BELENGGU (2013)

1 komentar
Bagi yang sudah pernah menonton film-film garapan Upi Avianto pasti familiar bahwa sutradara yang satu ini gemar membuat film-film yang bisa dibilang stylish seperti Realita, Cinta dan Rock'n Roll, Radit dan Jani sampai Serigala Terakhir terlepas dari apakah style tersebut substansial dan terasa pas ataukah hanya tempelan belaka dan kadang terasa menggelikan. Tapi dari deretan filmnya saya yakin sesungguhnya Upi punya kemampuan serta potensi yang sangat besar untuk menyajikan film yang memuaskan dan punya gaya yang unik, berbeda dibanding film-film Indonesia kebanyakan. Maka dari itu saat trailer dari film Belenggu atau yang berjudul lain Shackled ini muncul dan mengingatkan pada film-film macam Black Swan serta karya-karya surealis David Lynch saya pun tertarik untuk menontonnya, dan baru kesampaian setelah DVD filmnya rilis karena jaringan bioskop di kota saya seperti biasa kurang bersahabat dengan film-film lokal yang dianggap kurang mainstream seperti ini. Melakukan premier di Puchon International Fantastic Festival pada 2012 lalu, Belenggu tidak dibintangi oleh Vino Bastian layaknya film-film Upi melainkan Abimana Arsatya (Catatan Harian Si Boy) yang mulai memantapka namanya sebagai salah satu aktor terbaik negeri ini.

Belenggu berkisah tentang Elang (Abimana) seorang pria yang tinggal di sebuah apartemen sendirian, bertetangga dengan Djenar (Laudya Cynthia Bella) dan puterinya yang masih kecil, Senja (Avrilla). Di kota tempat Elang tinggal sedang muncul teror dari seorang pembunuh berantai yang mengincar para perempuan sebagai korbannya. Elang sendiri sering mengalami mimpi aneh tentang seorang wanita dan kemunculan sosok misterius dengan kostum kelinci membantai orang-orang dengan bersenjatakan kapak. Elang akhirnya bertemu dengan sosok wanita misterius tersebut yang ternyata adalah seorang pelacur bernama Jingga (Imelda Therinne). Elang yang merasa iba pada Jingga akhirnya membawa wanita itu untuk tinggal ke apartemennya, dimana perlahan terkuak bahwa ada misteri yang lebih besar dalam diri Jingga. Disatu sisi misteri tentang sosok pembunuh berantai tersebut juga terus menarik perhatian Elang dimana dia mencurigai suami dari Djenar sebagai pelaku pembunuhan tersebut. Elang pun harus bergelut dengan usahanya meyakinkan Djenar ditambah dengan berbagai pemandangan misterius nan menyeramkan yang selalu mengganggu hari-harinya.

Belenggu memulai menit-menit awalnya dengan cukup meyakinkan. Menampilkan atmosfer kelam yang dipadukan dengan set menawan ala film-film barat berpadu dengan kemunculan dreamy sequence karakter Elang yang cukup misterius lewat kemunculan sosok kelinci mengerikan Belenggu seolah mengajak saya ke dunia lain yang menjanjikan banyak misteri menarik. Namun apa yang muncul setelah itu di paruh awal hingga pertengahan hanyalah pengulangan demi pengulangan yang membosankan. Berulang kali kita diperlihatkan pada pemandangan absurd nan mengerikan yang sekilas saja mudah ditebak bahwa itu adalah halusinasi dari sosok Elang. Tanpa spoiler sekalipun mudah bagi kita bahwa ada yang tidak beres dalam diri Elang. Tapi untungnya Belenggu jelas memperlihatkan bahwa misteri yang tersaji bukanlah tentang "siapa" tapi "mengapa" sehingga misterinya tetap tersimpan rapat dan cukup menarik. Namun lagi-lagi sangat disayangkan paruh awalnya hanya berputar-putar pada misteri mengenai visualisasi absurd tentang Elang. Untungnya pada saat film memasuki pertengahan dan bertutur tentang penyelidikan yang dilakukan dua orang detektifnya film ini mulai menemukan kembali daya tarik yang sempat menghilang.
Penyelidikan yang mulai mengungkap satu per satu misterinya itu berjalan cukup menarik dimana banyak kejutan demi kejutan yang muncul hingga akhir. Bukan sebuah kejutan yang sangat bagus, karena jika bicara twist apa yang muncul di film ini sudah banyak muncul di film-film serupa termasuk di film Indonesia sekalipun. Tapi walaupun kejutannya tidaklah luar biasa namun cukup efektif untuk membangun tensi dan daya tarik film ini yang sempat menghilang di pertengahan. Saya sendiri tidak terlalu mempermasalahkan soal pengungkapan misterinya yang terlalu gamblang. Toh semuanya dibeberkan dengan rapih dan tersaji menarik. Yang paling saya permasalahkan justru kurangnya kedalaman dan latar belakang dari sosok Elang. Saya cukup paham bagaimana Upi ingin menyajikan tiap-tiap karakternya dengan semisterius dan "segila" mungkin karena inspirasi dari karya-karya David Lynch baik dari alur, set hingga karakternya sangat terasa. Namun bahkan film-film Lynch yang jauh lebih absurd dan sinting itu tetap memasukkan latar belakang karakter yang cukup mendalam seperti Mulholland Drive misalnya. Bagaimana sisi psikologis sosok Elang yang kurang tereksplorasi terasa mengganjal. Bahkan karakter sekunder seperti Jingga yang background-nya hanya tersaji tersirat pun terasa lebih jelas.

Untungnya Abimana lagi-lagi bermain baik disini sebagai seorang pria yang "sakit" dan paranoid, membuktikan bahwa ia tidak hanya bisa memainkan karakter "asyik' seperti yang selama ini lekat pada dirinya. Ada juga performa Imelda Therinne yang mampu tampil rapuh sekaligus misterius di satu sisi lainnya. Sebuah adegan yang hanya sebentar saat ia menari di atas panggung pun mampu menunjukkan kehebatannya berekspresi tanpa sedikitpun bantuan verbal. Secara keseluruhan Belenggu jelas jauh dari kata buruk meskipun terasa kurang mendalam mengeksplorasi psikologis karakternya dan sama sekali tidak memberikan hal baru baik dalam misteri maupun kejutan di dalamnya. Dengan eksekusi setting dan tata artistiknya yang kebarat-baratan dan terlihat indah film ini memuaskan dari aspek visualnya. Selipan bumbu gore penuh darah dan sedikit kesadisan pun terasa efektif membangun atmosfer mengerikan dalam filmnya. Andaikan Belenggu lebih mendalam menampilkan sisi psikologis karakternya dan tidak hanya berputar-putar pada dreamy sequence kurang penting diawal saya yakin ini akan menjadi sebuah terobosan yang sangat bagus dalam perfilman Indonesia.

1 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Masih segar di tonton tahun 2024