ROOM 237 (2012)

1 komentar
Adaptasi The Shining yang dilakukan oleh Stanley Kubrick terhadap novel milik Stephen King memang sempat menjadi kontroversi dimana King sendiri kecewa dengan film tersebut karena Kubrick banyak melakukan perubahan yang menurutnya merusak esensi novelnya. Pada awal perilisannya pun tanggapan yang muncul tidak semuanya positif. Baru seiring berjalannya waktu banyak yang merubah pendapatnya akan The Shining dan kini telah dianggap sebagai salah satu film horor terbaik yang pernah dibuat. Pada dasarnya The Shining adalah sebuah horor psikologis yang menarik tentang Jack Torrance (Jack Nicholson) perlahan mulai kehilangan kontrol dirinya saat menjadi penjaga hotel bersama anak dan istrinya. Tidak hanya memunculkan momen-momen mencekam seperti penampakan hantu, banjir darah hingga momen ikonik saat wajah Jack Nicholson muncul sambil menyeringai dari pintu yang pecah tapi film ini turut menghadirkan studi karakter yang kuat dan mendalam. Namun yang lebih menarik adalah begitu banyaknya interpretasi yang bermunculan mengenai makna sesungguhnya yang coba ditampilkan secara implisit oleh Kubrick.

Dalam Room 237, kita akan dibawa untuk mengikuti kepada para narasumber yang masing-masing memiliki interpretasi sendiri terhadap makna yang terdapat dalam The Shining. Muncul banyak interpretasi menarik dari mereka. Ada yang menyebutkan bahwa Kubrick mencoba menyampaikan tentang pembantaian para Indian oleh kaum pendatang dengan berpatokan pada banyaknya properti dan hiasan yang memiliki corak khas suku Indian dan berbagai hal lain yang memiliki kaitan erat dengan penduduk asli Amerika tersebut. Ada juga yang menyebut bahwa The Shining adalah kisah tentang holocaust setelah melihat berbagai hal yang berkaitan dengan Jerman ataupun waktu terjadinya holocaust. Kedua interpretasi tersebut sama-sama punya benang merah yakni pembantaian yang digambarkan oleh sosok Jack Torrance yang meneror dan mencoba membunuh keluarganya setelah menjadi gila. Ada juga yang menyebut ini adalah kisah tentang masa lalu. Tapi yang paling menghebohkan dan menarik adalah interpretasi yang menyebuth bahwa The Shining adalah upaya Kubrick melakukan "pengakuan" bahwa ia ada dibalik pemalsuan pendaratan di Bulan.

Jika anda mencari teori-teori tentang pemalsuan pendaratan Apollo 11 di bulan maka anda akan menemui sebuah teori yang menyebutkan bahwa Stanley Kubrick adalah orang yang menyutradarai footage pendaratan tersebut dan 2001: A Space Odyssey merupakan uji coba teknologi sebelum misi sesungguhnya dilakukan. Room 237 berhasil membuat saya terpana pada begitu obsesifnya para narasumber yang ada dimana mereka sampai berulang-ulang menonton The Shining dan berhasil menemukan berbagai detail hingga yang paling kecil dan nyaris tidak terlihat sekalipun. Ini adalah tontonan yang membuktikan bagaimana sebuag film mampu menyihir banyak orang dan membuat mereka jatuh cinta bahkan terobsesi luar biasa terhadap film tersebut. Room 237 membawa penontonnya menelusuri pikiran para narasumber sekaligus pikiran mereka sendiri disaat penonton mulai dijejalkan dengan satu per satu interpretasi yang otomatis akan membuat kita ikut berpikir dan memilah-milah interpretasi mana yang sebenarnya tepat atau kita sukai. Kita diajak ikut merangkai kepingan-kepingan puzzle yang disebar untuk memecahkan apa sesungguhnya The Shining itu.
Tentu saja disisi lain saya juga merasa beberapa interpretasi yang muncul terlalu dipaksakan untuk mendukung teori yang disampaikan. Beberapa detail kecil yang disampaikan cukup sering tidak masuk akal atau dipaksakan supaya masuk akal sebagai contoh kemunculan poster minotaur, ekspresi Jack yang dikatakan mirip minotaur, hingga bagaimana interpretasi yang muncul dari seorang narasumber yang menonton The Shining dengan normal dan backward secara bersamaan. Sekilas terasa masuk akal dan jenius, namun tetap saja sejenius dan segila apapun Stanley Kubrick, akan sangat sulit melakukan hal yang disampaikan teori tersebut. Kubrick memang gila, obsesif, perfeksionis pada detil dan tentunya super jenius namun beberapa teori yang ada terlalu tidak masuk akal. Tapi saya meyakini bahwa semua penonton berhak memiliki teori mereka masing-masing mengenai sebuah film. Yah, disaat membuat sebuah karya tidak dibatasi, maka penonton pun bebas tanpa terbatasi apapun untuk mengutarakan pendapat hingga interpretasi mereka terhadap karya tersebut segila apapun interpretasi tersebut.

Jadi pertanyaannya apakah memang segala teori yang dimiliki para penggila The Shining  tersebut layak untuk dikemas menjadi sebuah film? Jika tujuannya adalah untuk mencari kebenaran, maka yang dihadirkan oleh Room 237 jauh dari mengesankan mengingat banyak teori yang tidak masuk akal, tapi masalahnya bukan itu tujuan Room 237. Ini adalah sebuah kisah tentang bagaimana sebuah film mampu membuat penontonnya begitu terobsesi. Ironisnya, The Shining sendiri adalah kisah tentang pria yang terobsesi dan memberikan dampak yang mirip dengan para penontonnya. Tidak peduli interpretasi yang mereka sampaikan benar atau tidak, Room 237 sudah berhasil menggambarkan bagaimana sihir sebuah film bekerja pada para penonton. Disisi lain film ini juga dikemas dengan begitu menarik saat menampilkan berbagai macam footage yang menunjang narasi yang disampaikan oleh masing-masing narasumber. Berbagai footage tersebut kebanyakan berasal dari The Shining dan lainnya dari film-film Kubrick lain seperti Eyes Wide Shut, Barry Lyndon dan masih banyak lagi. Sebuah dokumenter yang dipenuhi teori-teori menarik yang tidak hanya membuka sudut pandang baru bagi The Shining sendiri tapi juga bagaimana film secara keseluruhan dipandang.

1 komentar :

Comment Page:
MULYONO-KALSEL mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.