GUARDIANS OF THE GALAXY VOL. 2 (2017)

26 komentar
James Gunn dan Guardians of the Galaxy adalah contoh sempurna bagaimana menjalankan waralaba lewat proses menanam dan menuai. Tiga tahun lalu, langkah berani memperkenalkan lima a-holes tak dikenal sukses melahirkan idola baru berkat penokohan solid pula interaksi menarik. Hasilnya, begitu penonton bertemu mereka lagi di sekuelnya, timbul kelekatan secara emosional guna memaksimalkan penceritaan yang lebih personal. Selain mempertahankan kejeniusan Gunn merangkai komedi, Vol. 2 menegaskan posisi franchise ini sebagai drama keluarga, tepatnya tentang sekelompok individu yang kehilangan keluarga, menemukan satu sama lain, tumbuh bersama membentuk keluarga baru.

Kisahnya didasari pertanyaan film sebelumnya mengenai identitas ayah Peter Quill / Star-Lord (Chris Pratt), yang rupanya adalah sosok celestial bernama Ego (Kurt Russell). Demi menebus hangatnya hubungan ayah-anak yang tak pernah mereka punya, Ego mengundang Peter, Drax (Dave Bautista) dan Gamora (Zoe Saldana) ke planet miliknya, sedangkan Rocket (Bradley Cooper) dan Baby Groot (Vin Diesel) tinggal guna memperbaiki Milano pasca pertempuran melawan pasukan Sovereign sambil menjaga Nebula (Karen Gillan). Sementara Ayesha (Elizabeth Debicki), sang Pendeta Sovereign menyewa Yondu (Michael Rooker) dan Ravagers untuk menangkap Guardians yang mencuri barang kepunyaannya. 
Guardians of the Galaxy dipersenjatai winning formula yang saking ampuhnya, memberi template bukan hanya bagi film MCU (warna vibrant), pula rilisan studio lain dalam pemakaian lagu era 70 hingga 80-an. Ada rasa khawatir Gunn dan tim berlebihan menggunakan formula tersebut. Kekhawatiran itu sempat menguat di 15-20 menit awal kala lagu-lagu bertumpuk silih berganti terdengar, setiap kalimat karakternya berintensi melucu, sampai eksploitasi Baby Groot pada opening credit. Terasa melelahkan ketimbang menyenangkan akibat kesan memaksakan diri menyamai bahkan menggandakan keasyikan pendahulunya. Tanpa pemanasan, penonton langsung diajak mengarungi parade sok asyik yang Gunn jejalkan.

Kondisi berubah setelah Ego datang membawa Mantis (Pom Klementieff), alien berkemampuan emphatic yang ia besarkan. Tidak pernah mengalami interaksi sosial membuatnya polos (cenderung bodoh), sisi utama pemancing gelak tawa. Bicara kebodohan, tentu Guardians memiliki Drax yang selalu bicara terus terang. "Mulut busuk" Drax plus keluguaan Mantis menciptakan interaksi komedi kelas satu, di mana kepiawaian Bautista melontarkan ejekan (baca: kejujuran pedas) menggelitik direspon sempurna ekspresi kosong Klementieff. Tiap kali keduanya bersama adalah jaminan tawa tak berujung, "memanaskan" penonton supaya siap terhibur oleh deretan humor berikutnya.
Selanjutnya, Guardians of the Galaxy Vol. 2 bagai mesin penghasil tawa yang enggan berhenti beroperasi. Gunn jeli melihat sisi lucu bermacam hal, dan berbeda dengan paruh awal durasi, makin pintar memilih timing menyelipkan beragam lelucon, entah olok-olok nama Taserface (Chris Sullivan) atau humor seksual. Ketika Drax dan Mantis berjasa di comic timing, Baby Groot merupakan salah satu tokoh paling menggemaskan yang pernah hadir di layar lebar. Lebih naif dari Groot dewasa, tingkahnya mengundang kecintaan, menyesakkan sewaktu melihatnya terancam bahaya di puncak pertempuran.

Dibanding film pertama dengan politik luar angkasa ditambah pencarian infinity stone, Vol. 2 berjalan sederhana dibalut cerita yang layak disebut tipis. Namun fokus filmnya memang bukan kompleksitas alur, melainkan hubungan karakter yang ditautkan benang merah berupa kekeluargaan antara anggota Guardians, Gamora dan Nebula, sampai Peter dan ayahnya. Salah satu credit scene pun memperlihatkan Guardians of the Galaxy tak ubahnya perjalanan tumbuh kembang dalam keluarga. Poin itu berhasil sebab kita sudah terikat dan terpikat dengan karakternya sedari film pertama, dan sekuel ini berfungsi menegaskan bahwa di samping tingkah seenaknya pun saling ejek yang rutin terjadi, para penjaga galaksi ini menyimpan kebaikan hati, peduli satu sama lain.
Niat Gunn menjadikan filmnya bukan saja spectacle megah terlaksana kala klimaks. Bukan epic macam The Avengers, pertarungan menyakitkan ala Captain America: Civil War, maupun keunikan kreatif seperti Ant-Man (tiga third act terbaik MCU sejauh ini), Guardians of the Galaxy Vol. 2 mengutamakan dampak emosional hasil dramatic arc-nya. Melihat Peter meluapkan kesedihan seorang anak, Yondu si father figure coba menebus dosa, saling tolong Nebula dan Gamora selaku dua saudari yang selalu berseteru, hingga usaha Drax menolong Mantis memancing gejolak perasaan. Gunn sanggup menekankan ikatan erat para protagonis beserta aksi heroik mereka ketimbang pertunjukan bombastis belaka. 

Proses menanam dan menuai tak berakhir di tataran karakter, juga soal masa depan Marvel Cinematic Universe khususnya seputar dunia kosmik. Pengenalan sosok celestial, peran singkat Sylvester Stallone, dua dari lima credit scene, bahkan cameo Stan Lee menanam benih yang berpotensi mengembangkan dunia kosmik ke jangkauan lebih luas yang bukan tidak mungkin bakal berperan besar pada MCU pasca invasi Thanos berakhir di kemudian hari. Tapi untuk sekarang, nikmati dahulu kembalinya tim pahlawan super Marvel yang lebih mampu mengocok perut pula mencuri hati ketimbang Avengers di Bumi lengkap dengan kemeriahan visual berhiaskan warna-warna mencolok.

26 komentar :

Comment Page:
Gantono mengatakan...

Pas habis ini lihat di teater sebelahnya nayangin F8 yang katanya tentang keluarga juga, kok kayaknya kebalik ya? F8 yang lebih realistis latarnya malah terlalu fantastis ketimbang vol. 2 yang dimana Yondu ............. bener-bener ga nyangka. Memang sih kerasa keganggu di awal gara-gara terlalu eksploitasi kid groot kaya para minion

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

F8 cerita kekeluargaan nya cuman penyambung biar vin diesel bisa ngebut lagi
cenderung maksa

jualannya Fast kan begitu, bombastis

Rasyidharry mengatakan...

Ya, kecuali soal Paul Walker, cerita keluarga FF mah cuma brand & omongan di mulut karakternya. :)

anberlin0209 mengatakan...

selalu menyenangkan menonton film ini walau berulang ulang, selain krna faktor nostalgia jga sama mantan..hehehe... long live gotg

Unknown mengatakan...

wajib nonton ni :)
btw mas rasyid bakal review the curse kah?

Rasyidharry mengatakan...

Cukup nostalgia ya, jangan jadi galau hehe

Rasyidharry mengatakan...

Nanti malam baru nonton, setelah Surau & Silek

Zulfikar Knight mengatakan...

Mas, lagunya Fleetwood Mac's Chain (lagu trailernya) diputar di filmnya juga?

dim mukti mengatakan...

Bang Rasyid apa kenal dengan author blog ini http://ngomongin-film-indonesia.blogspot.co.id/ ?

Rasyidharry mengatakan...

Dua kali kalau nggak salah

Rasyidharry mengatakan...

Cuma sebatas saling tahu di medsos kalau Abbas. Terakhir tahu dia jadi kritikus Kapanlagi, setelahnya entah

Rajendra Rangga mengatakan...

Kok rasanya vol:2 ini tidak seseru pertama ya. Terlalu banyak drama yang dipaksakan. Bahkan beberapa scene komedinya juga tampak disetting. Berbeda dengan yang pertama, dialog dan komedinya lebih mengalir.

Badminton Battlezone mengatakan...

Bang Rasyid,sekedar ide aja.selain review film2 yang lagi tayang sekarang,bisa review 5 film twist ending terbaik atau 5 film alur cerita terbaik menurut bang Rasyid

Rasyidharry mengatakan...

Beberapa part memang kelihatan berusaha terlalu keras meniru formula film pertama

Rasyidharry mengatakan...

Kapan-kapan kalau sempat ya, review aja mulai keteteran hehe

alex jr mengatakan...

film ini mngingatkan saya dgn watchmen yg sama2 superhero tdk terkenal, nmun mrk mmliki cerita yg sngat kontras..

Rasyidharry mengatakan...

Watchmen masih "mending", orang awam mungkin nggak kenal tapi termasuk critically acclaimed. Kalau GotG ini sebelum filmnya, pecinta komik aja banyak yang kurang ngeh

Anonim mengatakan...

Menurut mas ini rekomen buat ditonton di format IMAX 3D kah?

Rasyidharry mengatakan...

Kemarin di Starium lumayan oke, jadi IMAX sepertinya cukup rekomen

Hugo mengatakan...

Endingnya kena banget, udah berusaha nahan buat gak nangis eh nangis juga karena ngingetin gw ketika kehilangan figur seorang ayah ditambah lagu "father and son" pas ending hiks..hiks

Rasyidharry mengatakan...

Betul, ending film MCU paling emosional sejauh ini

Unknown mengatakan...

kenapa bisa mikir PAC MAN
wkwkwkkwkw

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

dari segi cerita fast 7 soal paul walker emang cerita paling punya hari di series fast

itu pun dibantu dengan latar belakang aktornya yg sudah meninggal, sehingga perpisahannya dirasa sangat membekas

Zulfikar Knight mengatakan...

Ironisnya, Vin Diesel termasuk di 2 keluarga ini.

Badminton Battlezone mengatakan...

Kemarin abis nonton. Entah kenapa rasa kekeluargaan di film ini lebih kerasa,walaupun satu sama lain tampak masih gengsi mengakui satu sama lain.penokohan tiap karakter porsinya pas smua,jadi penonton bisa mencintai tiap karater dlm film ini. Tapi baby grooth dan bautista benar2 nilai jual di film ini hahahahaa...very2 funny and entertaining

wins mengatakan...

Damn...! I love this movoe... .