THE GIRLFRIEND EXPERIENCE (2009)

1 komentar
Hampir semua orang khususnya kaum adam mengenal nama Sasha Grey (If you're a man but you don't know her, there must be something wrong with you). Wanita bernama asli Marina Ann Hantiz ini sudah menjadi aktris porno semenjak usianya baru menginjak 18 tahun. Tidak hanya itu, keberaniannya beradegan hardcore juga menjadikan nama Sasha Grey ada di daftar bintang porno paling tenar. Dianggap sebagai "the next Jenna Jamesson", Grey akhirnya pensiun pada tahun 2011 dan memilih berkarir pada dunia hiburan mainstream mulai dari film, model, menulis buku, sampai bermusik. Film pertama yang menampilkan sosoknya sebagai karakter utama adalah drama eksperimental garapan Steven Soderbergh ini. Soderbergh jelas tidak asing dengan eksperimen, dan kali ini ia bereksperimen lewat plot filmnya. The Girlfriend Experience pada dasarnya boleh disebut tidak memiliki plot, tapi itu tergantung definisi plot apa yang anda anut. Yang pasti film ini berjalan secara non-linier, serta tidak punya formula pengenalan-konflik-resolusi seperti drama pada umumnya.

Film ini membawa kita pada kehidupan Christine (Sasha Grey) yang bekerja sebagai escort. Bagi yang belum tahu, itu adalah pekerjaan untuk menjadi pacar sementara bagi kliennya. Menggunakan nama alias "Chelsea", Christine bersedia melakukan apapun mulai berhubungan seks, makan malam, nonton film, atau sekedar ngobrol berdua selama berjam-jam. Mayoritas film ini hanya memperlihatkan interaksi Christine dengan berbagai macam klien. Kehidupan pribadinya pun unik, karena tidak seperti kebanyakan escort, Christine mempunyai pacar sungguhan, seorang instruktur gym bernama Chris (Chris Santos). Keseharian Christine dengan klien, keseharian Christine dengan Chris, keseharian Chris, hingga proses penulisan buku Christine adalah apa yang ditawarkan oleh "plot" film ini. Tidak ada fokus konflik utama yang dikhususkan, karena konflik pada film ini adalah "kehidupan Chrstine". Alurnya berjalan acak dan amat liar. Berpadu dengan editing cepat ala Soderbergh, filmnya bergerak maju-mundur dari A, ke B, ke C, lalu kembali ke A, melompat ke D, dan seterusnya.

Pada awalnya akan terasa memusingkan untuk menyusun kronologinya. Untuk menyusun kepingan puzzle yang seenaknya disebar oleh Soderbergh butuh ketelitian dan konsentrasi. Editing cepat sang sutradara makin membuat alurnya semakin liar, tanpa ada transisi yang memudahkan penonton mengolah ceritanya. Tapi tidak butuh lama bagi kesan rumit itu berubah menjadi adiktif. Jika dikemas secara normal, film ini hanya akan berakhir sebagai suatu drama bertempo lambat yang gloomy, tapi dengan pengemasan ini, alurnya jadi terasa dinamis meski sebenarnya penuh kesunyian. Bahkan tidak jarang muncul kejutan tentang banyak hal, mulai dari identitas karakter sampai fakta dari suatu kejadian. Terlebih lagi hal ini menggambarkan dengan sempurna begitu kacau sekaligus liarnya perasaan sang karakter utama. The Girlfriend Experience memang menghadirkan suatu experience unik berkaitan dengan style. Sebuah film stylish yang uniknya justru dibuat dengan bujet minim plus kamera murah. Experimental drama at it's best.
Tapi ini bukan sekedar keberhasilan di ranah gaya. Terkesan "memuja" penggunaan voice over, film ini berpotensi menjadi sajian emotionless, apalagi banyak kesunyian dan ekspresi datar karakter yang tenggelam dalam diam. Namun sebaliknya, ini adalah eksplorasi humanisme yang luar biasa. Karakternya menyimpan penderitaan dalam situasi dunia yang sedang penuh derita, dimana Soderbergh menyelipkan unsur krisis ekonomi tahun 2008 disini. Hal itu menjelaskan bagaimana semua sosok yang hadir terjebak dalam kesulitan bahkan depresi. Ada kesedihan yang tersirat pelan maupun tersurat dalam teriakan. Film yang pilu tapi terkesan glamor seperti bagaimana Christine melabeli dirinya sebagai escort. Film ini punya unsur seksual kuat, tapi jelas bukan tentang seks. Terbukti dari lebih banyaknya kita melihat Christine bicara dengan klien daripada berhubungan seks. Ada hasrat dan kebutuhan, tapi bukan seksual, melainkan teman. Teman untuk berbagi, teman untuk meluapkan segala penat saat kondisi hidup carut marut. Setting krisis ekonominya pun terasa begitu sempurna. 
Naskah yang ditulis Brian Koppelman dan David Levien ini sesungguhnya layak menjadi adaptasi lepas dari kehidupan Sasha Grey sendiri. Seorang wanita muda yang terjun dalam industri berbasis seksual yang keras, tapi punya cara pandang unik akan industri tersebut. Bagi karakter Christine, hal itu nampak pada pilihannya untuk menjalani hubungan berkomitmen. Christine menjual kepalsuan sebagai pacar, sama seperti Grey menjual kepalsuan kenikmatan seksual yang terlihat dalam film porno. Industri porno dan girlfriend experience punya kesamaan, dimana keduanya sama-sama menjual suatu hubungan dua arah sebagai hal satu arah. Porno memberikan kenikmatan seksual pada penonton yang "tertipu" oleh akting penuh gairah sang aktris. Padahal tidak jarang ia menderita. Sedangkan GFE memberikan kepuasan menjalani hubungan, seolah sang klien menjalani hubungan dua arah dimana mereka berbagi dengan pasangan. Tapi sebenarnya itu hampa, palsu. Klien bahagia, tapi bagaimana dengan sang escort? Tidak lebih dari sekedar uang dan kekhawatiran bahwa ia akan kalah bersaing dengan wanita lain.
Lalu apa jadinya jika dalam dua industri tersebut sang pelaku dalam hal ini si wanita mencampurkan perasaan pribadi? Jawabannya adalah penderitaan, sakit hati, kekecewaan. The Girlfriend Experience adalah eksplorasi mendalam tentang seseorang yang hidup dengan topeng, mengurung sosok aslinya dalam tembok baja kuat yang tak bisa dibuka. Hal yang membuatnya stay in business, tapi juga membuatnya menderita disaat bersamaan. Tentu saja Sasha Grey sempurna sebagai Christine, karena ia tidak jauh beda dari memerankan dirinya sendiri. Saat harus berurusan dengan monolog panjang mungkin dia kewalahan, tapi itu terbantu dengan gaya Soderbergh yang lebih banyak menyoroti Christne saat terdiam, lewat siluet, atau dari sudut kamera lain yang tidak secara langsung menyoroti wajahnya. Pada saat itulah pesona Grey tak bisa ditolak. Ekspresi dinginnya mencengkeram. Disaat harus mengeluarkan kesedihan (ada dua momen) pun ia seperti tengah berkatarsis, menjadikannya terasa dalam. Christine bukan escort biasa, sama seperti Grey. She's not your typical porn actress. Dia pintar sekaligus punya imej yang jauh lebih humanis daripada bintang porno kebanyakan. Inilah bentuk casting sempurna.

Penuh ironi melihat sosok Christine yang bertugas menemani klien, membuat mereka tidak lagi sedih dan tidak merasa kesepian tapi sejatinya justru hal-hal itulah yang dirasakan Christine. Cinta pun jadi sesuatu yang membingungkan disini. Mungkin itulah yang melandasi penggunaan tanda bintang dalam tagline posternya yang berbunyi "See it with someone you ****".  Film ini adalah drama yang langka karena menghadirkan emosinya secara tersirat. Melewatkannya, maka anda akan menemukan film ini tidak lebih sebagai drama yang dingin tanpa emosi. Tapi sebaliknya, jika anda berhasil tertangkap sedikit saja oleh ketersiratan itu, The Gilrfriend Experience akan menjadi sebuah kesunyian dingin yang emosional dan amat menggigit. Jika hal kedua yang terjadi, maka simpati kuat akan anda rasakan. Bukan hanya pada Christine, tapi pada Sasha Grey sendiri. Jadi jangan heran jika setelah menonton film ini (dan menyukainya) anda akan tertarik untuk mencari tahu lebih banyak tentang sang mantan aktris porno itu. Pengemasan eksperimentalnya jelas membuat film ini akan membelah penonton menjadi dua. You're gonna love it or hate it...and I love it. 

1 komentar :

Comment Page:
Garima Arora mengatakan...

Femaleescortingurgaon Agency is very old for offering Escorts Services. They are providing Gurgaon Escorts Services with stunning girls.