WARKOP DKI REBORN: JANGKRIK BOSS! PART 1 (2016)

16 komentar
34 film dalam medio 80-an hingga 90-an, Warkop DKI adalah ikon kultural tak hanya bagi dunia komedi pula hiburan Indonesia secara menyeluruh. Maka menjadi wajar tatkala usaha menghidupkan kembali trio Dono-Kasino-Indro melalui "Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1" dipandang tak hanya sebagai perilisan film semata, melainkan cultural event. Kesuksesan finansial tentu sebuah jaminan  memecahkan rekor dengan mengumpulkan satu juta penonton selama 2,5 hari penayangan  tapi pertanyaan besar menghinggapi kualitasnya. Apalagi menilik catatan Anggy Umbara sang sutradara yang melalui tiga installment "Comic 8" lebih gemar menyuntikkan gaya visual berlebih tanpa diimbangi kelucuan memadahi.

Bersama Bene Dion Rajagukguk dan Andi Awwe Wijaya, Anggy menulis naskah film ini dengan menggabungkan beberapa cerita film Warkop khususnya "IQ Jongkok", "Setan Kredit" dan "Chips". Penonton diajak mengamati sepak terjang Dono (Abimana Aryasatya), Kasino (Vino G. Bastian) dan Indro (Tora Sudiro) sebagai anggota Chips (Cara Hebat Ikut Penanggulangan Sosial) yang tugasnya bervariasi, mulai mengatur lalu lintas sampai menangani kasus pembegalan dengan bantuan wanita Prancis bernama Sophie (Hannah Al Rashid). Tapi ketidakbecusan dalam bertugas plus segunung tagihan kredit membuat ketiganya terlilit hutang, lalu menggantungkan harapan pada sebuah peta harta karun yang tak sengaja mereka temukan.
Cerita sesederhana itu sejatinya tak perlu dibagi ke dalam dua film, dan terbukti alurnya terasa dipanjang-panjangkan melalui rangkaian sketsa tak perlu. Akibatnya keefektifan lelucon menurun, tatkala beberapa humor berdaya bunuh lemah yang semestinya ditinggalkan saja di ruang editing dipaksa masuk mengisi durasi. Di luar itu "Jangkrik Boss Part 1" masih memancarkan pesona komedi serupa sajian klasik Warkop DKI yang kita semua cintai: slapstick, situasi bodoh dengan kekacauan luar biasa, celetukan seenaknya  khususnya milik Kasino  hingga wanita-wanita seksi sebagai pemanis yang kadarnya diturunkan bila dibandingkan sajian Warkop dahulu (menghindari tudingan seksis?).

Sentimentil atau setidaknya senyum simpul bakal hadir berkat sentuhan nostalgia, walau patut disayangkan tercipta ganjalan akibat cara presentasi yang kerap dipaksakan. Paling kentara adalah saat Kasino membawakan "Nyanyian Kode". Saya terhibur sekaligus terganggu di waktu bersamaan karena alasan lagu tersebut dibawakan begitu random, sangat sulit diterima. Usaha menyelipkan kritik sosial-politik bernasib sama. Setelah dibawa sekilas menengok beberapa polah unik nan konyol masyarakat Indonesia di adegan pembuka, sentilan-sentilan khususnya tentang politikus berulang kali terdengar, namun sebatas celotehan sambil lalu. 
Anggy memang masih kurang memperhatikan timing, di mana selain berondongan komedi hampir tiap menit tadi, saya tak menemukan usaha menekankan punchline sebuah jokes  dalam film Warkop DKI biasanya dilakukan menggunakan efek suara konyol. Butuh waktu pula untuk membiasakan diri dengan ritme guyonan "asal terjang" filmnya, namun seiring durasi, gelak tawa mulai berhasil diberikan secara konsisten, berpuncak pada paruh akhir yang terdiri dari momen-momen seperti "pesawat maju mundur" atau kekacauan kala Dono-Kasino-Indro mencegat taksi di bandara. Menyegarkan pula mendapati Anggy meminimalisir style berlebihan miliknya dan menemukan cara supaya kegemarannya menjalin adegan aksi bisa menguatkan komedi. Adegan kejar-kejaran Chips dan pelaku bekal (Arie Kriting) tak hanya lucu, pula selaras dengan semangat absurditas Warkop DKI.

Departemen akting menjadi sisi terkuat. Sebagaimana peran Indro dalam film-film Warkop DKI, Tora Sudiro tidak mencuri spotlight, tapi solid menyokong interaksi menggelitik trio protagonis. Vino G. Bastian penuh totalitas menyuarakan tiap selorohan tajam Kasino berbalut logat "ngapak" yang cukup meyakinkan meski beberapa kali sang aktor terdengar kerepotan. Namun Abimana Aryasatya adalah pemilik daya pikat terbesar. Transformasinya baik dari tampilan fisik  dibantu gigi palsu dan body suit  maupun suara bak tak memiliki perbedaan dengan Dono. Saya tidak melihat Abimana berakting sebagai Dono, melainkan Dono sendiri seolah hidup kembali di layar. Abimana memperlihatkan definisi akting sebagai "perubahan menjadi" luar-dalam. This is one of the best transformation an Indonesian actor ever done. The movie itself is one of the funniest comedy of the year.


Ticket Sponsored by: Bookmyshow ID

16 komentar :

Comment Page:
Ulik mengatakan...

Diluar ekspektasi saya saat menonton trailernya yang gak lucu banget.
Scene favorit saat acara sidang dapet banget Agus Kuncoro sampai segitunya.
Nyanyian kodenya ngak banget beda sama versi aslinya .

Unknown mengatakan...

Setuju bang, alangkah baiknya film ini tidak dipaksakan menjadi 2 Part, lebih bijak satu film saja dengan durasi 120 menit,totalitas akting ketiganya mantap dan Abimana beneran jadi Dono.

Alvi mengatakan...

sudah bisa memprediksikan kalo Abimana bisa bersinar diantara Vino dan Tora

Rasyidharry mengatakan...

Trailer-nya emang medioker dan asal pasang jokes.
Yes, akhirnya peran yang walau singkat tapi beda dari tipikal Agus Kuncoro

Rasyidharry mengatakan...

Khawatir film-film Anggy yang diproduksi Falcon ke depannya begini semua

Rasyidharry mengatakan...

Vino & Tora bagus, tapi Abimana ada di level yang beda :)

Bong mengatakan...

Review Free State Of Jones, bung

Unknown mengatakan...

Namun sayang nya lelucon-lelucon yg di lempar banyak miss nya dari pada hit nya apa ini krn selera humor setiap orang berbeda ya ?

Rasyidharry mengatakan...

Yep, murni perbedaan selera humor. Di kalangan reviewer pun film ini divisive kok :)

Jf xkdn mengatakan...

Abis liat trailernya, ekspektasi saya diturunin, tapi abis nonton, diluar dugaan... Bagus bgt.. Dua jempol buat abimana...

Sdusdu mengatakan...

Fix. Aktor2 Indonesia emang keren2. Special efek yang pas di adegan ngejar begal juga lumayan keren. Tinggal penulis sama sutradaranya aja yang masih kurang.

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

baru sempet nonton
kerasa banget filmnya dipanjang panjangin
tp humor ala warkop cukup terasa , meski ada beberapa scene yg sangat menganggu karna dipaksakan
lagu nyanyian kode menjadi sebuah nostalgia yg menyenangkan, tp juga menganggu karna random dikeluarkan
saya melihat tora sbagai tora, vino yg memerankan kasino dengan style yg berbeda(suaranya dan tingkahnya berbeda dengan kasino) namun saat melihat abymana, saya merasakan dono kembali bermain film
setelah transformasi reza rahadian sebagai bossman, kini ada abymana sebagai dono
saya senang nonton warkop reborn, akan lebih senang jika film ini dijadikan safu film aja
jika mau mengambil keuntungan lg, falcon tinggal buat film warkop reborn dengan subjudul yg berbeda, benar ga kang rasyid??

Rasyidharry mengatakan...

Sutradara belum banyak yang bisa bercerita lewat visual. Kalo penulis naskah simply masih kurang banget

Rasyidharry mengatakan...

That's right. Tinggal bikin sekuel aja dengan konsep cerita lain, walau dari sisi marketing, embel-embel "part 1" bisa boost jumlah penonton dengan syarat mayoritas puas.

Dana Saidana mengatakan...

Ada satu adegan yang sampai saat ini mengganjal dipikiran saya Mas.

Adegan sewaktu Indro dari masa depan memberitahukan kepada Indro muda (Tora Sudiro) bahwa kakek nenek yang dilihatnya itu sebenarnya begal motor.

Indro dari masa depan logikanya kan sudah mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan sehingga perlu untuk memberikan peringatan kepada Indro muda.

Namun kenyataannya kan salah.
Nah konteks atau benang merah adegan itu arahnya kemana ya Mas?
Saya lebih suka kalau adegannya ternyata Kakek nenek itu beneran begal motor, dan karena peringatan dari Indro maka penyamarannya ketahuan.

Bukannya Indro dari masa depan malah ngilang..

Rasyidharry mengatakan...

Wah kalo mikirin masalahh logika sebab akibat di film ini bakal pusing, lupakan haha