STORIES WE TELL (2012)

3 komentar
Mengawali karir sebagai aktris yang angkat nama lewat film-film seperti Dawn of the Dead, eXistenZ hingga My Life Without Me, Sarah Polley kini mulai mematenkan namanya sebagai salah satu sutradara yang patut diperhitungkan. Dua film yang disutradarainya yakni Away from Her dan Take This Waltz berhasil mendapat tanggapan sangat baik dari para kritikus. Bahkan naskah adaptasi yang ia tulis dalam Away from Her mendapat nominasi Oscar. Setelah berhasil lewat dua drama tersebut, Polley memilih untuk menyutradarai sebuah film dokumenter sebagai karya ketiganya. Yang menarik dari dokumenter ini adalah materi yang diangkat merupakan rangkuman kehidupan pribadi Polley sendiri. Stories We Tell mengajak kita untuk menelusuri hubungan yang terjadi antara kedua orang tua Sarah Polley termasuk usaha yang ia lakukan untuk mengungkap sebuah rahasia besar mengenai jati diri ayah kandungnya. Yang menarik sebenarnya kisah tersebut sudah diketahui oleh beberapa jurnalis, namun mereka memilih tidak mempublikasikan kisah tersebut untuk menghormati Polley hingga ia siap untuk menuturkan kisah itu lewat caranya sendiri.

Stories We Tell memulai kisahnya saat kedua orang tua Polley yang sama-sama pelakon teater yakni Michael Polley dan Diane Elizabeth pertama kali bertemu dan saling jatuh cinta. Kemudian narasinya akan berjalan disaat satu per satu dari anggota keluarga Sarah Polley beserta kerabat-kerabat lain dari kedua orang tuanya mulai bercerita tentang sosok sang ibu yang telah meninggal saat Sarah berusia 11 tahun. Dari situlah perlahan kita mulai mempelajari bagaimana sosok dan kepribadian kedua orang tua Sarah, bagaimana pernikahan mereka berjalan, hingga pada akhirnya kita sampai pada penelusuran mengenai misteri siapa sebenarnya ayah kandung dari Sarah Polley. Film ini mengajak kita untuk mendengarkan cerita yang dituturkan oleh masing-masing narasumber sambil sesekali menyuguhkan rekonstruksi dari ceritanya yang dikemas dengan menarik. Adegan rekonstruksi tersebut terasa sangat menarik karena Sarah Polley memilih mengambil gambarnya dengan kamera Super-8 yang membuatnya terasa seperti footage sungguhan. Pengemasan setting lokasi, kostum dan tata make-up untuk para aktor dan aktrisnya makin membuat rekonstruksi tersebut serasa nyata. Saya seolah diajak untuk melihat secara langsung kejadian yang diceritakan oleh narasumbernya.

Banyak aspek yang tergali oleh film ini. Sara Polley sendiri menyatakan bahwa salah satu tujuan filmnya adalah untuk mengeksplorasi memori dari masing-masing narasumber. Film ini memposisikan semua narasumbernya setara tanpa memihak dan condong kearah salah satunya tidak peduli siapa narasumber tersebut. Dari situlah kita diajak untuk mengamati bagaimana memori bahkan perspektif seseorang akan begitu berpengaruh pada cerita yang mereka tuturkan. Hal ini membuat setiap narasumbernya memiliki versi cerita mereka masing-masing. Masing-masing dari mereka datang dengan kisah yang bisa jadi sama atau bahkan sama sekali berbeda. Hal tersebut dipengaruhi oleh memori yang tertanam dalam diri mereka dan perspektif mereka akan permasalahan yang tengah dibahas. Bisa jadi pandangan mereka terhadap suatu hal dibentuk bukan hanya karena fakta yang mereka tahu namun juga dipengaruhi oleh bias mereka terhadap seseorang yang menjadi sentral permasalahan tersebut. Hal itu sanggup menciptakan perbedan meski hanya sedikit dalam masing-masing cerita yang muncul, dan hal itulah yang terus membuat film ini menarik meski ktia hanya diajak mendengarkan cerita yang keluar dari mulut narasumber.
Dalam film ini juga kita diajak untuk melihat suatu ironi bahwa meskipun seseorang begitu dekat dengan orang lain, bahkan walaupun mereka tinggal bersama dan selalu bertemu setiap harinya, mereka bisa saja tidak mengenal secara mendalam antara satu sama lain. Mungkin mereka tahu kebiasaan yang nampak, mereka tahu makanan kesukaan satu dan yang lain, namun belum tentu mereka tahu apa yang ada di dalam benak lainnya. Hingga pada akhirnya seseorang bisa salah menginterpretasikan perilaku ataupun perasaan yang tengah dirasakan orang lain itu, padahal raga mereka begitu dekat. Penelusuran akan hal-hal tersebut jugalah yang membuat film ini menarik. Tapi salah satu daya tarik utama dari narasinya adalah keberadaan misteri yang diungkap faktanya secara perlahan disini. Fakta-fakta yang tersimpan begitu rapih tersebut mampu membuat saya terkejut saat tiba waktunya hal tersebut diungkapkan. Kita diajak berada dalam posisi Sarah Polley dan narasumber lainnya saat mereka juga begitu terkejut mendengar berbagai fakta tersembunyi yang mengiringi kisah kehidupan keluarga Polley.

Tapi sayangnya daya tarik dari film ini semakin menurun di paruh akhir, tepatnya disaat sudah tidak ada lagi misteri yang disembunyikan oleh kisahnya. Pada bagian disaat tidak ada lagi misteri seharusnya penonton diajak untuk mulai memberikan simpati dan merasa tersentuh dengan kisahnya, disaat orang-orang yang terlibat mulai mengetahui fakta yang sesungguhnya. Tapi yang terjadi adalah Stories We Tell semakin terasa sebagai sebuah tontonan personal bagi Sarah Polley dan keluarganya. Bukan sebuah hal buruk menyajikan karya yang begitu personal, malah itu bisa menjadi sebuah karya yang sangat baik karena sang sutradara paham benar akan materi yang disajikan. Tapi yang terjadi dalam paruh akhir Stories We Tell adalah sebuah film yang terlalu personal dan seolah Sarah Polley tidak lagi terlalu mempedulikan penonton selain mereka yang terlibat dalam kasus tersebut. Mungkin saja hal ini bisa berhasil andaikan Stories We Tell sanggup mengikat saya pada orang-orang yang terlibat lebih kuat daripada film ini membuat saya terikat akan misterinya. Terasa begitu menarik diawal, terasa membosankan menjelang akhir, namun Stories We Tell tetap sebuah dokumenter yang memuaskan. Setidaknya meski paruh akhirnya kurang menarik, sebuah adegan yang menjadi penutup film ini terasa berkesan dan membuat saya tertawa lepas.

3 komentar :

Comment Page:
krhh mengatakan...

Bang, gak kepengen bikin indeks gitu biar gampang nyarinya? Hehe

Rasyidharry mengatakan...

Indeks yang kayak gimana contohnya? hehehe

krhh mengatakan...

Itu loh, bikin posting terus ngurut judul2 film yang udah di review