanu Reevers dan Forest Whitaker. Selain itu Ayer juga pernah menulis naskah untuk film Dark Blue (dibintangi Kurt Russell) dan Training Day yang berhasil membawa Denzel Washington meraih Best Actor di Oscar 2002. End of Watch sendiri dibintangi oleh Jake Gyllenhaal dan Michael Pena yang berduet sebagai partner di LAPD. Judul filmnya sendiri adalah sebutan yang digunakan kepolisian jika ada anggota mereka yang terbunuh saat bertugas. Saya sendiri menonton filmnya sebelum tahu arti istilah tersebut dan hampir tidak tahu filmnya akan bercerita tentang apa dan akan seperti apa. Saya awalnya sempat mengira ini akan menjadi buddy movie yang punya unsur komedi melihat ada nama Michael Pena yang cukup sering bermain di film komedi. Ya, saya menonton End of Watch dengan ekspektasi akan melihat film polisi yang menghibur dengan sentuhan komedi, sebuah ekspektasi yang benar-benar salah tempat pada akhirnya.

End of Watch dibuka dengan sebuah narasi yang membuat saya mulai merubah ekspektasi dan jika dihubungkan dengan judulnya akan memberikan hint tentang akhir filmnya. Kita lalu akan diajak berkenalan dengan Brian Taylor (Jake Gyllenhaal) dan Mike Zavala (Michael Pena) yang merupakan partner di LAPD. Saat bertugas, Brian memasang beberapa kamera untuk proyek filmnya, mulai di badan mereka berdua, di mobil sampai sebuah kamera yang selalu ia genggam kemana-mana. Dengan beberapa kamera tersebut kita akan diajak untuk mengikuti berbagai misi yang dijalankan oleh keduanya, mulai dari yang ringan seperti mengejar pelanggar rambu lalu lintas sampai pada misi-misi yang berkaitan dengan geng imigran Meksiko yang ternyata bisa membahayakan nyawa keduanya. Tapi selain itu kita juga akan diajak melihat bagaimana persahabatan keduanya terbangun dan kehidupan pribadi masing-masing dimana Mike sudah menikah dengan Gabby (Natalie Martinez), sedangkan Brian baru saja menemukan cintanya pada diri Janet (Anna Kendirck).

Tidak ada komentar :

Comment Page:

MOONRISE KINGDOM (2012)

2 komentar
Sebelum diputar perdana di bulan Mei lalu pada ajang Cannes Film Festival, film terbaru garapan Wes Anderson ini sudah mendapatkan buzz yang cukup kuat dan digadang-gadang sebagai salah satu calon film terbaik tahun ini. Dengan reputasi Wes Anderson sebagai salah seorang sutradara terbaik saat ini dan dibintangi oleh berbagai nama besar macam Bruce Willis, Edward Norton, Bill Murray, Frances McDormand hingga Tilda Swinton, tidak salah rasanya ekspektasi tinggi disematkan pada film ini. Yang menarik meski berhias berbagai nama besar, dua tokoh utama Moonrise Kingdom adalah dua orang aktor dan aktris cilik berusia 13 tahun yang baru menjalani debut filmnya disini. Mereka adalah Jared Gilman dan Kara Hayward. Saya sendiri belum pernah menonton film live action Wes Anderson, dan satu-satunya filmnya yang pernah saya lihat adalah animasi Fantastic Mr.Fox yang sudah bisa sedikit menggambarkan kepiawaian Anderson dalam merangkai kisah yang unik. Lagi pula tanggapan terhadap Moonrise Kingdom bisa dibilang amat positif (nilai 94% di Rotten Tomatoes) jadi tidak ada alasan untuk melewatkan film ini.

Film ini ber-setting di sebuah pulau fiktif bernama New Penzance. Disana kita akan dibawa melihat segala isi dan keindahan pulaunya yang ditinggali penduduk meski tidak dalam jumlah yang besar. Seisi pulau yang biasanya tenang tiba-tiba gempar saat salah seorang anggota Khaki Scout (anggota perkemahan mirip Pramuka yang menghabiskan waktu berkemah selama musim panas) berusia 12 tahun, Sam Shakusky (Jared Gilman) tiba-tiba menghilang dari tenda dan hanya meninggalkan sebuah surat pengunduran diri yang ditujukan kepada sang Scout Master (Edward Norton). Kehebohan bertambah saat Suzy Bishop (Kara Hayward) puteri dari pasangan pengacara Walt (Bill Murray) dan Laura (Frances McDormand) ikut menghilang. Pencarian yang dilakukan pihak Scout dan kepolisian yang dipimpin oleh Kapten Sharp (Bruce Willis) tidak kuncung mendapat hasil. Disisi lain ternyata Sam dan Suzy ternyata memang sudah merencakan "pelarian" in setelah pada pertemuan sebelumnya mereka saling jatuh cinta. Maka dimulailah petualangan penuh keanehan sekaligus penuh cinta (monyet) ini.

2 komentar :

Comment Page:

REAL FICTION (2000)

Tidak ada komentar
Pada film keempatnya ini, Kim Ki-duk melakukan sebuah eksperimen dalam proses pembuatannya. Real Fiction memang dikenal karena cerita unik yang terjadi saat proses syuting dimana film ini dibuat tanpa adanya retake dan secara real time. Proses tersebut dilakukan setelah berjam-jam melakukan rehearsal. Pada akhirnya Ki-duk menempatkan beberapa kamera termasuk kamera yang statis di beberapa lokasi sehingga film ini terlihat seolah sedang menangkap kejadian nyata yang tengah terjadi. Format real time dan tidak adanya pengambilan gambar ulang jelas menjadi sebuah tantangan tersendiri khususnya bagi para aktor dan aktrisnya yang benar-benar harus hidup dalam jalan cerita film ini dan lebih mirip seperti sedang mementaskan drama teater dibandingkan melakukan syuting film. Dengan dibantu beberapa sutradara dan kru, Ki-duk pada akhirnya berhasil membuat sebuah karya eksperimental ini. Tapi masalahnya setiap karya eksperimental belum tentu berhasil dengan baik. Pertanyaannya apakah Real Fiction masuk dalam daftar eksperimen yang gagal atau berhasil?

Film ini berkisah tentang seorang pelukis foto wajah jalanan yang harus bersusah payah untuk bisa bertahan hidup sebagai seorang seniman. Karyanya tidak pernah dihargai baik itu oleh para konsumen ataupun oleh pihak agensi. Bahkan di tempat biasa bekerja, diapun masih harus mendapat gangguan dari para preman tukang palak yang selalu menagih uang darinya dan para pedagang lain. Sampai kemudian ia bertemu dengan seorang wanita yang terus-terusan merekam aktifitasnya dari dekat. Sang pelukis ini akhirnya mengikuti kemana sang wanita pergi, dimana mereka menuju sebuah tempat seperti panggung teater. Disana sang pelukis bertemu pria misterius yang menjadi gambaran sisi lain atau bisa dibilang kata hati dirinya. Disana ia disadarkan tentang orang-orang yang pernah dan sedang menyakiti perasaannya. Dari pertemuannya dengan kata hatinya itulah sang pelukis pada akhirnya melakukan sebuah "penghukuman" bagi mereka yang telah menyakiti dan merusak hidupnya selama ini.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

BATMAN (1966)

Tidak ada komentar
Jauh sebelum versi realistis dan gelap dari Nolan, bahkan sebelum versi Joel Schumacher yang norak dengan puting di kostum dan versi gelap khas Tim Burton, Batman pernah mengalami masa kejayaan di pertengahan 60-an. Saat itu serial televisi Batman yang dibintangi Adam West sebagai si manusia kelelawar dan Burt Ward sebagai Robin mampu menarik perhatian penonton dengan nuansanya yang campy, konyol dan penuh warna. Tentunya jangan bandingkan versi 60-an ini dengan Batman versi Nolan, karena seperti yang sayabilang versi ini adalah versi campy bahkan mungkin lebih campy dari Batman & Robin, bedanya versi jadul ini terasa lebih jujur dalam menyajikan ke-campy-an dan kebodohannya sehingga bukannya terlihat memalukan tapi malah membuat saya menikmati segala kekonyolan yang disajikan. Kesuksesan season pertamanya membuat produser William Dozier tertarik mengangkatnya ke layar lebar yang mana keinginan tersebut akhirnya terwujud beberapa bulan setelah musim pertamanya selesai tayang. Ya, akhirnya sang caped crusader mendapatkan film layar lebar pertamanya pada Juli 1966 dimana para bintang serial televisinya macam West dan Ward kembali berperan sebagai Batman dan Robin.

