THE RING (2002)

2 komentar
The one that started all of J-Horror (crapremake. Gelombang remake yang melanda Hollywood pada awal sampai pertengahan 2000-an memang diawali oleh The Ring. The first and the best, begitulah predikat yang disandang oleh film garapan Gore Verbinski ini. Tidak mengherankan, karena Ring buatan Hideo Nakata dengan sosok Sadako yang ikonik itu merupakan salah satu J-Horror paling mengerikan sepanjang masa (IMO, hanya bisa ditandingi oleh Noroi). Pada dasarnya apa yang dilakukan film ini tidak berbeda jauh dari versi aslinya. Bahkan pembukanya pun sama, yaitu pembicaraan dua remaja tentang video terkutuk dimana barang siapa menontonnya akan mati dalam tujuh hari. Salah satu dari mereka pada akhirnya mati, sedangkan satunya menjadi gila. Kejadian itu membawa kita pada sosok Rachel (Naomi Watts), wartawan sekaligus kerabat dari remaja yang tewas itu. Merasa ada kejanggalan dalam kematian tersebut, Rachel mulai melakukan penyelidikan, menemukan video terkutuk itu, dan apa yang terjadi kemudian sama dengan versi Jepang-nya. 

Naskahnya tidak lebih dari carbon copy film Hideo Nakata. Hanya memindahkan setting ke Amerika dan merubah sedikit latar belakang terciptanya video tersebut, termasuk karakter Sadako. Tidak ada setan wanita yang rambutnya menutupi wajah sehingga hanya memperlihatkan mata bernama Sadako disini. Gantinya adalah setan gadis kecil, masih dengan rambut panjang tapi berwajah mirip Linda Blair dari The Exorcist bernama Samara (SAdako yaMAmuRA, get it?) Hal utama yang menjadi penyelamat The Ring sehingga tidak berakhir sebagai totally carbon copy remake adalah penyutradaraan Gore Verbinski. Jika Hideo Nakata bermain dengan atmosfer creepy yang selalu begitu kuat terasa dalam tiap J-Horror (saya sempat berpikiran semua rumah di Jepang angker karena ini), maka Verbinski membangun atmosfernya dengan berbagai visual disturbing. Kondisi korban yang mengenaskan, beberapa gambar dengan kesan sureal, sampai keberhasilannya "mereka ulang" video terkutuk itu dengan begitu creepy adalah beberapa contoh nyata.
Verbinski juga cukup lihai memainkan antisipasi penonton, menciptakan ketegangan disaat menanti teror macam apa yang telah menunggu. Tidak seperti remake J-Horror lain yang mayoritas busuk, The Ring tidak hanya berfokus pada scare jump murahan melainkan membangun suasana. Kita tidak hanya disuguhi adegan klise nan bodoh saat karakter utama dengan ekspresi cemas yang buruk berjalan perlahan mendekati sumber horor. Momen membosankan seperti itu tidak hadir, karena saya berhasil ikut dibuat cemas bersama dengan karakternya. Sekalipun Verbinsi pada akhirnya memakai scare jump, masih ada takut yang terasa, tidak hanya kekagetan sekejap karena scoring asal keras. Sayang, semaksimal apapun usaha yang dilakukan, fakta bahwa The Ring dibuat tidak terlalu berbeda dari versi aslinya baik dari adegan maupun cerita sudah membuat remake ini ditakdirkan tidak bakal bisa mendekati apalagi melebihi karya Hideo Nakata. Bagi yang sudah lebih dulu menonton versi Jepang-nya, bisa dipastikan tidak terpuaskan sepenuhnya oleh film ini.

Pertama karena ceritanya. Meski sebuah horror, kisahnya kental unsur misteri tentang penelusuran sosok Samara dan asal muasal videonya. Tapi karena tidak banyak perubahan yang terjadi, saya pun telah familiar dengan kisahnya dan tidak menemukan misterinya menarik. Tidak ada lagi pertanyaan demi pertanyaan. Terlebih lagi cara bertutur Verbinski yang ternyata tidak sebaik selera visualnya. Seperti ada ketidak pahaman sutradara terhadap ceritanya karena benturan budaya. Hideo Nakata seperti paham betul dan ikut mempercayai segala aspek mistis yang menyelimuti misteri tentang Sadako. Sebaliknya Gore Verbinski nampak kebingungan dan kurang bisa menerima segala hal diluar nalar itu, tapi tetap memaksa cerita untuk mengikuti keseluruhan versi aslinya. Apa yang terjadi adalah narasi membingungkan yang tidak memberikan kedalaman apapun. Inilah kenapa horor Jepang atau Asia yang kental unsur gaib bahkan urban legend tidak akan pernah sesuai jika diterjemahkan oleh sudut pandang Hollywood. Saya juga tidak suka dengan penambahan beberapa hal yang tidak perlu seperti creepy kid dalam sosok Aidan. Seolah film ini tidak percaya diri dengan apa yang sudah dimiliki. Daripada kesan seram, tidak jarang justru terasa menggelikan.
This is NOTHING.....
.....compared to THIS!
Faktor kedua adalah Samara. Kenapa Samara mendapat respon begitu positif dari penonton bahkan kritikus Amerika? Karena banyak dari mereka yang baru pada film ini melihat kehadiran sang hantu perempuan. Sebaliknya bagi banyak penonton termasuk saya yang sudah lebih dulu menonton Ring, Samara jelas tampak seperti gadis kecil baik-baik dibandingkan Sadako yang pure evil. Efek kejut yang dihadirkan juga tidak sekuat saat pertama kali melihat sosok ini. Faktor lain adalah jumlah penampakan yang dimunculkan. Hideo Nakata sama sekali tidak memperlihatkan sosok Sadako melakukan teror sampai bagian akhir film, membuat kemunculannya saat merangkak keluar dari televisi jadi begitu mendebarkan. Apalagi ia mampu mengemas adegan itu dengan amat mengerikan. Penampakan close-up mata Sadako membuat saya terpaku dalam rasa takut. Sedangkan The Ring setidaknya sudah memunculkan Samara 3-4 kali sebelum adegan itu, mengurangi efek kejutnya. Verbinski juga mengemas adegan itu secara biasa, membuatnya terasa berlalu begitu saja

Naomi Watts berhasil memberikan kekuatan pada tokoh Rachel meski sebenarnya tidak punya karakterisasi kuat. Watts membuat Rachel punya motivasi kuat yang bisa dipercaya dalam tiap tindakannya, sehingga karakternya tidak nampak bodoh dan bertindak hanya untuk memfasilitasi teror demi teror dari film. Totalitas Watts membuat setiap emosinya begitu terasa, dan saya pun bersimpati padanya. Tidak ada akting kaku seperti yang biasa dihadirkan aktris medioker yang menjadi korban teror hantu dalam film-film horror. Tentu saja The Ring merupakan yang terbaik daam gelombang remake J-Horror, tapi bukan karena film ini spesial, melainkan lebih karena kompatriotnya yang benar-benar busuk. Gore Verbinski punya cara pengemasan gambar yang creepy, tapi Samara jelas bukan Sadako yang mampu membuat saya terpaku dalam ketakutan meski dengan riasan lebih complicated.

2 komentar :

Comment Page:
krhh mengatakan...

Saya malah lebih suka versi remakenya karena efeknya jauh lebih bagus. Yang Jepang malah kurang menakutkan bagi saya, haha

Rasyidharry mengatakan...

I love the visual as well, but for me the mystery is too familiar (carbon copy effect)....and too modern
:D