DAWN OF THE PLANET OF THE APES (2014)

Tidak ada komentar
Tiga tahun lalu, Rupert Wyat berhasil membuat sesuatu yang langka yaitu Rise of the Planet of the Apes, sebuah reboot yang bagus dari franchise klasik Planet of the Apes yang bahkan tidak bisa dilakukan oleh Tim Burton dengan versinya yang memalukan dengan patung Abraham Lincoln monyet itu. Diluar dugaam "Rise" punya kualitas yang bagus lengkap dengan keberhasilan mendapat lebih dari $480 juta dari bujet hanya $93 juta. Tentu saja mudah bagi 20th Century Fox untuk memberikan lampu hijau pembuatan sekuel yang berjudul Dawn of the Planet of the Apes. Kali ini memang tidak ada lagi nama Rupert Wyatt di posisi sutradara karena ia sudah digantikan oleh Matt Reeves (Cloverfield, Let Me In). Dawn masih menampilkan banyak aktor dengan memakai baju motion capture seperti Toby Kebbell dan tentu saja sang master mo-cap Andy Serkis yang nampaknya masih akan mendapat banyak dukungan untuk memenangkan Oscar lagi tahun depan. Sedangkan di jajaran cast manusia ada Jason Clarke dan Gary Oldman menggantikan James Franco yang merupakan sosok sentral di Rise. Meski mengganti semua tokoh manusianya, Dawn masih melanjutkan apa yang ditinggalkan oleh film pertama, lebih tepatnya 10 tahun pasca ending Rise.

Virus ALZ-113 yang dibawa oleh para monyet kini tidak hanya telah menyebar ke seluruh dunia tapi juga sudah memusnahkan hampir sebagian besar peradaban manusia. Beberapa orang di San Francisco cukup "beruntung" karena secara genetis mereka kebal terhadap virus tersebut dan kini tingga bersama-sama untuk membangun kembali peradaban sambil mencari para survivor lainnya dibawah pimpinan Dreyfus (Gary Oldman) dan tangan kanannya, Malcolm (Jason Clarke). Disisi lain, para kera yang dipimpin oleh Caesar (Andy Serkis) kini hidup secara berkelompok, membangun peradaban di Muir Woods, tidak jauh dari tempat tinggal para manusia, meski kedua belah pihak sama-sama tidak tahu tentang keberadaan masing-masing. Kera-kera itu sendiri kini sudah semakin cerdas. Mereka sudah bisa sedikit membaca, menulis, bahkan berbicara meski masih terbatas dan sering menggunakan bahasa isyarat. Caesar sendiri kini masih harus menghadapi konflik lain lagi di dalam kelompoknya tersebut, mulai dari sang anak, Blue Eyes (Nick Thurston) yang mulai beranjak dewasa dan ingin menunjukkan kehebatan dirinya, sampai Koba (Toby Kebbell) yang makin berhasrat menghabisi manusia akibat dendam yang selama ini ia pendam. Disisi lain para manusia membutuhkan tenaga PLTA dari sebuah bendungan yang terletak di dekat pemukiman para kera, sesuatu yang bisa menimbulkan perselisihan maupun aliansi diantara kedua belah pihak.
Dawn of the Planet of the Apes langsung menunjukkan jati dirinya sebagai sebuah film blockuster yang tidak mengambil jalan "umum" sedari adegan pembukanya. Jika pada umumnya film-film besar musim panas langsung dipuka dengan adegan aksi yang cepat, bising sekaligus penuh ledakan, Dawn justru sebaliknya. Memang pembukanya tergolong adegan aksi saat para kera berburu rusa sebelum dihadang oleh beruang, tapi pengemasannya tergolong sunyi dengan tempo yang sedang tapi terasa mencekam. Matt Reeves seolah ingin sebisa mungkin membawa filmnya sebagai sajian yang se-realistis mungkin. Tentu saja para kera yang bisa sedikit berbicara bahkan menembakkan senjata tidaklah terlalu realistis, tapi Reeves berusaha sebisa mungkin membuat semuanya believable dan nyata. Jika mau ia bisa membuat para kera ini berbicara lancar, membuat bazoka atau mengendarai pesawat, tapi jelas ini bukan "Michael Bay's ape movie". Adegan aksi eksplosif tetap ada tapi konsentrasi utamanya adalah bagaimana menuturkan sebuah kisah sci-fi berbalut drama yang kuat. Fokus utamanya adalah memperlihatkan perkembangan yang terjadi dalam komunitas kera, sehingga lebih banyak adegan yang menampilkan para kera saling berinteraksi dengan bahasa isyarat. Terasa sunyi dan bertempo agak lambat memang, tapi Reeves sanggup mengemasnya dengan begitu intens.

