HOSTEL (2005)

10 komentar
Dibuka dengan kalimat "QUENTIN TARANTINO presents" bukan berarti film ini kental dengan gayanya.. Ya, banyak kekerasan, tapi Hostel tidak akan memberikan cerita-cerita brilian ala Tarantino. Bukan rahasia lagi bila Tarantino adalah pecinta genre movie yang banyak berteman dengan pembuat genre movie (yang tidak sejenius dia) dan salah satunya adalah Eli Roth. Film kedua Roth ini bisa dibilang termasuk pemimpin kebangkitan genre torture porn bersama Saw yang rilis setahun sebelumnya tapi baru benar-benar mengeksploitasi penyiksaan pada film kedua (rilis juga pada 2005). Sederhana saja cerita dalam film ini. Tiga orang remaja laki-laki dengan libido tinggi melakukan backpacking berkeliling Eropa. Sesampainya di Amsterdam, mereka bertemu dengan seorang pria yang mereferensikan sebuah penginapan di Slovakia. Konon penginapan tersebut berisikan banyak wanita cantik dan seksi yang tergila-gila pada pria Amerika. Tanpa pikir panjang ketiganya langsung menuju kesana. Penonton pun tahu apa yang akan menimpa mereka.

Lebih dari 30 menit pertama diisi eksploitasi seksual. Wanita cantik bertelanjang bulat yang selalu bertingkah ingin disetubuhi bertebaran disini. Semua itu adalah kesenangan yang diberikan Eli Roth sebelum sajian utama berupa gorefest yang juga penuh kesenangan. Nama subgenre-nya adalah torture porn. Disaat porn adalah film yang hanya menyajikan seks belaka tanpa cerita maupun karakter, maka torture porn adalah fim yang hanya menyajikan kekerasan dalam penyiksaan. Semakin penonton terangsang semakin berhasil pula film porno. Sedangkan "porno penyiksaan" bakal semakin baik saat penonton berhasil dibuat ngilu, berteriak, atau bersorak kegirangan melihat darah sampai potongan tubuh manusia berhamburan. Sejauh ini film terbaik dalam jenis itu bagi saya adalah kesintingan dari Jepang bernama Grotsque (review)
Keep it simple and never try to be smart is two of the most important aspects from good torture porn. Jika anda menonton film seperti ini dengan harapan cerita bagus berkelas Oscar atau Cannes, maka entah anda bodoh, keras kepala, atau keduanya. Saya hanya berharap dihajar oleh kekerasan gila melampaui batas dalam menonton Hostel. Untuk hal itu sendiri Eli Roth sudah melakukan yang terbaik, setidaknya dalam tataran film dengan rating "R", bukan "NC-17". Dimulai dengan lambat, kekerasannya cukup untuk membuat saya ngilu meski tidak pada semua bagian. Tentu saja sesuai dengan aturan tak tertulis, semua penyiksaan dimulai dengan mencongkel atau memotong kuku/jari. Perlahan tapi pasti. Saya sedikit dikecewakan oleh total screen time penyiksaan yang kurang lebih hanya 1/4 durasi, tapi kualitasnya menutupi kuantitas. Sebuah adegan yang melibatkan bola mata cukup terasa menyakitkan sekaligus menjijikkan. Satu yang pasti: ikonik. Memuaskan, tapi dengan kuantitas minim itu, Hostel tidak akan pernah menjadi torture porn bagus.

Pengemasan Eli Roth terasa tanggung bahkan ragu disini. Dia nampak tidak ingin filmnya "kosong". Karena itu ditambahkanlah sebuah kritik sosial tentang orang kaya, keadaan sosial buruk yang merusak anak-anak, sampai sindiran bagi Amerika. Tapi percayalah semua itu hanya tempelan. Kritik sosial akan berhasil saat penonton dibuat muak, atau merasa ngeri dengan kondisi yang muncul. Hostel jelas gagal menciptakan kesan itu. Naskahnya berusaha memasukkan berbagai macam konflik, bahkan hingga film mencapai konklusi. Menyebut film ini sebagai kritik sosial sama saja mengamini A Serbian Film sebagai kritik pada pemerintah. Semua itu hanya alasan kosong untuk memberikan excuse pada parade kebrutalannya. Eli Roth terasa takut filmnya bodoh, yang justru membuat Hostel semakin bodoh (in a negative way) karena sok pintar. Tapi ada ketidak konsistenan disini saat pada beberapa bagian, Eli Roth sengaja membuat adegan bodoh yang konyol. Hostel ada diantara batas serius dan brainless tanpa berhasil masuk  ke salah satunya.
Sekarang sebagai contoh tengok Grotesque. Tidak ada plot disana, tidak ada konflik rumit pula yang muncul. Filmnya hanya berisi sepasang kekasih yang diculik, lalu disiksa secara perlahan dengan cara paling menyakitkan yang bisa kita bayangkan. Sederhana, tapi membuat film memiliki fokus dan akhirnya maksimal sebagai torture porn. Meski over-the-top, uniknya Grotesque justru punya karakter yang jauh lebih believable daripada Hostel. Tidak ada kesan sok romantis, tidak ada kesan sok pahlawan, tidak ada keputusan bodoh yang menjadi jalan menciptakan ketegangan dipaksakan. Hostel sebaliknya. Usaha keras memberikan konflik serta karakterisasi disaat tokohnya tidak tergarap dengan kuat membuatnya semakin bodoh. Bukan bodoh yang menyenangkan pastinya. 

Tapi saya sendiri suka dengan production value film ini. Pengemasan torture chamber-nya cukup creepy dengan nuansa gelap, darah, potongan tubuh manusia, serta alat penyiksaan dimana-mana meski bicara alat penyiksaan apa yang akhirnya muncul ada di bawah ekspektasi setelah apa yang saya lihat pada museum penyiksaan di pertengahan film. Ketegangan tidak terlalu intens, tapi tidak flat sama sekali. Meski berfokus pada penyiksaan, Eli Roth masih sanggup menyuguhkan beberapa scare jump efektif dan klimaks yang dinamis. Hostel adalah jawaban saya pada pertanyaan "seperti apa film bagus itu?" Apakah harus punya cerita bagus? Twist cerdas? Akting kuat? Harus "nyeni"? Jawabannya tidak. Film bagus tidak harus memiliki semua itu. Kuncinya hanya satu: memenuhi hakikatnya. Sebuah komedi yang penting lucu, sebuah horror yang penting menyeramkan, dan torture porn yang penting diisi gorefest gila, tidak peduli seberapa bodoh filmnya. Hostel justru gagal tampil maksimal (meski tidak buruk) karena mencoba lebih berbobot.

10 komentar :

Comment Page:
blackrockerz mengatakan...

grotesque lebih baik dr hostel??? r u sure??? hhahahahahahaha, hostel is the best!!! tp bkn hostel part 3

Rasyidharry mengatakan...

100% sure my friend :)

blackrockerz mengatakan...

Hostel is the best brayy, mgkn eente pencinta film, tp bkn pencinta horor.

Rasyidharry mengatakan...

nope, I love horror, crazy & gory horror such as Grotesque, A Serbian Film etc. Justru Hostel berasa kurang gila :)

blackrockerz mengatakan...

Kl ane nonton horor bkn utk melihat kadar kegilaannya, lebih ke rasa takut dan ga nyaman. Yg didapat dr nonton film itu. Kbtulan wkt ntn hostel lg d eropa, jd ada rasa was2 kl kena culik gt.

blackrockerz mengatakan...

Btw . Kl soal gila2an, salo, august underground, ato vomit doll lebih gila, tp soal serem? No.

Rasyidharry mengatakan...

Bener tuh, walaupun buatku juga Hostel nggak serem hehe. Tapi beda cerita kalau emang pas lagi ada di situasi yang mirip (ex: ada di Eropa)
Yeah, kalo August underground mah gilanya total

Anonim mengatakan...

Grotesque lebih baik? Menurut sy terlalu berlebihan bila mana menganggap setiap unsur dr Hostel itu bodoh dan konyol. Yah, pendapat orang kan berbeda", tapi daripada Grotesque, Guinea pig lebih baik.

Unknown mengatakan...

hetdah..
gw baru jga mao nonton hampir gak jdi nih ah gara² liat komenan lu² pade😂

Rezasugar mengatakan...

ini film the best sih, dulu punya kasetnya. skrg kalo mau nntn link nya apa yah?