Film ini diawali saat Batman (Adam West) dan Robin (Burt Ward) mendapat laporan dari Commodore Schmidlapp (Reginald Denny) bahwa kapalnya tengah dalam bahaya. Batman dan Robin yang langsung menuju lokasi dengan memakai Batcopter dikejutkan dengan serangan hiu yang menyerang Batman dan pada akhirnya hiu tersebut meledak. Kemudian setelah mereka kembali diketahui bahwa kapal tersebut ternyata telah menghilang. Penyelidikan dilakukan oleh Batman dan Robin dimana kecurigaan mengarah pada lebih dari satu penjahat. Mereka mencurigai bahwa ada empat orang super villain kelas kakap yang terlibat dalam kasus tersebut. Mereka berempat adalah Catwoman (Lee Meriwether), Joker (Cesar Romero), Penguin (Burgess Meredith) dan The Riddler (Frank Gorshin). Adu taktik akhirnya terjadi antara dynamic duo dan keempat penjahat tersebut. Apakah sebenarnya rencana dari mereka berempat?

Tidak ada komentar :

Comment Page:

TED (2012)

Tidak ada komentar
Berada di peringkat ke-9 dalam daftar film dengan pendapatan terbanyak di 2012 bahkan menjadi film komedi dengan rating "R"  berpenghasilan tertinggi adalah pencapaian luar biasa yang didapat oleh Ted. Dibuat oleh Seth MacFarlane yang merupakan creator dari serial Family Guy, bisa diprediksi film ini akan penuh banyak lelucon yang tidak pantas ditonton oleh anak kecil. Ya, jangan biarkan judul dan poster filmnya menipu anda karena Ted adalah tontonan khusus dewasa yang penuh dengan bahasa kasar, lelucon seksual dan penggunaan narkoba. Film yang naskahnya ditulis oleh MacFarlane ini juga akan dibintangi oleh Mark Wahlberg, Mila Kunis dan tentunya MacFarlane sendiri yang mengisi suara karakter Ted. Jadi akan segila apakah Ted? Yang pasti filmnya akan berpusat pada konflik antara romance versus bromance yang sebenarnya sudah sering diangkat dalam berbagai judul film. Film yang berkisah tentang konflik persahabatan dengan hubungan percintaan memang sudah bukan hal baru lagi, tapi apa jadinya jika konflik tersebut dibungkus dalam sebuah komedi dewasa yang menampilkan sosok boneka Teddy yang hidup dan bisa bicara bahkan teler?

Saat kecil, John Bennet (Mark Wahlberg) sama sekali tidak mempunyai teman. Karena itulah pada saat ia mendapatkan sebuah boneka Teddy di hari natal John berharap boneka itu bisa hidup dan menjadi sahabatnya untuk selamanya. Benar saja, harapan itu terkabul dan boneka yang ia beri nama Ted itu secara ajaib benar-benar hidup dan keduanya pun berjanji akan terus menjadi sahabat. Puluhan tahun berlalu dan kini John sudah berusia 35 tahun, bekerja di sebuah penyewaan mobil bahkan mempunyai seorang pacar yang cantik yaitu Lori (Milla Kunis). Sedangkan Ted yang masih tinggal bersama John masihlah Ted yang hidup seenaknya, suka teler dan membawa pelacur ke rumah. Awalnya Lori tidak terlalu mempermasalahkan keberadaan Ted, tapi lambat laun ternyata hal itu makin tidak bisa ditoleransi. Kini John harus memilih antara kekasih yang sudah ia pacari selama empat tahun atau sahabat yang sudah bersamanya selama 27 tahun.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

DREDD (2012)

