21 GRAMS (2003)

Tidak ada komentar
"Life goes on" adalah kalimat yang sering didengar oleh tokoh-tokoh dalam film ini, karena masing-masing dari mereka memang baru saja dihadapkan pada tragedi yang menghalangi untuk melangkah maju, membenamkan mereka dalam masa lalu akibat kekangan duka mendalam. Sebagai bagian kedua dari trilogy of death setelah Amores perros hasil kolaborasi sutradara Alejandro Gonzales Inarritu dan penulis naskah Guillermo Arriaga, 21 Grams masih memakai cara bertutur nonlinier yang serupa. Tiga orang karakter yang tidak saling kenal "dipersatukan" oleh sebuah kejadian yang tidak hanya merubah kehidupan masing-masing tapi juga mempertemukan mereka. Ketiga karakternya adalah seorang dosen matematika yang sekarat karena penyakit jantungnya, Paul Rivers (Sean Penn), mantan narapidana yang kini mengabdikan hidupnya untuk Jesus, Jack Jordan (Benicio del Toro) dan seorang ibu dengan dua orang puteri, Cristina Peck (Naomi Watts). 

Kejadian yang menjadi titik poin sentral cerita adalah sebuah kecelakaan. Filmnya pun bergerak dengan menjadikan titik tersebut sebagai pemisah "babak". Ada tiga buah bagian, yakni sebelum, disaat dan sesudah kecelakaan. Kita pun melihat seperti apa kehidupan tiap-tiap karakter sebelum kejadian tersebut, bagaimana mereka "berperan" pada saat itu, serta dampak dari kecelakaan terhadap kehidupan masing-masing. Tapi pengemasan yang nonlinier membuat setiap fase tidak bisa dengan mudah diidentifikasi. Layaknya kepingan puzzle yang masih disebar secara acak, penonton tidak akan langsung tahu kapan sebuah adegan terjadi. Sekilas bagaikan style over substance, tapi bagi saya gaya tersebut menjadi cara untuk menguatkan unsur "mystery of moment" yang diusung film ini. Seperti yang dikatakan Jack pada Cristina, adalah suatu misteri bagaimana suatu kejadian bisa mempertemukan dua orang. Cara bertutur film ini memperkuat kesan tersebut, dimana penonton dibuat bertanya-tanya bagaimana permulaan dari tiap momen. 
Hyperlink Cinema semacam ini juga berguna untuk mengakali panjangnya durasi yang dibutuhkan untuk menuturkan berbagai cerita. Dengan alur yang lurus, tiga arc film ini mungkin membutuhkan waktu mendekati tiga jam untuk bisa mendapatkan efek yang diinginkan. Pada akhirnya memang akan lebih total dalam eksplorasi karakter serta transformasi, suatu hal yang menjadi sedikit kekurangan 21 Grams, tapi juga berpotensi berjalan terlalu panjang. Dengan teknik bertutur ini, Inarritu bisa bermain-main dengan pikiran penonton untuk membantu menghubungkan setiap cerita. Penggunaan alur lurus mengharuskan suatu film menampilkan setiap detail momen sehingga tidak ada kesan terputus yang hadir. Tapi gaya melompat-lompat antar kisah dan timeline semacam ini membuat penonton secara tidak sadar membangun sendiri jembatan untuk mengaitkan satu momen dengan yang lain. Alhasil penghematan durasi bisa dilakukan tanpa harus mengorbankan kekuatan narasi. Tapi bahkan meski sudah menghemat durasi, 21 Grams tetap terasa dragging pada paruh kedua, tepatnya disaat berbagai misteri telah banyak terungkap. Dari film yang tadinya dinamis menjadi lebih sering berlama-lama pada satu titik, yang justru menurunkan tensi daripada memperkuat cerita.

Tidak hanya dipertemukan, tiap karakter dalam film ini turut mempengaruhi kehidupan satu sama lain secara signifikan. Jack dan Cristina berada dalam kondisi yang serupa. Kehidupan damai yang mereka jalani tiba-tiba berubah total semenjak kecelakaan tersebut. Sedangkan Paul adalah penengah yang kehadirannya berguna sebagai penghubung kedua tokoh lain. Meski begitu, penempatan Paul dalam narasi tidak diselipkan secara paksa. Dia bukan sosok yang entah datang darimana hanya sebagai penghubung antar karakter. Berbeda dengan Jack dan Cristina, kecelakaan yang terjadi justru memperbaiki kehidupan Paul yang tadinya sekarat. Bahkan pada konklusi pun nasib yang ia alami berbeda dibandingkan dua tokoh lain. Paul adalah perlambang suatu pengorbanan, karena dalam realita dunia tidak sempurna yang penuh tragedi dan kejahatan (digambarkan begitu sempurna disini), kebahagiaan bukanlah sesuatu yang gratis dan bisa didapatkan begitu saja.
Bicara soal konklusi, 21 Grams punya penutup yang menunjukkan bahwa meski dipenuhi dengan kematian serta duka (judulnya saja merujuk pada jumlah pengurangan berat badang manusia setelah mati), film ini tetap sebuah film optimis tentang harapan dan kesempatan untuk memulai kehidupan baru. Film ini memberikan optimisme yang tidak overly-dramatic karena ber-setting di tengah realita. Bicara soal realita, meski dibuat 12 tahun lalu, 21 Grams justru semakin relevan dengan kondisi sosial masyarakat sekarang ini. Era globalisasi telah memfasilitasi masyarakat untuk bisa berhubungan dengan banyak orang di seluruh dunia tanpa terbatas jarak dan waktu. Tentu saja misteri yang sering disebut "kebetulan" tentang bagaimana seseorang bisa bertemu dengan orang lain secara "tidak sengaja" semakin sering pula terjadi. 

Para pemainnya memberikan totalitas demi menghidupkan peran masing-masing. Naomi Watts dan Benicio del Toro menghadirkan duka lewat cara berbeda. Watts berhasil menunjukkan fase manic yang dialami Cristina dengan tangisan dan amarah meledak-ledak, tapi saat berada dalam fase depresif, ia hanya akan duduk terdiam sambil mengungkapkan pesimisme untuk menjalani masa depan. Saat harus berhadapan dengan seseorang yang melampiaskan emosi karena duka mendalam, kita tentu akan lebih banyak kebingungan dalam merespon orang tersebut, hal itulah yang berhasil ditunjukkan oleh Watts. Sedangkan dari Benicio del Toro terhampar jelas sosok seorang pria yang keimanannya tengah goyah. Disaat ia merasa telah memberikan seluruh hidupnya pada Tuhan hanya untuk merasa dikhianati maka timbul rasa sakit, tak percaya, dan benci yang campur aduk. Sedangkan Sean Penn sudah melakukan yang terbaik, khususnya saat Paul dalam kondisi sekarat, namun fakta bahwa dinamika emosi karakternya tidak sedalam Jack dan Cristina membuat aktingnya pun tidak sekuat Watts maupun del Toro.

Verdict: Gambaran mengejutkan tentang hubungan antar manusia yang penuh twist dan terasa dramatis tanpa perlu berlebihan mengeksploitasi kedua hal tersebut. Sebuah showcase berisikan kehebatan Inarritu dalam menuturkan kisah sederhana secara kompleks.

Tidak ada komentar :

Comment Page: