THE ANGRY BIRDS MOVIE (2016)

1 komentar
Apakah Hollywood benar-benar kehabisan ide segar? Mereka yang percaya akan hal tersebut bakal semakin vokal menanggapi pembuatan The Angry Birds Movie. Mari lupakan pertanyaan "is it necessary?" sebab jawabannya sudah jelas. Lebih penting justru mempertanyakan bagaimana mengembangkan cerita film banjang berdasarkan game strategi sederhana berisi burung-burung menabrakkan diri guna menghancurkan istana para babi. Angry Birds Toons mampu berjalan karena hanya berdurasi sekitar tiga menit tiap episode, tapi feature film selama 97 menit adalah hal berbeda. Jon Vitti selaku penulis naskah tentu dibebani pekerjaan berat, dan secara mengejutkan mampu ia lakoni cukup baik, menjadikan The Angry Birds Movie tontonan menghibur semua umur.

Di sebuah pulau dengan habitat burung-burung tanpa kemampuan terbang, hiduplah Red, burung yang mudah tersulut amarahnya hingga dijauhi masyarakat dan akhirnya memilih tinggal di bibir pantai, terpisah dari pusat pemukiman. Suatu hari tiba sebuah kapal berisi beberapa ekor babi. Leonard sang pemimpin menyatakan diri datang untuk menjalin perkawanan bersama para burung. Semua senang hati menyambut Leonard dan anak buahnya, terlebih pasca pesta meriah semalam suntuk. Sebenarnya Red menyadari ada intensi tersembunyi di balik kebaikan Leonard, namun seluruh warga enggan mempercayainya. Ketika terungkap bahwa Leonard hendak mencuri semua telur, harapan justru digantungkan pada Red beserta burung-burung bermasalah lain dari sebuah anger management class
Paparan cerita film ini sejatinya biasa saja, yakni sebuah from zero to hero nihil twist. Tapi Jon Vitti layak diapresiasi atas kemampuannya menuliskan aliran cerita rapih tanpa harus terlampau dipaksakan. Karakterisasi tidak begitu mendalam tapi cukup untuk sekedar membawa penonton mengenali masing-masing dari mereka: Red si burung pemarah, Chuck gemar berbuat onar, dan Bomb berhati lembut namun sulit mengontrol sumbu ledak emosinya bergolak. Bermodalkan itu entertaining three-way interaction tercipta, memunculkan dinamika menyenangkan saat ketiganya bercengkerama. Kekurangan naskah terletak pada progresi yang kerap terburu-buru, melupakan pembangunan impact emosi, terlebih pasca para babi beraksi. Alasan warga menggantungkan harap pada Red juga kurang meyakinkan, karena walau dia menyadari rencana Leonard, sebelum itu Red hanya mengacau tanpa sekalipun memunculkan potensi. 
Seperti telah saya singgung di awal, The Angry Birds Movie adalah tontonan menghibur semua umur, yang mana mendapat mayoritas injeksi kekuatan dari komedinya. Dibuka oleh slapstick-oriented opening sequence, saya sempat pesimis film ini bakal mampu menghibur penonton selain anak-anak, sebelum akhirnya seiring waktu berjalan pesona komedi berisi tingkah polah kocak tokoh-tokohnya mulai bermunculan. Harus diakui bukan lelucon cerdas, namun tidak pula dilontarkan secara asal. Jon Vitti memberi dosis cukup alih-alih melepaskannya tiap menit. Duo sutradara Fergal Reilly dan Clay Kaytis pun memahami ketepatan timing serta cara pengemasan sempurna teruntuk masing-masing humor. 

Berhiaskan visual kelas satu, The Angry Birds Movie sukses menghidupkan keunikan tiap tokoh sehingga filmnya penuh warna tidak hanya dalam artian literal. Beberapa burung kecil pun tampil menggemaskan berkatnya. Kelebihan visual turut memfasilitasi penyajian momen paling ditunggu sekaligus klimaks filmnya, apalagi kalau bukan saat para burung terlontar dari ketapel guna menghancurkan istana Leonard. It's well-executed and really entertaining. Sayang, Fergal Reilly dan Clay Kaytis melucuti unsur strategi yang jadi salah satu keasyikan game-nya. Deretan burung-burung diberi kesempatan unjuk gigi menghancurkan bangunan, namun ketiadaan keunikan olah taktik membuatnya sekedar kekacauan (mengasyikkan) biasa. Pada akhirnya memang begitulah keseluruhan The Angry Birds Movie, hiburan lucu nan menyenangkan walau bisa jadi mengecewakan bagi para pencari tontonan berbobot.

1 komentar :

Comment Page:
for this blog mengatakan...

jadi inget 2011, eh 2012 ya itu gamenya