1 komentar
Mungkin nama Judge Dredd bukan termasuk karakter A-List dalam jajaran superhero. Saya pernah mendengar namanya, tapi yang saya tahu hanya sebatas bahwa ia adalah seorang penegak hukum dengan helm yang tak pernah lepas dari kepalanya. Saya belum pernah sekalipun membaca komiknya dan saya juga belum menonton film Judge Dredd yang rilis tahun 1995 dan dibintangi Sylvester Stallone. Film itu sendiri terhitung gagal baik secara pendapatan maupun kualitas. Banyak yang mengkritisi sosok Dredd yang diperankan Stallone karena terlalu sering membuka helm dan banyak berdialog, padahal di komikmnya Dredd tidak pernah memperlihatkan wajahnya dan termasuk jarang bicara. Yah, nampaknya wajah Stallone terlalu berharga untuk terus ditutupi sepanjang film. Selang 17 tahun kemudian sosok Dredd kembali diangkat ke layar lebar dengan bujet (uniknya) setengah dari versi 1995. Kali ini adalah Karl Urban yang mengemban tugas menjadi sosok Judge Dredd. Urban sendiri menjanjikan sosok Dredd yang lebih setia dengan versi komiknya. 

Ada satu kisah lagi yang menarik dari film ini yaitu saat trailer-nya muncul dan membuat banyak orang mengatakan bahwa trailer dan ceritanya sangat mirip dengan The Raid, yaitu menampilkan sebuah serbuan kedalam gedung tinggi yang dikuasai oleh sosok kriminal berbahaya. Tapi toh tudingan penjiplakan tersebut terbantahkan dengan fakta bahwa proses produksi Dredd sudah selesai sebelum The Raid memulai syuting, hanya saja film garapan Gareth Evans tersebut lebih dulu rilis. Dredd sendiri akan membawa kita melihat kondisi masa depan dimana dunia sudah menjadi tempat yang gersang dan rusak. Amerika Serikat sendiri juga tidak lepas dari hal itu dan disebut sebagai "Cursed Land". Di bagian Timur Amerika terdapat sebuah kota bernama Mega-City One dimana kejahatan sudah begitu merajalela dan kehidupan rakyatnya juga sudah tidak karuan. Salah satu usaha untuk mengontrol kriminalitas disana adalah dengan dibentuknya satuan Judges yang bertugas menjadi hakim, juri sekaligus eksekutor. Salah satu anggotanya adalah Dredd. Suatu hari Dredd mendapat tugas untuk menilai seorang rookie bernama Cassandra Anderson (Olivia Thirlby) yang sebenarnya tidak lulus tes namun punya kemampuan hebat sebagai cenayang. Dalam misi tersebut nantinya Dredd dan Anderson harus menghadapi gembong kriminal pimpinan Ma-Ma (Lena Headey) yang kejam dan bermarkas di sebuah gedung setinggi 200 lantai.

1 komentar :

Comment Page:

TAKEN 2 (2012)

Tidak ada komentar
Film Taken yang rilis pada 2008 lalu sukses menjadi sleeper hit. Tanpa disangka-sangka, film Prancis yang diproduksi Luc Besson dan disutradarai oleh Pierre Morel (From Paris with Love) tersebut sukses meraih pendapatan diatas $225 Juta di seluruh dunia. Tidak hanya itu, Taken juga melambungkan nama Liam Neeson sebagai aktor laga gaek setelah sebelumnya ia lebih dikenal sebagai aktor drama ataupun supporting actor dalam berbagai film. Lihat saja, setelah Taken Neeson bermain pada tidak kurang dari lima film action dalam tiga tahun terakhir. Tapi tentu saja melihat prestasi film pertamanya yang sangat memuaskan baik dari segi pendapatan ataupun kualitas, pihak studio segera berencana membuat sekuelnya meskipun Taken bisa dibilang sudah tidak lagi menyisakan kisah yang perlu untuk diangkat. Empat tahun kemudian masih diproduseri dan ditulis naskahnya oleh Luc Besson, Taken 2 dirilis. Bedanya, film kedua ini disutradarai oleh Olivier Megaton yang sebelumnya pernah menyutradarai film aksi macam Transporter 3 dan Colombiana. Apakah Taken 2 bisa menyanggah anggapan bahwa sekuel ini hanya diproduksi untuk mengumpulkan pundi-pundi dollar? Ataukah hanya itu saja tujuan film ini dibuat?
Setelah kejadian dalam Taken, keluarga dari para penculik yang dihabisi oleh Bryan Mills (Liam Neeson) berencana untuk menuntut balas padanya. Murad Hoxha (Šerbedžija), ayah dari salahs eorang penculik yang dibnuh oleh Bryan berencana untuk mencari Bryan dan menuntut balas kematian tragis anaknya. Sementara itu Bryan beserta mantan istrinya, Lenore (Famke Janssen) dan puterinya Kim (Maggie Grace) tengah berlibur di Istanbul tanpa sadar bahwa mereka bertiga sedang diincar oleh Hoxha dan anak buahnya. Sampai akhirnya Bryan dan Lenore tertangkap oleh para penculik tersebut. Kini giliran Kim yang harus menyelamatkan kedua orang tuanya setelah pada even film pertama dialah yang diculik dan harus diselamatkan oleh sang ayah. Jika yang dimaksud "cerita yang berbeda" adalah menukar posisi antara yang diculik dan yang harus menyelamatkan maka Taken 2 tidak benar-benar melakukan itu. Memang benar kali ini Kim mendapat porsi untuk menyelamatkan kedua orang tuanya, namun sesungguhnya porsi terbesar tetaplah dimiliki oleh Bryan. Pada intinya cerita pada Taken 2 masihlah sama dengan film pertama, yaitu usaha Bryan untuk mengagalkan usaha para penculik dalam merenggut keluarganya.
Jangan berharap ada hal baru dalam plot-nya karena pada dasarnya Taken 2 hanyalah pengulangan kisah film pertamanya dan diberi modifikasi seadanya. Bahkan dalam sekuel ini tidak saya temui kejutan-kejutan kecil seperti yang saya temui dalam film pertamanya dan mampu membuat film tersebut terasa menarik untuk diikuti. Menonton Taken 2 hanya membuat saya menunggu adegan aksi demi adegan aksi bermunculan. Tidak perlu berpikir untuk tahu akan dibawa kemana ceritanya bergulir dan akan seperti apa akhirnya. Beberapa usaha untuk membuat twist minor jelas tidak berhasil dan terlalu predictable. Filmnya bergulir layaknya film-film medioker kelas B yang mungkin hanya satu tingkat diatas film-film Steven Seagal, hanya saja tergarap dengan lebih baik karena faktor bujet yang jauh lebih besar. Saya juga menjumpai banyak plot hole dan kebodohan yang muncul dalam film ini. Dengan plot hole yang lebih besar, kejutan yang tidak berhasil, hingga cerita yang hanya pengulangan, maka dari segi alur Taken 2 jelas berada dibawah film pertamanya.
Satu lagi yang membuat film pertamanya berhasil adalah presentasi dari karakter Bryan Mills. Bryan pada dasarnya terlihat seperti kebanyakan tokoh dalam film aksi yang tak terkalahkan dan punya kemampuan fisik diatas rata-rata sekaligus otak super encer sebagai mantan agen intelegen. Tapi fakta bahwa yang diculik adalah puterinya sendiri membuat karakter Bryan lebih bisa mendapat simpati penonton. Belum lagi akting bagus dari Liam Neeson mampu membuat tokoh ini tetap terasa manusiawi meski punya berbagai kemampuan luar biasa (ingat adegan telepon di film pertamanya yang menunjukkan kapasitas drama Neeson?). Dalam film keduanya, saya masih merasakan sisi manusiawi Bryan. Melihat ironi bahwa istri dan anaknya dalam bahaya saat berlibur sudah cukup membuat simpati penonton padanya. Melihat aksi Bryan juga cukup seru khususnya yang berkaitan dengan kemampuan otaknya (meski seringkali terasa tidak logis dan malah terasa bodoh), tapi setidaknya seru juga mengikuti berbagai strategi yang ia lakukan. Adegan aksinya sendiri tidak terlalu "wah" dan ditampilkan ala kadarnya. Bahkan di beberapa bagian Liam Neeson tidak terlihat seperti sedang berkelahi sungguhan.

Secara keseluruhan Taken 2 jelas bukan sebuah sekuel yang perlu untuk dibuat mengingat film pertamanya sudah digarap dan ditutup dengan apik. Sekuel yang dipaksakan untuk dibuat hanya karena mengais uang memang jarang berakhir dengan memuaskan. Film ini jelas berada pada level dibawah film pertamanya. Berbagai kebodohan dan alurnya yang tidak terlalu menarik sekaligus hanya berupa pengulangan film pertama memang sebuah kekurangan, namun tetap akan bisa dinikmati jika anda tidak terlalu berpikir masalah logika (khususnya pada faktor kebodohan dan banyaknya plot hole), karena sesungguhnya Taken 2 adalah sebuah hiburan yang brainless dan sebaiknya ditonton pula tanpa harus memeras otak. Setidaknya masih ada penampilan Liam Neeson yang tetap bagus dan layak tonton. Overall Taken 2 masih bisa dinikmati dan layak tonton, tapi saya harap tidak ada lagi Taken 3. Sebuah harapan yang sepertinya sudah sulit menjadi kenyataan karena saya dengar Luc Besson sudah berencana membuat film ketiganya.


Tidak ada komentar :

Comment Page:

GOD BLESS AMERICA (2011)

Tidak ada komentar

Rasanya hampir semua orang pernah merasakan kondisi dimana mereka begitu marah dan benci pada orang lain sampai ingin membunuh mereka. Tapi tentunya membunuh bukanlah hal yang bisa begitu saja dilakukan sehingga keinginan tersebut hanya akan terpendam dan tidak akan terlalu ditanggapi serius atau benar-benar ditindaklanjuti. Tapi bagaimana jika ada seseorang yang berani melakukan itu? Bagaimana jika ada seseorang yang sudah begitu muak dengan segara acara-acara bodoh di televisi dan berbagai pop culture lainnya yang jelas-jelas terasa membodohi masyarakat, lalu kemudian orang itu memutuskan membunuh siapa saja yang ia anggap bertanggung jawab atas kebobrokan yang terjadi? Bobcat Goldthwait yang dulu mempersembahkan pada kita sebuah komedi hitam "gila" lewat Wolrd's Greatest Dad kali ini kembali bermain-main di ranah dark comedy. Bobcat akan membawa kita pada sosok Frank Murdoch (Joel Murray), pria paruh baya yang bekerja sebagai sales asuransi dan sedang berada dalam fase kehidupan yang membuatnya frustasi. Dia sudah ditinggal oleh istri dan puterinya dimana sang mantan istri akan segera menikah dengan pria lain. 

Kehidupan Frank makin terasa tidak menyenangkan karena ia selalu terganggu oleh tetangga yang tinggal tepat di sebelahnya (hanya terpisah tembok). Tetangganya tersebut adalah sepasang suami istri yang selalu meributkan gosip-gosip dari infotainment. Kebencian Frank terhadap berbagai acara televisi pada akhirnya makin menjadi. Dia membenci segala macam acara pop culture yang tidak bermutu dan baginya hanya membodohi masyarakat. Dia sangat berkeinginan membunuh orang-orang yang ia anggap sampah tersebut, tapi tentunya tidak semudah itu dilakukan. Sampai akhirnya ia didiagnosa menderita tumor parah dan akan segera meninggal. Hal itulah yang pada akhirnya memantapkan niat Frank untuk melakukan "eksekusi massal" yang telah lama ia ingin lakukan. Tapi Frank tidak sendiri karena dia kemudian bertemu dengan gadis 16 tahun bernama Roxy (Tara Lynne Barr) yang ternyata juga sama gilanya dengan Frank. Akhirnya mereka berdua bersama-sama melakukan eksekusi massal tersebut. Ya, seperti pasangan Bonnie dan Clyde.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

AMEN (2011)

Tidak ada komentar
Seolah ingin membayar "hutang" kepada para penggemarnya setelah dua tahun (2009-2010) absen merilis film karena sedang menyepi di gunung, pada tahun 2011 lalu Kim Ki-duk langsung merilis dua film sekaligus. Yang pertama adalah dokumenter Arirang yang rilis pada Mei 2011 dan berhasil memenangkan Un Certain Regard pada Cannes Film Festival. Film keduanya menyusul empat bulan kemudian dengan judul Amen. Bisa dibilang Amen adalah comeback sesungguhnya dari Kim Ki-duk mengingat Arirang adalah sebuah dokumenter yang dibuat Ki-duk dengan sangat sederhana di masa pengasingannya selama hampir tiga tahun tersebut. Saya sendiri berekspektasi cukup tinggi terhadap Amen. Melihat posternya satu kata yang terlintas di pikiran saya adalah "Indah". Dari judulnya sendiri film ini terasa akan menjadi film yang penuh perenungan layaknya film-film Ki-duk sebelumnya. Dari judulnya sendiri saya berekspektasi film ini akan menjadi sebuah kisah yang cukup dalam menyinggung tema religi, apalagi dari premis yang saya baca kisahnya adalah tentang seorang wanita yang melakukan perjalanan misterius. Ah, apakah ini akan menjadi sebuah road movie ala Kim Ki-duk? Jika road movie biasa saja sudah sering memberikan berbagai perenungan tentang hidup, bagaimana jika road movie itu garapan Kim Ki-duk?