Reeves berhasil membangun eksplorasi dan pembangunan konfliknya dengan baik. Bertahap, tidak tergesa-gesa sehingga sanggup membuat penonton benar-benar memahami motivasi tiap-tiap karakter dan pemicu berbagai macam gesekan konflik yang muncul. Disini konflik utamanya masih ada pada diri Caesar dimana dia yang mati-matian membangun peradaban para kera perlahan mulai menyadari bahwa kera yang cerdas itu sendiri tidak jauh beda dengan manusia. Meski ia menganggap kera lebih baik daripada manusia, kera tidak akan saling bunuh, ternyata perlahan Caesar mulai sadar bahwa anggapannya itu salah. Para kera tetap bisa menyimpan dendam yang akhirnya berujung pada ambisi sekaligus anarki yang menghkianati segala kekeluargaan yang selama ini telah ia bangun. Semuanya dituturkan oleh Reeves dengan baik dan cukup mendalam. Saya pun pada akhirnya dibuat bisa memahami segaa motivasi karakternya. Baik itu Koba maupun Dreyfus semuanya punya alasan kuat atas perbuatan mereka. Koba dipicu oleh dendam sedangkan Dreyfus dipicu oleh keinginan kuat melindungi umat manusia. Ada juga drama yang kuat tentang pergolakan dalam diri Caesar. Disatu sisi ia begitu ingin melindungi kera-kera yang ia pimpin, tapi disisi lain Caesar juga masih menyimpan rasa cinta terhadap umat manusia. Karena tidak seperti Koba, Caesar pernah mendapatkan cinta yang besar dari manusia yang merawat dan mengajari semua hal yang ia tahu.
Bicara soal drama, ada sebuah adegan yang begitu mengharukan disaat Caesar kembali ke "rumahnya" dan mengenang semua masa lalunya dengan Will Rodman (James Franco). Tidak hanya dikemas dengan begitu emosional tapi minimalis, adegan itu juga membuat Dawn tidaklah melupakan Rise meski semua karakter manusianya berganti. Dawn benar-benar terasa sebagai sebuah pengembangan cerita yang berhubungan kuat dengan Rise daripada sebuah sekuel yang mencoba tampak lebih besar. Bahkan film ini tidaklah lebih besar dari film pertamanya. Skalanya lebih kecil meski ada narasi yang memperlihatkan efek global dari klimaks film pertamanya. Tidak ada klimaks besar-besaran seperti pertempuran diatas jembatan dalam Rise, tapi bukan berarti klimaksnya datar. Masih ada pertempuran yang seru antara kera dan para manusia, sampai pertarungan antara Caesar dan Koba. Adegan yang disebut kedua memang tidaklah terlalu mengesankan, tapi adegan pertempuran awal antara manusia dan kera itu cukup seru. Bahkan saya cukup merasa "sakit" saat harus melihat kera-kera tidak bersalah terbunuh dalam pertempuran itu. Ada sebuah adegan yang amat saya sukai disini dan akan saya sebut sebagai "Ape on tank". Dengan camera work yang memukau, one shot yang cukup panjang ini mengingatkan saya pada tone Children of Men meski tidak sepanjang, serumit dan se-epic film tersebut.

Kembali ke dramanya, mengapa aspek itu terasa begitu kuat selain karena pengemasan yang bagus juga didukung oleh akting hebat para aktornya. Pertama dari para kera yang berkat CGI memukau plus akting hebat tidak seperti kera yang dipaksakan seperti manusia, tapi benar-benar menjadi kera yang memiliki jiwa layaknya manusia. Tentu saja Andy Serkis luar biasa. Gesturnya, ekspresinya, hingga sepatah dua patah kata yang ia teriakkan memang pantas diganjar minimal nominasi Oscar. Tapi tidak hanya Serkis saja kera yang bersinar disini, karena Toby Kebbell juga luar biasa sebagai "lawan" Caesar. Lihat ekspresinya yang menyimpan dendam, lihat juga dua adegan saat ia menyusup ke gudang senjata milik manusia. Luar biasa. Mereka yang menjadi manusia mungkin tidak sebersinar itu, tapi nama-nama seperti Gary Oldman dan Keri Russell berhasil memaksimalkan porsi mereka yang tidak banyak. Satu kesamaaan muncul dalam performa aktor-aktor tersebut. Mereka berhasil menyajikan akting yang emosional tanpa harus didramatisasi berlebihan. Lihat saja air mata Andy Serkis dan Keri Russell yang tanpa kita sadar tiba-tiba mengalir lembut di wajah mereka. Atau lihat bagaimana Toby Kebbell teta bisa terlihat penuh amarah meski saat ia tidak sedang "menggila". Overall, Dawn of the Planet of the Apes menunjukkan bagaimana memaksimalkan bujet yang besar tanpa harus melupakan kualias cerita. Penggunaan CGI dimaksimalkan untuk sosok kera dan pemukiman mereka, membuatnya sebagai sebuah aspek pendukung daripada sajian utama. Sajian utama film ini jelas sebuah pengembangan dari suatu cerita yang diperdalam sekaligus dikembangkan lagi menuju sebuah perang besar yang bakal menutup trilogi ini dengan epic tahun 2016 mendatang.

Tidak ada komentar :

Comment Page: