UNFRIENDED (2014)

2 komentar
It's always amazed me how one simple but creative change could turn a worn-out premise into one great movie. Unfriended merupakan salah satu contoh terbaru dari pernyataan tersebut. Menilik dasar cerita dari naskah tulisan Nelson Greaves, film ini bisa saja berakhir sebagai "another teen slasher movie". Sekelompok remaja yang diteror oleh "hantu" dari dosa masa lalu mereka jelas mengingatkan pada I Know What You Did Last Summer. Tapi cukup tambahkan aspek kultur online pada remaja masa kini serta gambar yang hanya menampilkan proyeksi layar laptop, jadilah Unfriended tidak hanya sebagai salah satu horror paling mengerikan dalam beberapa tahun belakangan, namun juga paling inovatif. Entah disadari atau tidak, entah sengaja maupun kebetulan, tapi film ini cerdas baik dari caranya menghadirkan kengerian maupun pengemasan detail cerita.

Dituturkan melalui sudut pandang screencast dari laptop milik Blaire Lily (Shelley Henig), Unfriended membawa kita pada sebuah group chat lewat Skype antara Blaire dan teman-temannya. Tapi sebelum masuk dalam perbincangan itu, Blaire terlebih dahulu ditunjukkan tengah melihat-lihat video tentang kasus bunuh diri seorang remaja putri bernama Laura Barns (Heather Sossaman). Laura bunuh diri setelah video memalukan saat ia mabuk di-upload oleh temannya ke YouTube. Sebagai bukti betapa standarnya premis film ini, kita akan tahu bahwa kasus bunuh diri Laura bakal menjadi pemicu terjadinya teror, serta bahwa Blaire dan rekan-rekannya memiliki keterkaitan dengan kasus tersebut. Tapi bagaimana cara menyebar teror dengan hanya bermodalkan Skype? Disitulah segala misteri dan kengerian dimulai. Tepatnya saat dalam group chat itu hadir akun misterius yang tidak menunjukkan identitasnya.  
Karena beranggapan bahwa itu hanyalah glitch, obrolan santai mereka pun berlanjut. Hingga keanehan mulai bermunculan saat akun misterius bernama "billlie227" tersebut seolah mampu mengontrol komputer semua orang dan banyak hal aneh lain. "Siapa pelaku semua itu?" adalah satu misteri yang menjadi awal dari segala keasyikan mengikuti film ini. But first of all, "Unfriended" is really scary. Sudah cukup bagi saya jika film horror mampu memberikan rasa takut, sedangkan kelebihan lainnya adalah bonus. Film ini mampu memenuhi hakikatnya untuk menakut-nakuti, tapi seolah belum cukup puas, saya pun diberikan begitu banyak bonus. Jauh lebih banyak dari yang saya perkirakan. 

Tapi bagaimana mungkin sebuah pembicaraan Skype bisa menyeramkan? Jika anda pernah melakukan video chat menggunakan komputer di malam hari, mungkin anda pernah mendapati pemikiran seram jika saja ada hal aneh tertangkap kamera. Seperti tiba-tiba ada sekelebat sosok misterius lewat di belakang lawan bicara anda, atau sebaliknya ia melihat ada yang aneh di dekat anda. Ada ketegangan hasil dari rasa tidak tahu. Begitulah cara film ini menakut-nakuti penontonnya. Kengerian lebih banyak dibangun dari atmosfer daripada kejutan bising, tapi sekalinya hadir, Unfriended punya scare-jump efektif. Kita seolah ikut hadir dalam pembicaraan Skype itu karena apa yang terlihat di sepanjang film hanyalah screencast. Kita dibuat merasakan ketakutan yang sama dengan karakternya karena sudut pandang yang serupa dengan mereka. Bahkan kengerian serta ketegangan yang bakal terasa meta jika kita menonton film ini dari layar laptop. Aneh memang, bahkan sesungguhnya menjadi satu kekurangan karena Unfriended bakal lebih mengerikan ditonton dari komputer/laptop daripada layar lebar. 

Meski berdurasi hanya 83 menit, sebuah teror melalui video chat yang (kita tahu) bakal berujung dengan kematian satu per satu karakter nampak tidak memiliki tenaga cukup untuk terus tancap gas. Disinilah kekuatan naskahnya bermain. Akun "billlie227" selalu punya "menu" baru untuk diberikan pada korbannya. Menu itu berasal dari pembagian berbagai rahasia hingga modifikasi permainan "Never Have I Ever", dimana yang kalah bukan diharuskan meminum alkohol, tapi dibunuh. Naskah Nelson Greaves membagi rata berbagai menu itu dalam rentang waktu yang sempurna. Tentu saja pace bertutur dari Leo Gabriadze turut berperan besar. Fakta bahwa filmnya diambil secara single take membuat momentum selalu terjaga. Kesan real time membuat saya merasa terlibat dalam filmnya. Metode tersebut juga berjasa menjadikan akting para pemainnya believable. Tidak ada teriakan atau tangisan berlebihan seperti yang biasa ditemui dalam horror remaja kebanyakan. Rasa takut dan kelelahan akibat teror nampak nyata dalam tiap-tiap dari mereka.
Tapi aspek terbaik dari naskahnya sekaligus yang semakin memantapkan posisi Unfriended di atas horror lain adalah kuatnya sentuhan kultur internet pada remaja zaman sekarang. Sampul utamanya adalah cyberbullying, tapi dibalik sampul besar itu terdapat keping-keping lagi. Tidak hanya konflik, tapi juga segala tindakan yang diambil oleh remaja di film ini amat menggambarkan budaya di atas. Mereka sampai pada tingkatan adiktif pada hal-hal berbau internet dan interaksi sosial media. Dari situ pula pertanyaan besar mengenai film ini bisa terjawab: "kenapa mereka tidak langsung matikan komputer saja?" Karena mereka ketagihan. Saat mereka butuh jawaban akan sebuah misteri, maka Google tersedia untuk memberikan jawaban. Mereka merasa semuanya ada di komputer beserta internetnya, jadi untuk apa meninggalkan itu? 

Film ini bahkan cukup berani untuk memberi suntikkan komedi hitam sebagai bentuk satir terhadap kultur tersebut. Semua ini terjadi hanya karena ketidakmampuan untuk menahan diri membagi semua hal di sosial media. Sangat sederhana, bahkan tidak penting. Tapi begitulah kebiasaan banyak orang saat ini. Terjadi beberapa pertengkaran disini, termasuk salah satunya pada situasi yang mengancam nyawa karakternya. Itu juga gambaran miris tentang kultur sekarang. Disaat ada masalah lain yang jauh lebih genting, pertengkaran justru disulut oleh kejadian sepele seperti masalah pacar atau foto tidak senonoh yang dipublikasikan lewat facebook. Beberapa kali film ini mampu memancing tawa saat saya menjadi observer terhadap tingkah tokohnya. Termasuk salah satu dialog paling lucu tahun ini yang berbunyi "well, the glitch just typed!" Dengan itu makin lengkaplah film ini. This movie isn't just a cheap thrill. Unfriended is an ultimate horror movie for today's generation.

2 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

dari aku "bagus", dari kamu "sangat bagus". Mengejutkan.
kemarin aku nemu found footage bagus juga judulnya Creep. sumpah medeni filmnya. top wis!

Rasyidharry mengatakan...

Iyatuh, penasaran sama Mark Duplass nulis horror di Creep. Udah ada filmnya cuma belom ketonton