A MOST WANTED MAN (2014)

Tidak ada komentar
Bahkan hingga saat ini masih terjadi kontroversi serta ambiguitas dalam peperangan terhadap terorisme khususnya yang mengatas namakan diri mereka sebagai mujahidin (jihad). Dampak dari hal itu menjadi amat panjang. Banyak yang beranggapan hal tersebut sebagai bentuk usaha untuk menjatuhkan umat Islam, dan memang cukup banyak terjadi kasus orang Islam di negeri Barat dianggap sebagai teroris meski mereka sama sekali tidak terlibat. Bagi para pelaku terorisme sendiri, jika anda mengikuti pemberitaan mengenai hal itu pasti tahu kalau banyak dari mereka memang beranggapan tindak terorisme itu sebagai bentuk jihad. Masih banyak lagi kontroversi yang mengiringi kasus tersebut, dan membuat sebuah film atau karya apapun yang memasukkan terorisme yang melibatkan kaum muslim punya beban yang lebih. Mereka harus bisa menyajikan film itu tanpa membuat satu pihak merasa dilecehkan (tentu saja saya yakin tetap akan ada beberapa ekstrimis berpikiran sempit yang tetap mencap "sesat" film itu). Tema itulah yang diangkat Anton Corbijn dalam A Most Wanted Man, sebuah adaptasi dari novel berjudul sama karangan John le Carre. 

Gunter Bachmann (Phillip Seymour Hoffman) adalah seorang agen rahasia Jerman yang bertugas memimpin operasi dalam pencegahan tindak terorisme di Hamburg. Tim yang dipimpin Gunter bekerja secara diam-diam dengan cara memasukkan intel ke dalam berbagai tempat, salah satunya adalah komunitas muslim disana. Salah satu target utama operasi tersebut adalah Dr Abdullah (Homayoun Ershadi), seorang dermawan kaya dalam komunitas tersebut yang disinyalir memberikan banyak suntikan dana pada Al Qaeda. Disaat penyelidikan tengah dilakukan, muncul Issa Karpov (Grigoriy Dobrygin) seorang imigran gelap dari Chechnya yang konon sempat berada di penjara Rusia akibat tinda terorisme dan ingin memulai hidup baru di Hamburg. Untuk itulah dia meminta bantuan pada seorang pengacara muda, Annabel Richter (Rachel McAdams) guna mendapatkan suaka dan menghubungkannya dengan seorang pemilik bank bernama Tommy Brue (Willem Dafoe) yang menurut Issa bakal membantunya. Gunter dan timnya pun berusaha mendapatkan Issa guna memancing Dr. Abdullah. 
A Most Wanted adalah tipikal film-film thriller politik yang berjalan dengan lambat, kompleks, dan berbasis pada dialog yang menyimpan banyak kunci penting mengenai alurnya. Anda tidak akan menemukan banyak letupan maupun intensitas yang terus menghantam seperti pada jenis thriller yang "lebih populer". Kisahnya benar-benar digiring oleh plot dan akan terasa rumit karena penonton tidak boleh sedikitpun mengalihkan fokus demi bisa menggali satu demi satu fakta yang muncul pada dialognya. Dialog dalam naskah tulisan Adrew Bovell ini bagaikan puzzle yang jika berhasil terkumpul semua dan disatukan bakal menjadi keseluruhan plot dalam film, memberikan jawaban atas segala pertanyaan yang muncul. Semua fakta sesungguhnya sudah ada, hanya saja film ini tidak akan menyuapi penonton. Kitalah yang harus merangkumnya satu demi satu. Bagi yang belum terbiasa mungkin bakal dibuat bingung dan bosan oleh film ini. Anton Corbijn sendiri sanggup mengemas film ini dengan begitu rapih tanpa menyisakan tempat bagi lubang dalam plot. Aspek demi aspek dituturkan secara perlahan, satu demi satu tanpa pernah terburu-buru hingga menciptakan kesatuan runtut yang amat menarik meskipun rumit.
Secara keseluruhan ada beberapa adegan kejar-kejaran tapi jangan harap anda akan menemukan adegan itu dikemas layaknya film blockbuster yang penuh ledakan, kebut-kebutan atau musik yang berdentum keras. Bahkan hingga bagian klimaks sekalipun A Most Wanted Man tidak mempunyai tempo yang cepat tapi tetap terasa menegangkan. Saya dibuat sesekali menahan nafas saat melihat Gunter dan timnya mengamati dari CCTV, menunggu dengan cemas apakah Dr. Abdullah akan membubuhkan tanda tangan yang bakal menjadi bukti keterlibatannya dalam aksi terorisme. Ya, klimaksnya hanya berisikan adegan "menunggu seorang pria menandatangani sebuah surat", simpel tapi begitu intens. Sampai akhirnya film ini ditutup dengan adegan paling "menggelegar" sepanjang dua jam durasinya. Sebuah penutup yang menghadirkan twist mengejutkan, kelam dan berhasil membuat saya tercekat. Bagi saya ending mengejutkan milik film ini jelas salah satu yang terbaik tahun ini. Menghancurkan sebuah harapan, ending-nya memperlihatkan bahwa mereka tertuduh teroris ataupun yang mengejar teroris tidak ada yang benar-benar hitam maupun putih, semuanya abu-abu. 

Sebagai salah satu film terakhir dari Phillip Seymour Hoffman jelas sebuah momen menyenangkan menyaksikan akting bagus sang aktor disini. Saya suka bagaimana Hoffman memperlihatkan sosok yang begitu tenang tapi sesungguhnya menyimpan amarah dan kesedihan dalam hati, dan semua itu memuncak pada ending-nya yang memilukan. Interaksinya dengan Willem Dafoe pun selalu mencuri perhatian. Saat keduanya tengah berada dalam satu layar, ingin rasanya porsi adegan itu terus bertambah. A Most Wanted Man secara keseluruhan memberikan pertanyaan "bagaimana cara membuat dunia menjadi tempat yang lebih aman?" Kita akan melihat bahwa setiap cara mempunyai resiko, punya kelebihan sekaligus kekurangan. Bahkan benarkah terorisme adalah murni terorisme pun akan tetap selalu menjadi satu hal yang sulit dijawab secara pasti. Satu yang pasti, Anton Corbijn kembali berhasil menyajikan sebuah thriller bertempo sedang cenderung lamban dengan begitu baik dan solid.

Tidak ada komentar :

Comment Page: