WOMAN IS THE FUTURE OF MAN (2004)

1 komentar
Film kelima dari Hong Sang-soo ini merupakan film ketiganya yang diputar di Cannes Film Festival setelah The Powerof Kangwon Province (1998) dan Virgin Stripped by Her Bachelors (2000). Tapi inilah kali pertama film dari Hong Sang-soo diputar di Cannes sebagai bagian dari kompetisi. Judul Woman is the Future of Man sendiri diambil oleh Hong dari bait puisi karya Louis Aragon yang ia baca di sebuah kartu pos dari Prancis. Sudah cukup lama sejak terakhir saya menonton film karya Hong Sang-soo meskipun saya sudah memiliki beberapa filmnya sejak lama. Hal ini saya lakukan karena merasa setuju dengan ungkapan seorang kritikus yang menulis kurang lebih seperti ini, "sekali kamu melihat film Hong Sang-soo maka kamu sudah melihat semua filmnya" dan saya kurang lebih setuju dengan pernyataan tersebut. Dari empat film Hong yang sudah saya tonton, semuanya memang terasa tidak jauh berbeda mulai dari tema, karakter hingga cara pengemasannya. Jadi akan terasa familiar dan cukup membosankan jika menonton film Hong secara maraton, apalagi karena film-filmnya merupakan tontonan arthouse yang agak "berat", jadi kecuali kamu adalah penggemar fanatik sang sutradara saya sarankan untuk tidak menonton film-filmnya secara berdekatan. Benar saja Woman is the Future of Man memang tidak jauh beda dengan karya Hong yang lain meski ada beberapa faktor yang membuatnya lebih "segar".

Filmnya dibuka dengan reuni dua teman lama, Lee Mun-ho (Yoo Ji-tae) dan Kim Hyeon-gon (Kim Tae-woo) setelah sekian lama tidak berjumpa. Mereka berpisah setelah Hyeon-gon pergi ke Amerika untuk menuntut ilmu di sebuah sekolah film yang kini telah lulus dan memutuskan pulang kembali ke Korea. Sedangkan Mun-ho sendiri saat ini menjadi seorang dosen kesenian di sebuah universitas. Keduanya pun memulai obrolan mereka di sebuah cafe sambil minum-minum dan tidak butuh waktu lama untuk terjadinya sebuah perang mulut antara mereka berdua. Selepas dari cafe, Hyeon-gon mengajak Mun-ho untuk bertemu dengan Seon-hwa (Sung Hyun-ah) yang tidak lain adalah mantan pacar Hyeon-gon sebelum akhirnya mereka berpisah saat ia pergi ke Amerika. Seon-hwa sendiri sekarang bekerja di sebuah bar yang ada di suatu hotel. Keduanya pun akhirnya sepakat mengunjungi Seon-hwa bersama-sama. Tapi Hyeon-gon tidak tahu bahwa setelah kepergiannya ke Amerika, Mun-ho dan Sun-hwa sempat menjalin hubungan. Pertemuan ketiganya pun membawa kembali kenangan lama yang sudah bertahun-tahun terlewatkan meski tidak pernah terlupakan sedikitpun. 
Tentu saja film ini mengandung semua DNA yang terdapat dalam film-film Hong Sang-soo lainnya. Ada banyak obrolan personal menyangkut masa lalu yang terjadi di sebuah cafe atau bar lengkap dengan berbotol-boto soju beserta rokok dimana karakternya akan mulai berbicara banyak sebagai bentuk katarsisnya. Ada berbagai awkward moment yang muncul khususnya saat konflik tengah berlangsung dan tensi mulai meninggi. Kemudian ada sebuah isu sosial tentang para laki-laki Korea yang begitu "terobsesi" dengan wanita cantik. Karakter laki-laki dalam film Hong selalu merupakan seorang yang menyukai seks atau seorang pria yang belum bisa move on dari wanita masa lalunya. Sedangkan karakter wanitanya adalah sosok yang terlihat lebih tegas dari sang pria, terlihat kuat, dan menimbulkan ambiguitas moral tentang "wanita gampangan", selalu seperti itu. Belum lagi keberadaan karakterisasi yang "wajib ada" yaitu seorang tokoh yang terjun ke dunia film entah itu sutradara atau bersekolah di sekolah film dan hendak menjadi sutradara. Pengemasan filmnya sendiri masih sama, penuh dengan kesederhanaan, kamera yang steady untuk mengambil long take dalam sebuah percakapan, hingga gambar yang cukup sering hanya berfokus pada satu orang saja meski sedang terjadi pembicaraan. Yang tidak ada disini hanya teknik zoom in-zoom out saat terjadi pembicaraan, selebihnya sama. 
Dengan segala persamaan itu saya sempat berujar "ah begini lagi, begini lagi...bosan". Di awal film saya sempat merasa bosan karena cara bertutur dan tema sekaligus karakter yang lagi-lagi serupa dengan film-film Hong lainnya. Tapi seperti yang sudah saya sebut sebelumnya, Woman is the Future of Man punya faktor yang membuatnya lebih segar. Pertama adalah penggunaan flashback. Membuat narasinya tidak linear menjadikan film ini terasa lebih segar karena saya tidak lagi harus stay di satu latar yang sama. Bahkan flashback yang ada cukup berhasil dalam memberikan sentuhan emosional terhadap konfliknya. Memberikan rasa kegetiran dan ironi dari masa lalu serta rahasia yang tersimpan. Faktor kedua adalah konten seksual yang lebih vulgar. Film-film Hong saya sudah saya tonton memang banyak menjurus kearah seksual tapi tidak pernah vulgar (saya tidak tahu dengan film-film diawal karirnya), sedangkan film ini terasa lebih "berani". Yah, meski sejujurnya apa yang tersaji bukanlah adegan seksual yang ekstrim, tapi satu-dua adegan seks yang gamblang atau adegan pria memandikan wanita berhasil membuat saya berkata "oh, ini berbeda". Kemudian faktor ketiga dan yang paling menyegarkan adalah sentuhan komedi yang ada dalam dialognya. Lagi-lagi saya tidak tahu dengan film Hong yang belum saya tonton, tapi yang sudah saya tonton semuanya terasa serius meski kadang awkward moment-nya bisa membuat tersenyum.

