THE SPONGEBOB MOVIE: SPONGE OUT OF WATER (2015)

Tidak ada komentar
Tontonan dewasa berbentuk animasi, sajian cerdas yang terlihat tolol. Begitulah SpongeBob SquarePants, tidak terkecuali film layar lebar keduanya ini. Kisahnya dibuka lewat cara yang familiar saat Plankton lagi-lagi berusaha mencuri resep Krabby Patty. Usahanya hampir berhasil sebelum resep itu tiba-tiba menghilang. Tanpa resep, tidak ada krabby patty. Tanpa krabby patty warga Bikini Bottom menggila, menciptakan era post-apocalyptic: kerusuhan dimana-mana dan semua orang berpakaian ala karakter Mad Max dengan ornamen tengkorak atau pakaian kulit. SpongeBob yang tahu bahwa semua itu bukan salah Plankton mengajak sang musuh bebuyutan bekerja sama sebagai tim untuk mencari resep yang hilang. Bagaimana caranya? Tentu saja membuat mesin waktu, kembali ke masa lalu untuk mencegah hilangnya resep sembari mengunjungi lumba-lumba bernama Bubbles yang selama 10.000 tahun mengawasi jagat raya. Dengan alur absurd seperti itu, kita tahu film ini akan menyajikan kisah SpongeBob yang kita kenal.

Hal terbaik dari SpongeBob SquarePants adalah lelucon sureal yang hadir tiba-tiba. Misal seorang tokoh mengatakan "tidak mungkin A akan terjadi", sesaat kemudian "A" benar-benar terjadi. Sponge Out of Water masih mempertahankan gaya bercanda semacam itu, khususnya pada dua pertiga awal. Berada di luar logika serta dipenuhi karakter yang bertingkah tolol, memang mudah menyebut bahwa film ini adalah sajian bodoh tak berotak. Tapi justru segala sisi abstrak dan celetukan-celetukan blink-and-you'll-miss-it memperlihatkan betapa cerdas dan dewasanya selera humor film ini. Saya yakin bahwa kebanyakan penonton anak atau orang dewasa yang lebih menyukai humor slapstick akan kesulitan menikmati film ini. Daripada tertawa, justru celetukan macam "maksudnya?" atau "aneh amat?" yang mungkin bakal lebih sering muncul. Terlihat bodoh, tapi justru penonton tidak boleh kehilangan fokus. Sponge Out of Water memang ditujukan pada fans atau penonton yang tidak sama sekali buta akan gaya lelucon serialnya.
Sama seperti film pertama, third act dari film ini membawa semua karakter ke dunia manusia, alias adegan live action. Bedanya, semua karakter dari Bikini Bottom dihadirkan dengan animasi CGI saat berada di "dunia atas". Sepertiga akhir film memang seru, disaat keenam karakter utama berubah menjadi superhero dengan kekuatan unik masing-masing. Langkah yang cukup brilian mengingat superhero tengah menjadi tren saat ini. Seru dan menghibur, tapi kehilangan segala keunikan humornya. Lebih mementingkan sajian aksi dengan sentuhan slapstick membuat third act-nya tidak hanya kalah menarik dari paruh awal tapi sempat terasa membosankan pula. Perjalanan dua pertiga awal film bagaikan pemandangan saat seseorang mengkonsumsi LSD. Sureal, penuh kombinasi warna aneh yang menyenangkan, lucu tapi abstrak. Sebelum akhirnya terbangun disaat filmnya berpindah ke dunia nyata. Seolah efek LSD telah hilang, dan kita kembali pada kenyataan yang begitu-begitu saja.

Klimaks yang kurang menarik membuat filmnya secara keseluruhan jadi terasa kepanjangan. Ironis, disaat sang bajak laut meminta para burung camar berhenti bernyanyi karena akan membuat filmnya terlalu panjang, karena saat itu film ini sendiri memang sudah terlalu panjang. Ceritanya sendiri memang bisa diselesaikan hanya dengan dua sampai tiga segmen serial televisinya, yang berarti kurang lebih hanya makan waktu 30-45 menit. Menjadikannya film 92 menit jelas menghadirkan resiko di atas. Tapi toh saya tidak masalah asalkan terus dijejali lelucon "asal" seperti biasa. Hanya saja saat tingkat kegilaan dikurangi, masuk ke ranah live action yang sebenarnya amat tidak perlu, durasi 92 menit terasa agak kepanjangan. Sangat disayangkan karena hal itulah yang menjadi penutup film ini, membuat Sponge Out of Water diakhiri dengan kesan yang tidak terlalu spesial meski secara keseluruhan tetap berhasil menciptakan hiburan absurd menyenangkan. Mungkin film ini butuh David Hasselhoff.

Tidak ada komentar :

Comment Page: