LORE (2012)

1 komentar
Sudah begitu banyak film yang berkisah seputar nazi dan perang dunia II. Kebanyakan dari film tersebut akan menyoroti tragedi hollocaust dengan seorang Yahudi sebagai tokoh utamanya, ataupun menceritakan kisah Adolf Hitler. Namun sudut pandang serta konflik yang diangkat dalam film Lore garapan Cate Shortland ini cukup unik. Alih-alih menyoroti tragedi hollocaust, film yang menjadi perwakilan Australia pada Oscar 2013 ini justru menyoroti usaha anak-anak dari seorang anggota nazi untuk bertahan hidup disaat Jerman sudah dinyatakan kalah dan Hitler telah tewas. Film ini sendiri ceritanya berbasis dari buku The Dark Room karya Rachel Seiffert yang dipublikasikan pada tahun 2001 lalu. Judul film ini berasal dari nama tokoh utamanya, Lore (Saskia Rosendahl) yang merupakan puteri sulung dari lima bersaudara. Suatu hari mereka harus pergi dari rumah bersama sang ibu setelah ayah mereka berada dalam daftar anggota nazi yang diburu oleh pasukan sekutu. Untuk itu mereka harus melakukan perjalanan sejauh 900 km untuk menuju rumah sang nenek yang terletak di Hamburg. Tidak hanya jauh karena mereka juga harus menempuh perjalanan tersebut dengan berjalan kaki serta perbekalan seadanya. Padahal empat orang adik Lore masih kecil, bahkan si bungsu masih bayi.

Keadaan bertambah sulit bagi Lore saat sang ibu meninggalkan mereka dan menyerahkan tanggung jawab pada Lore untuk menjaga adik-adiknya dalam sisa perjalanan yang berbahaya dan penuh rintangan tersebut. Sampai di tengah perjalanan mereka bertemu dengan seorang pria Yahudi misterius bernama Thomas (Kai Malina) yang pada akhirnya melakukan perjalanan bersama lima bersaudara tersebut. Menonton Lore bukan hal yang bisa dikatakan mudah karena penyajiannya yang punya rasa arthouse serta Eropa yang cukup kental dimana film berjalan dengan tempo yang lambat, konflik realis serta dinamika cerita yang jika diperhatikan sekilas akan terasa datar bahkan di klimaks sekalipun. Bahkan tidak seperti film-film besar ala Hollywood yang "berbaik hati" memberikan penjabaran atas semua yang terjadi di dalamnya, film macam Lore akan seringkali hanya memberikan gambaran tersirat ataupun sekilas saja. Tapi disinilah yang membuat film ini menarik, karena lebih menyoroti konflik internal serta perasaan karakternya beserta berbagai pesan tersirat yang menghiasi sepanjang filmnya. Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya bahwa film ini mengambil sudut pandang yang menarik dalam narasinya. Dengan menjadikan anak seorang petinggi nazi sebagai sentral kita akan diberikan sudut pandang lain mengenai pergolakan di Jerman pada masa itu.

Benarkah mereka para nazi hanyalah sekumpulan orang-orang kejam tanpa peri kemanusiaan? Ataukah mereka hanya "korban" dari doktrinasi ideologi serta fanatisme yang diberikan secara turun temurun? Faktanya anak-anak yang notabene belum paham apa itu politik dan makna dalam ideologi nazi sudah mempunyai fanatisme serta begitu memuja sosok Hitler bagaikan prang suci. Apa mereka tahu apa yang Hitler perbuat? Tentu tidak, namun pemujaan terhadapnya yang mereka dengar tiap hari jelas membentuk kepercayaan termasuk kebencian pada orang Yahudi. Namun sesungguhnya Lore tidak hanya berfokus pada nazi dan perang dunia. Memang suasana horor nan mencekam yang terjadi akibat perang begitu terasa disini. Tidak hanya kematian saja yang menjadi pemandangan horor namun juga bagaimana hal tersebut berpengaruh pada kondisi psikis seseorang. Akan ada orang yang depresi bahkan mengalami gangguan jiwa, kerusakan moral dimana-mana, serta sebuah keluarga yang kehilangan kehangatan di dalamnya. Semua bentuk tersebut tergambar pada orang-orang yang ditemui Lore dalam perjalanannya
.
Tapi di samping itu semua, film ini juga merupakan kisah coming of age yang terasa nyata dan cukup kelam. Kita akan melihat bagaimana Lore ikut berkembang seiring dengan perjalanan yang ia lalui. Meski dibebani tanggung jawab yang begitu besar, Lore tetaplah gadis remaja biasa yang tengah tumbuh dewasa. Dia mulai mengenal cinta bahkan hasrat serta rasa penasaran akan hal seksual tengah mencapai puncaknya. Disisi lain bagi Lore hal tersebut dia rasa tidak bisa berjalan seiringan dengan tanggung jawab serta kepercayaan yang ia pegang. Itulah momen dimana perasaan bertabrakan dengan pikiran. Apakah kita harus memilih salah satunya? Itulah yang menjadi konflik dalam diri Lore. Berlawanan dengan itu, kita akan melihat ibu Lore yang makin merasa dirinya sudah tua dan tidak lagi menarik.  Hal itulah yang berujung terhadap padamnya gelora seksual serta hasrat yang ia miliki. Meski berjalan lambat, film ini juga memiliki beberapa kejutan yang terletak menjelang akhir. Beberapa kejutan yang cukup tragis dan akan membawa kita pada sebuah ending yang kelam serta depresif. Konklusinya sendiri akan menimbulkan pertanyaan "apakah lebih baik mati atau hidup dalam penderitaan serta penyesalan yang tidak kita ketahui kapan berakhir?"Lore adalah bentuk realisme yang ditampilkan secara realistis namun juga penuh makna. Nuansanya kelam tapi juga mempunyai sinematografi yang indah. Hanya saja dengan alur yang lambat serta dramatisasi yang minim membuat Lore tidak menjadi tontonan semua orang. Tempo yang lambat ini jugalah yang membuat saya tidak merasa maksimal dalam menikmati film ini.

1 komentar :

Comment Page:
Fariz Razi mengatakan...

Wah penasaran jg sama film ini,banyak yg bilang lumayan