SYNECDOCHE, NEW YORK (2008)

1 komentar
 
Charlie Kaufman adalah nama dibalik naskah-naskah cerdas yang kompleks serta penuh kegilaan seperti Adaptation, Being John Malkovich hingga Eternal Sunshine of the Spotless Mind. Kisah-kisah yang ia tulis selalu penuh metafora dan jalinan plot yang jelas diluar logika. Jadi akan seperti apa hasilnya jika sang penulis menyutradarai sendiri naskah yang ia tulis? Jawabannya adalah Synecdoche, New York yang menjadi debut penyutradaraan Kaufman sekaligus satu-satunya film yang ia sutradarai hingga saat ini. Tentu saja akan ada banyak hal-hal absurd yang membuat penonton harus berpikir keras tentang makna yang sebenarnya terkandung dalam film ini. Film ini sendiri boleh saja menjadi box office bomb dimana dari $20 juta bujet yang digelontorkan hanya sekitar $4 juta saja pemasukan yang didapat, namun secara kualitas khususnya di mata para kritikus film ini sukses besar. Bahkan seorang Rogert Ebert menasbihkan film ini sebagai the best movie of the decade pada tahun 2009. Kisahnya sendiri akan berada disekitaran kehidupan Caden Cotard (Philip Seymour Hoffman), seorang sutradara teater yang mengalami banyak masalah dan ketidak bahagiaan dalam perjalanan hidupnya.

Caden tinggal bersama istrinya, Adele Lack (Catherine Keener) seorang pelukis yang mengkhususkan diri pada lukisan berukuran kecil serta puterinya yang berusia empat tahun, Olive (Sadie Goldstein) yang selalu hidup dalam ketakutan akan berbagai hal. Kehidupan rumah tangga Caden tidak pernah berjalan lancar dan ia sendiri merasa tidak bahagia akan kondisi tersebut. Caden pun sempat terlibat affair dengan Hazel (Samantha Morton) yang bekerja sebagai penjaga tiket di gedung pertunjukkaan tempat ia melangsungkan pementasan teater. Namun hubungan Caden dan Hazel pun tidak berjalan lancar karena disisi lain Caden masih merasa setia pada keluarganya. Kondisi makin diperparah saat Adele memilih pergi meninggalkan Caden bersama Olive untuk tinggal di Jerman bersama Maria (Jennifer Jason Leigh) yang merupakan sahabat Adele. Disaat itulah Caden secara tidak terduga mendapatkan "MacArthur Fellowship" yang membuatnya mendapat bantuand ana untuk mewujudkan mimpi artistiknya. Akhirnya Caden mendapat ide "gila" disaat ia memutuskan membuat sebuah pertunjukkan teater berskala massive yang mencakup semua kehidupan di kota New York, mulai dari semua bangunan yang ada sampai orang-orang di dalamnya, termasuk dirinya dan keluarganya. Disitulah batasan antara pementasan dan kenyataan mulai memudar.

Jadi apa yang ingin disampaikan oleh Charlie Kaufman dalam Synecdoche, New York? Kata Synecdoche yang berarti kondisi saat bagian dari sesuatu merepresentasikan sesuatu itu secara keseluruhan seolah menggambarkan apa yang dilakukan oleh Caden disini. Segala ide dan perasaan dalam diri Caden ia tumpahkan dalam sebuah miniatur kota New York yang berbentuk pementasan berskala besar. Disinilah kita melihat bagaimana ide dan rasa dari Caden yang merupakan bagian kecil dari besarnya kota New York menjadi representasi menyeluruh dari New York itu sendiri dalam sebuah media pementasan teater. Tapi itu "hanyalah" kulit dari banyak hal lain yang coba disajikan oleh Charlie Kaufman dalam berbagai simbol dan metafora dalam film ini. Sosok Caden menggambarkan seorang pria yang dipenuhi kesedihan dan masalah-masalah dalam hidupnya. Caden adalah seseorang yang berusaha mencari bentuk kebahagiaan namun sesungguhnya yang harus ia temukan adalah identitas dirinya yang justru belum ia kenali. Hal itu terlihat disaat dia mulai bekerja dengan Sammy (Tom Noonan) yang seolah membantu Caden untuk lebih mengenali hidup serta perasaannya sendiri. Pada akhirnya Caden menyadari kebahagiaan dan cinta yang ia cari saat dirinya sudah secara menyeluruh mengenal siapa ia sesungguhnya.
Synencdoche, New York pun turut menyodorkan kisah tentang jalan hidup yang diambil oleh seseorang. Ada Caden yang seringkali kebingungan mengambil keputusan yang harus ia ambil hingga akhirnya membuat dirinya tertimpa berbagai masalah demi masalah. Ada juga orang-orang seperti Hazel yang akhirnya mengambil keputusan dengan pasti meskipun ia tahu bahwa hal itu bisa membahayakan bagi dirinya karena sejatinya setiap langkah memiliki konsekuensi. Hal itu terlihat saat Hazel tetap tiggal di rumah yang penuh asap karena terbakar meski ia takut akan meninggal akibat kondisi rumahnya tersebut. Semuanya dibungkus oleh Charlie Kaufman dalam tone yang suram dimana sosok Caden selalu mendapati kehilangan dalam hidupnya, kesedihan dan kental dengan hal-hal berbau kematian. Pembawaan Philip Seymour Hoffman pun memudahkan saya untuk bersimpati pada sosok Caden yang sepanjang hidupnya terus berjuang sambil mempertanyakan segala kesusahan yang ia alami. Bahkan meskipun ada pertanyaan mengenai apakah segala kesedihan, kematian bahkan penyakit yang dialami oleh Caden adalah nyata ataupun delusi mengingat nama Cade Cotard bisa diartikan sebagai sebuah mental disroder bernama Cotard Delusion. Bahkan momen saat Caden diberi arahan oleh sutradara lewat bisikan di telinga mengingatkan pada salah satu gejala yang muncul pada pengidap Skizofrenia.

Charlie Kaufman benar-benar menyoroti bagaimana perjalanan hidup seorang manusia dalam sisi gelapnya. Bagaimana perjalanan rentang waktu kehidupan yang harus ia jalani, bagaimana waktu terasa begitu cepat berlalu saat seseorang mulai menyadari kesalahan yang ia lakukan dan berpacu dengan waktu untuk menemukan sesuatu ataupun seseorang dalam hidupnya dan bagaimana sebuah keputusan yang diambil dalam hidup selalu akan memberikan pengaruh yang mungkin bisa berdampak begitu besar dan panjang. Ini adalah bukti dari Charlie Kaufman bahwa tanpa berkolaborasi dengan Spike Jonze ataupun Michael Gondry sekalipun ia tetap bisa mewujudkan visi ajaib nan absurd yang ia miliki dengan begitu baik. Synecdoche, New York adalah eksplorasi yang ajaib mengenai rentang kehidupan dan psikologis manusia yang kental dengan unsur Jungian dalam masa hidup seorang Caden Cotard. Mungkin anda akan merasa pusing dengan bagaimana alurnya berjalan tapi kerumitan labirin milik Charlie Kaufman ini terasa terlalu indah dan terlalu ajaib untuk ditolak dan sayapun akhirnya pasrah dibuat harus berpikir keras agar tidak tersesat didalam labirin tersebut.

1 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

Penampilan paling bagus dari Mr.Hoffman! lebih baik daripada di "capote" imo. banyak scene2 memorable terutama pas scene Pemakaman yg pendeta nya malah ngeluarin pidato yg epic. apalagi musik2 dari jon brion