Jangan harapkan komedi yang konyol disini karena humornya muncul lewat adegan-adegan awkward dan terselip dalam dialog-dialognya. Dialog paling "sakti" dalam film ini berbunyi seperti ini, "I'm making love to you to cleanse you" dan ya, dialog itu muncul di tengah sebuah adegan seks. Sederhana tapi sanggup memecahkan suasana dan membuat saya tertawa. Selain itu masih banyak lagi dialog-dialog menggelitik yang selalu berhasil menjaga supaya rasa bosan tidak muncul. Dramanya sendiri berjalan cukup baik meski kadang terasa membosankan akibat kesan familiar yang saya sebutkan tadi. Observasi tentang tiga karakter utamanya kadang terasa menyakitkan. Mun-ho mungkin yang paling simpatik bagi saya apalagi saat ia harus menghabiskan malam di rumah Seon-hwa saat sang gadis dan Hyeon-gon tengah "bernostalgia" di kamar. Sedangkan Seon-hwa mungkin akan terkesan sebagai wanita yang murahan tapi ada sebuah "penjelasan" tentang bagaimana wanita yang terlihat polos ini perlahan berubah, dan mungkin saja jika kamu kurang peka, penjelasan itu akan terlewat. Overall, Woman is the Future of Man adalah gambaran yang cukup menarik tentang masa lalu dan masa depan yang telah menjadi masa sekarang, bagaimana seorang wanita yang hidup dalam memori seorang pria hingga akan terus terbawa hingga ke masa depan mereka. Menarik juga melihat bagaimana Hong memberikan konklusi bahwa masa lalu akan terulang kembali meski prosesnya berbeda.

1 komentar :

Comment Page:
Ikhsan Rasmin mengatakan...

Saya sebelumnya menonton yg virgin stripped (karena saya fan lee eun-joo) tapi saya tidak ngeh dengan sutradaranya, waktu nonton filnm ini memang serasa familiar sempat berfikir sutradaranya sama kenyataanya memang benar.