Dalam Amen kita akan diajak mengikuti perjalanan seorang gadis Korea tanpa nama (Kim Ye-na). Gadis tersebut melakukan sebuah perjalanan hingga ke berbagai kota di Eropa mulai dari Paris hingga Venice untuk mencari seorang pria bernama Lee Myong-soo. Tidak terlalu dijelaskan siapa Lee Myong-soo dan apa hubungannya dengan gadis tersebut. Saya sendiri tidak terlalu yakin namanya Lee Myong-soo mengingat nama tersebut hanya muncul beberapa kali saat gadis tersebut berteriak memanggil nama itu. Entah apa pula tujuan gadis itu mencari Lee Myong-soo karena hal-hal tersebut tidak pernah dijelaskan secara gamblang dalam film ini. Ditengah pencariannya, gadis tersebut diperkosa oleh pria misterius yang memakai topeng/masker (Kim Ki-duk). Peristiwa itu terjadi saat sang gadis sedang tidur dalam kereta. Tidak hanya diperkosa, pria itu juga ikut mengambil barang milik gadis itu. Meski begitu perjalanan terus berlanjut dan sosok pria misterius itu makin sering muncul.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

PERAHU KERTAS 2 (2012)

Tidak ada komentar
Hanya berjarak sekitar dua bulan dari Perahu Kertas, film keduanya ikut dirilis. Sebuah langkah yang cukup unik merilis sekuel hanya berjarak dua bulan dari film pertamanya. Kasus dimana sebuah adaptasi novel dibagi menjadi dua film memang beberapa kali terjadi seperti pada Harry Potter and the Deathly Hallows ataupun The Twilight Saga: Breaking Dawn. Namun dari kedua adaptasi tersebut, jarak film pertama dan keduanya ada lebih dari setengah tahun. Sudah yakin dengan hasil syutingnya ataukah karena mengejar momentum (kejar setoran) saya tidak tahu pasti alasan film garapan Hanung ini dirilis sangat berdekatan. Yang pasti, film pertamanya memberikan kesan yang positif bagi saya. Perahu Kertas membuktikan bahwa perfilman Indonesia masih sanggup membuat drama romantis dengan pangsa pasar remaja yang berkualitas dan punya sisi kesederhanaan dan keindahan disaat bersamaan. Setelah film pertamanya diakhiri dengan ending yang membuat penonton (yang suka pada filmnya) makin penasaran dengan lanjutan ceritanya, maka film keduanya ini langsung melanjutkan momen tersebut.

Setelah beberapa lama tidak bertemu, Kugy (Maudy Ayunda) dan Keenan (Adipati Dolken) akhirnya kembali berjumpa di pesta pernikahan Eko (Fauzan Smith) dan Noni (Sylvia Fully) . Disitulah mereka kembali mengingat perasaan yang pernah dan masih mereka rasakan kepada satu sama lain. Saat itu status keduanya sudah sama-sama mempunyai pacar dimana Kugy sudah pacaran dengan bosnya, Remi (Reza Rahadian). Keenan sendiri berpacaran dengan gadis yang ia temui di Bali, Luhde (Elyzia Mulachela). Pertemuan tersebut kembali membuat keduanya dekat dan menghabiskan waktu bersama. Bahkan keduanya kembali berpartner dimana Kugy menulis cerita dongeng anak-anak sedangkan Keenan menjadi ilustratornya. Tapi perasaan yang mereka rasakan harus terhalang oleh keadaan dimana mereka berdua sudah sama-sama mempunyai pacar. Jadi apakah film keduanya ini bisa menjadi penutup yang lebih baik dari film pertamanya? Sayangnya bagi saya tidak.

Tidak ada komentar :

Comment Page: