THE IMITATION GAME (2014)

Tidak ada komentar
Pihak sekutu pada akhirnya memenangkan Perang Dunia II yang berlangsung selama enam tahun. Berbagai cerita heroik tentang perjuangan prajurit yang bertaruh nyawa di tengah medan perang pun banyak bermunculan. Tapi tidak banyak orang tahu bahwa kunci kemenangan pihak sekutu bukan berasal dari garis depan peperangan, melainkan dari sebuah ruangan kecil yang terletak di Bletchley Park, Inggris. Disana, enam orang code breaker bekerja selama kurang lebih 18 jam setiap harinya untuk memecahkan kode rahasia berisikan rencana serangan pihak Jerman yang dikirim lewat sinyal radio umum, jadi hampir semua orang bisa mendengar itu tanpa mengetahui artinya. Kode itu dikirim lewat sebuah alat yang disebut Enigma. Alan Turing (Benedict Cumberbacth) seorang jenius matematika yang kelak juga dikenal sebagai pioneer teknologi komputer adalah orang yang memimpin porses pemecahan kode tersebut. Turing dan lima orang lainnya termasuk wanita bernama Joan Clarke (Keira Knightley) bekerja secara rahasia di bawah perlindungan militer Inggris untuk memecahkan kode paling rumit dan rahasia. 

Ironisnya bagi Turing kode rahasia paling kompleks bukanlah Enigma melainkan manusia beserta interaksi diantara mereka. Sudah sejak lama Alan Turing menjadi seorang jenius yang tidak pandai berinteraksi dan dibenci oleh banyak orang karena hal itu. Dia dianggap ketus dan tidak mempedulikan perasaan orang, suatu hal yang memang tidak pernah bisa dipecahkan oleh Turing. Rahasia, rahasia, rahasia. Kata itu memang berperan besar pada film ini. The Imitation Game adalah kisah rahasia tentang seorang pria yang hidup dalam banyak rahasia. Turing memang menyimpan banyak hal, seperti keterlibatannya dalam kelompok codebreaker tersebut yang tidak pernah dipublikasikan keberadaannya sampai puluhan tahun kemudian, hingga orientasi seksualnya sebagai seorang gay yang pada masa itu masih dianggap sebagai suatu tindakan kriminal (baru pada 2013 atau 49 tahun setelah kematiannya Turing mendapat pengampunan resmi dari Ratu Elizabeth II).
Film ini punya tiga setting waktu. Tahun 1951 hadir dengan fungsi sebagai penggerak narasi, tahun 1920-an sebagai eksplorasi karakter Alan Turing lewat masa lalunya, dan era Perang Dunia II sebagai fokus utama. Ketiga masa itu muncul bergantian secara acak, tapi penyutraaraan bagus Morten Tyldum berhasil membuat ketiganya tidak saling tumpang tindih. Meski acak, kesemuanya berkorelasi dengan apik memaparkan tiga masa dalam hidup Turing, juga tersaji rapih sehingga penonton akan dengan mudah merangkainya menjadi satu kesatuan utuh yang gampang dipahami. Tapi biar bagaimanapun era Perang Dunia II jelas jadi kisah paling menarik, diluar fakta bahwa kisah itu yang mendapat porsi paling banyak. Cerita masa lalu Turing yang terjadi saat ia bersekolah di Sherbone dan menjalin "asmara" dengan Christopher Morcom mungkin tidak memberi impact secara pergolakan emosi, tapi menjadi pemaparan lengkap. Dari situ saya bisa memahami Alan Turing sebagai seorang gay hingga sisinya sebagai anti-sosial dan orang kesepian.

Kisah tahun 1951 pada awalnya tidak lebih dari sekedar penggerak, namun baru terasa kekuatannya sebagai konklusi cerita yang kuat. Disitulah penonton benar-benar bisa merasakan seberapa kesepian yang dialami Turing setelah sebelumnya baru diajak meraba dan mengira-ira. Daya tarik film ini memang berada di seputaran usaha Turing dan rekan-rekannya memecahkan sandi Enigma. Pada bagian itu sentuhan thriller mulai meresapi alurnya, memberikan tensi yang lebih tinggi. Sebuah adegan saat Turing dan teman-temannya mulai menyadari kunci memecahkan Enigma merupakan momen paling menegangkan sekaligus paling memberikan kebahagiaan dalam film ini. Apalagi ditambah iringan scoring garapan Alexandre Desplat yang sempurna membangun atmosfer. Tentu saja masih ada aspek drama pada bagian itu. Segala sisi Alan Turing mulai dari kecerdasan, arogansi, kesepian, kesedihan, semuanya dihadirkan. Masa itu tidak hanya dipakai Turing untuk memecahkan kode rahasia, tapi juga memecahkan definisi menjadi seorang manusia. 
Pertanyaan yang hadir "apakah Alan Turing seorang manusia atau mesin dengan intelejensi tinggi?" Bukan bermaksud menyebut Turing adalah sosok yang terbuat dari logam dan komponen mesin, tapi lebih kearah perasaan. Seringkali sosoknya diperlihatkan heartless. Film ini membuat saya mengerti bahwa sikap itu adalah manifestasi dari kesepiannya selama ini. Apalagi Turing lebih banyak menghabiskan waktu dengan mesin daripada manusia. Kesan ambigu dari sosok Alan Turing hadir dengan sempurna disini. Sama seperti detektif yang menginterogasinya, saya pun tidak bisa memberikan penilaian terhadap Alan Turing. Apakah ia orang baik? Orang jahat? Apakah ia pahlawan perang? Ataukan ia seorang yang sadis? Sulit untuk memberikan penilaian. Tapi untuk menilai apakah ia mesin atau manusia saya bisa memberi jawaban. Disitulah kegunaan karakter Joan Clarke. Sebagai individu ia memang tidak terlalu menonjol (saya berharap ia diberi banyak waktu lebih untuk bersinar dalam pemecahan kode) tapi sebagai aspek yang membantu eksplorasi karakter Turing sosoknya begitu berguna. Lewat interaksinya dengan Joan, Turing mulai mempelajari bagaimana cara berbohong, bagaimana cara berkorban. Hal dasar manusia yang selama ini tidak ia pahami.

Benedict Cumberbatch jelas amat familiar dengan tipe karakter seperti yang ia mainkan disini. Karakternya memiliki banyak kesamaan dengan sosok Sherlock Holmes yang juga ia perankan, bedanya Alan Turing lebih gamblang dalam menghadirkan kerapuhannya. Meski sama-sama seorang anti-sosial yang jenius sekaligus arogan, Turing tidaklah punya kepercayaan diri sebesar Sherlock disaat harus "memamerkan" kejeniusannya pada orang lain. Sisi itu ditonjolkan oleh Cumberbatch dengan sempurna lewat cara bicara gagap serta keraguan untuk melakukan eye contact dengan lawan bicara. Sempurnanya Cumberbatch sebagai Turing juga diperkuat lewat mata dan ekspresi yang sering membuat saya bertanya-tanya "benarkah orang ini punya perasaan?" Cumberbatch jelas bakal menjadi salah satu kandidat terkuat pemenang Oscar tahun ini bersama Michael Keaton dan Eddie Redmayne. Keira Knightley sendiri berhasil mengimbangi Cumberbatch saat harus bersanding dalam satu scene. Dengan beberapa sarkasme yang dia lontarkan begitu sempurna, karakternya mencuri perhatian. Secara keseluruhan, The Imitation Game adalah perpaduan sempurna antara drama biopic yang mengeksplorasi karakter yang diangkat secara kuat dengan thriller yang mendebarkan. Penuh rahasia tentang berbagai macam rahasia. Bagi anda yang tidak mengetahui banyak tentang konspirasi dan rahasia Perang Dunia II, this movie will blow your fuckin' mind!

Tidak ada komentar :

Comment Page: