SILVER LININGS PLAYBOOK (2012)

1 komentar
Saya tidak terlalu suka David O. Russell. Karyanya sebelum ini, The Fighter bagi saya adalah salah satu film paling overrated dengan tujuh nominasi Oscar termasuk Best Picture berhasil didapat. Akting para pemainnya memang hebat, tapi tidak dengan filmnya. Karena itu saya tidak terlalu berekspektasi tinggi dalam film terbarunya ini yang merupakan adaptasi dari novel berjudul sama garapan Matthew Quick. Seperti The Fighter, Silver Linings Playbook juga cukup berjaya sebagai nominator Oscar dengan mengantongi delapan nominasi termasuk Best Picutre. Keempat pemainnya yaitu Bradley Cooper, Jennifer Lawrence, Robert DeNiro dan Jacki Weaver masing-masing mendapat satu nominasi keaktoran. Film ini sanggup mengalahkan Moonrise Kingdom-nya Wes Anderson sebagai nominator Oscar, sebagaus itukah film terbaru David O. Russell ini? Atau lagi-lagi para kritikus memang keterlaluan dalam mencintai karya-karyanya? Judul film ini berasal dari sebuah ungkapan silver linings yang berarti kebahagiaan/hal baik yang muncul dalam situasi yang buruk/sedih. Di film ini memang para pemainnya tengah menyusun strategi (playbook) untuk mencari kebahagiaan mereka.

Patrick Solitano Jr. atau yang akrab dipanggil Pat Jr. (Bradley Cooper) baru saja keluar dari rumah sakit jiwa akibat bipolar disorder yang ia miliki. Bipolar disorder sendiri adalah sebuah gangguan mood yang bisa membuat emosi pengidapnya naik turun. Pat Jr. sendiri sempat mengalami sebuah insiden dimana ia begitu marah saat memergoki istrinya, Nikki (Brea Bee) sedang berselingkuh dan memukuli selingkuhan sang istri hingga nyaris mati. Hal itu yang membuatnya dikirim ke rumah sakit jiwa. Menghabiskan delapan bulan disana, Pat Jr. akhirnya bisa kembali pulang dengan syarat tidak boleh menghubungi Nikki dan dibatasi untuk tidak terlalu jauh berkeliaran dari sekitar rumahnya. Pat Jr. kini tinggal bersama sang ibu, Dolores (Jacki Weaver) dan ayahnya, Pat Sr. (Robert DeNiro). Sang ayah yang pengidap OCD adalah penggila baseball yang baru saja kehilangan pekerjaannya. Dalam kesehariannya, Pat Jr. berusaha untuk mengontrol emosinya supaya bisa mendapatkan Nikki kembali. Sampai suatu hari ia bertemu dengan Tiffany (Jennifer Lawrence), seorang gadis yang "sama gilanya" dengan Pat. Dengan rasa sakit dan gangguan yang sama-sama mereka alami ternyata justru makin mendekatkan mereka berdua.

Silver Linings Playbook sebenarnya punya dasar cerita yang tidak terlalu spesial, yaitu tentang seorang pria yang berusaha memperbaiki hubungan dengan istrinya, namun disisi lain justru datang sosok wanita yang baru dimana kita sudah akan mengetahui  bagaimana akhir kisah cinta tersebut. Semua komedi romantis selalu punya subplot, dan film ini juga menghadirkan subplot dalam kisah hubungan ayah dan anak. Beberapa kejutan kecil yang coba dimasukkan juga predictable. Yang membuat ceritanya menjadi lebih berbeda adalah berkat karakterisasi yang diberikan pada tiap-tiap tokohnya. Mereka semua adalah penderita gangguan psikologis yang punya ketidak stabilan emosi dan perilaku masing-masing. Konflik yang timbul baik secara internal dalam diri karakternya ataupun di eksternal yang muncul akibat gangguan psikologis tersebut-lah yang membuat film ini jadi jauh lebih menarik dan dinamis. Konflik antara Pat dan Tiffany jadi jauh lebih menarik karena gangguan mental mereka masing-masing. Emosi yang meledak-ledak hingga kata-kata absurd yang seringkali muncul membuat hubungan keduanya menjadi menarik. Hal yang sama berlaku pada konflik yang menyangkut Pat Sr. Dengan OCD (Obsessive Compulsive Disorder) yang ia miliki, tingkahnya pun tidak kalah unik, dan jika ada satu hal saja yang mengganggu keteraturannya, ia akan begitu terganggu.
Naskahnya cerdas, dengan begitu banyak dialog asburd yang seringkali diucapkan oleh Pat dan Tiffany. Dialog-dialognya mendukung kegilaan yang mereka berdua alami yang terkadang memberikan sentuhan komedi yang pas pada film ini. Karakterisasi yang diberikan seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya sanggup membuat filmnya lebih dinamis, meski sebenarnya keakuratan mengenai mental illness yang ada tidak sepenuhnya pas, tapi tidak terlalu mengganggu. Dengan karakterisasi yang baik, para aktor dan aktrisnya pun turut bermain begitu baik. Bradley Cooper muncul dengan akting terbaiknya selama ini sebagai pria dengan mood swing dan berhasil menjalin chemistry kuat dengan Jennifer Lawrence yang juga sangat bagus sebagai sosok wanita yang agak freak tapi sangat mudah disukai. Ya, saya sangat menyukai karakter Tiffany yang ia perankan dengan segala keanehan dan tatapn matanya yang nampak tidak pernah bahagia itu. Robert DeNiro bagaikan kembali ke performa punckanya disini dengan ganjaran nominasi Oscar setelah 20 tahun lamanya tidak pernah menjadi nominator.

Banyak yang mengkritisi film ini punya ending yang terlalu manis, dan saya sendiri mengakui ending-nya sangat predictable, Tapi tidak ada salahnya memakai akhir yang bahagia dan (agak) kelewat manis seperti film ini. Saya sendiri tidak sependapat dengan banyaknya komentar tentang apa yang berusaha disampaikan film ini lewat ending-nya, yaitu bahwa cinta dapat mengatasi semua hal termasuk gangguan mental. Bagi saya gangguan mental yang dialami oleh Pat dan Tiffany mulai membaik bukan semata-mata karena cinta, tapi berkat adanya rutinitas latihan dansa mereka. Bagi penderita gangguan emosi, kegiatan khususnya yang menguras fisik akan sangat membantu bagi mereka dalam mengontrol emosi. Jadi saya tidak sedikitpun merasa adanya anggapan cinta dapat menyembuhkan segalanya. Namun memang cinta dapat memberikan sebuah dukungan batin yang cukup kuat dalam penyembuhan penyakit mental, itulah yang saya rasakan dalam Silver Linings Playbook. Pat yang sebenarnya butuh dimengerti akhirnya menemukan Tiffany yang punya kondisi mental yang sama dengan dirinya, dan justru jadi orang yang paling mengerti Pat, dengan caranya sendiri tentunya.

Banyak adegan yang terasa menyentuh namun tidak kehilangan sentuhan komedinya. Seperti adegan saat Tiffany marah-marah di restoran lalu pertengkaran berlanjut di jalanan, bagi saya itu adalah momen menyentuh dimana Tiffany dan Pat menemukan kepedulian satu sama lain. Juga saat Pat Sr. mengamuk disaat timnya kalah yang menjadi highlight dari akting DeNiro di film ini. Begitu menyakitkan, tapi disusul dengan adegan yang kocak begitu Tiffany ikut masuk ke pertengkaran. Hubungan cinta Pat dengan wanita ataupun dengan sang ayah semuanya terasa menyentuh. Mungkin saja Pat sebenarnya menyadari Nikki tidak lagi mencintai dirinya, tapi akibat cinta buta dan usahanya untuk selalu berpikir positif, ia masih saja berusaha mengejar sang istri. Semua kisahnya terasa begitu manis, hingga walaupun diakhiri dengan begitu tertebak, saya tidak protes dan terganggu karena memang akhir yang manis itulah yang saya harapkan dari sebuah kisah cinta yang begitu manis ini. Silver Linings Playbook memang sederhana dari segi cerita dibalik segala kompleksitas tiap-tiap karakternya. Sebuah film yang punya sisi manis ditengah segala sisi gelap yang dimiliki oleh karakternya, benar-benar sesuai dengan ungkapan silver linings itu sendiri.


1 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

akting bradley cooper disini jelek lebih bagus n pas di limitless