GERBANG NERAKA (2017)

29 komentar
Saya selalu mendukung keberanian sineas Indonesia mengeksplorasi genre yang jarang dijamah asal menggarapnya secara sungguh-sungguh dan hasilnya layak tonton. Kekurangan khususnya terkait teknologi tentu wajar mengingat kita masih merangkak. Justru karena itu dukungan perlu diberikan alih-alih bersikap apatis, menyatakan "tidak perlu coba-coba, kita belum setingkat Hollywood". Inferiority complex demikian adalah penghalang besar kemajuan industri perfilman, yang lucunya, sempat dibahas sekilas dalam Gerbang Neraka (sebelumnya berjudul Firegate), salah satu inovasi film tanah air paling sukses.

Robert Ronny selaku penulis naskah sekaligus produser memanfaatkan misteri situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat untuk mengembangkan jalinan petualangan dengan kesadaran penuh bahwa mengingat kulturnya, sains dan klenik bakal tetap beriringan eksistensinya. Maka masing-masing pihak punya perwakilan di sini. Arni Kumalasari (Julie Estelle) termasuk satu dari tim arkeolog yang ditugaskan Presiden meneliti situs Gunung Padang. Guntur Samudra (Dwi Sasono) adalah paranormal yang terkenal berkat acara televisi. Sementara Tomo Gunadi (Reza Rahadian) berada di tengah, mantan wartawan kritis yang sekarang bekerja di tabloid mistis namun enggan mempercayai liputannya. 
Awalnya, mereka bertiga saling berseberangan, sebelum rentetan kematian tidak wajar menghampiri Gunung Padang, memaksa ketiganya menyatukan ilmu masing-masing. Upaya Robert membaurkan dua sisi bertolak belakang memang kurang mulus saat seiring waktu, presentasi scientific mulai keteteran, menyederhanakan unsur misteri yang berkaitan erat dengan sejarah. Untungnya Gerbang Neraka enggan memaksakan tampil sok pintar, dan ancaman utamanya memang berasal dari sisi mistis, sehingga keputusan memberi bobot lebih ke sana merupakan kewajaran. 

Pun mudah merasakan kesungguhan bahkan mungkin kecintaan besar Robert terhadap kisah petualangan berbau arkeologi. Terpancar jelas ketika serupa karakternya, Robert menggabungkan sekumpulan materi sejarah nyata dengan fiksi imajinatif, menghadirkan proses cocok-mencocokkan yang meski kadang dilakukan seadanya, memberi modal penelusuran menarik bagi penonton, juga menghasilkan pembicaraan yang jauh dari kesan monoton. Serahkan pada Reza Rahadian untuk membuat tiap kalimat punya magnet, serta "menjual" momen sesederhana apapun berkat karisma luar biasa. Dwi Sasono lagi-lagi bisa menyeimbangkan ketenangan tutur dengan sisipan humor, meski sayangnya masih banyak penonton terpancing tawa di waktu yang keliru. 
Memasuki paruh kedua, jalinan alur agak melemah, terjebak dalam pola repetitif: penampakan berujung kematian tokoh di malam hari-penemuan mayat di pagi hari-terjadi kehebohan. Di pertengahan durasi naskahnya bagai kehabisan ide eksplorasi walau tensi tak sampai menghilang ketika Rizal Mantovani mampu merangkai beberapa jump scare penggedor jantung. Ditambah lagi desain sosok Badurakh yang jauh meninggalkan kualitas tampilan hantu horor kebanyakan yang biasanya mengandalkan riasan pucat atau lensa kontak semata. Badurakh merupakan iblis yang layak ditakuti, dan Rizal Mantovani pun menciptakan karya terbaiknya selama beberapa tahun terakhir.

Third act-nya gagal mencapai titik klimaks tertinggi tatkala ancaman justru menurun akibat rintangan ala kadarnya dalam piramid, pun beberapa jalinan janggal antar adegan. Obrolan Reza Rahadian dan Lukman Sardi sejatinya diisi konten yang berpotensi memprovokasi, tapi bagai kurang berani menyentuh tingkatan lebih tinggi. Di sinilah tata artistik penyusun set interior piramid memikat dan CGI meyakinkan buatan OrangeRoomCs (Demona, Jagoan Instan) menyelamatkan Gerbang Neraka. Mungkin salah satu pemanfaatan CGI paling efektif di film Indonesia sejauh ini, satu lagi alasan penting mengapa Gerbang Neraka perlu ditonton. 

29 komentar :

Comment Page:
Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

dwi sasono tuh terlalu lucu, bahkan ketika dia serius

Unknown mengatakan...

Harusnya udah tayang dari tahun kemaren nih Firegate a.k.a. Gerbang Neraka. Btw kenapa ya Bang perilisannya sempet molor lama gitu ?

Rasyidharry mengatakan...

Haha nggak bisa dipungkiri memang gitu. Soal image, mau komedi atau drama, gaya akting deadpan dia mirip, perlu eksplorasi peran berbeda. Tapi perlu juga penonton kontrol ketawanya. Lha di Kartini aja pada ngakak

Rasyidharry mengatakan...

Biasanya soal promosi. Mungkin tahun lalu ngerasa kurang maksimal, daripada ambil resiko mending mundur. Judul yang ganti ke Bahasa Indonesia juga menandakan itu sih

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

mukanya emang udah bikin ngakak, mau dibikin muka serius pun jatuhnya lucu
tp emang kalo di bioskop tahan aja ketawanya, masa adegan serius ketawa
hahaha

Anonim mengatakan...

Gimana efek CGI nya apakah memuaskan Gan atau masih sama kayak yg sudah2 (misalnyal yg di Bangkit ) ?

Dading Limpang mengatakan...

Sempat ragu sebenarnya sama film ini, tapi duet Rizal Mantovani dan Julie Estelle membuatnya saya merasa harus tau, biarpun ada Reza Rahadian saya kira cuman bakalan jadi pemanis aja.
Tapi tata artistik Rizal Mantovani memang bagus, tiap film horronya selalu punya desain unik untuk makhluk halus, liat saja bagaimana dia membuat ulang desain kuntilanak yang selama ini kita kenal dalam film Kuntilanak dan makhluk kali ini adalah makhluk yang benar-benar punya desain khas Mantovani :)

Dana Saidana mengatakan...

Sya msh gak ngerti pola membunuhnya Badurakh itu spt ya Bang.
Reza Rahadian udh ditongkrongin didepan tenda malah gak dibunuh.
Kalo 2 arkeolog yg dibunuh itu mungkin polanya sama, sama2 sampai tengah malam ada ditenda utama.
Nah kalo yg wartawan dibunuh polanya apa?

Kalo ngebunuhnya random dan gak ada pola spt itu, kenapa Julie Estelle gak dibunuh duluan juga :-D

Dana Saidana mengatakan...

Oh iya Bang, third act film ini merupakan adegan terkonyol bukan hanya di film Gerbang Neraka ini, tapi jg sepanjang masa :-D

Dialog terakhir Lukman Sardi kpd Reza Rahadian "Utk bisa bergabung di dunia pasca kiamat, pertama2 serahkan kujang itu kepadaku."

WHATT???
Badurakh yg katanya hanya kerikil saja dibanding iblis yg akan keluar dari Pyramid Gunung Padang ini tidak bisa mengambil (baca: merebut) kujang ala kadarnya spt itu dr tangan Reza Rahadian.. :-D

Lain halnya kalo yg hrs dilakukan itu, misal menancapkan kujang di object tertentu yg memang iblis Pyramid Gunung Padang ini tidak mampu melakukannya, sptnya lebih berkelas dibanding dialog serahkan kujang itu padaku :-D

Unknown mengatakan...

Tapi Gerbang Neraka belum sempet ditayangin di negara lain kan Bang tahun kemaren ?

Kasusnya sama kayak Night Comes For Us ya Bang ?

Rasyidharry mengatakan...

Kayaknya belum. Kalau TNCFU beda lagi, itu beneran sempet batal diproduksi, mau dialihkan ke komik sama Timo, sampai akhirnya beneran jalan sampai sekarang

Rasyidharry mengatakan...

Kayak sudah ditulis di review, salah satu pemanfaatan CGI paling rapi di film kita. Karena secara kuantitas secukupnya jadi bisa fokus ke kualitas

Rasyidharry mengatakan...

Bener, Rizal selalu bagus kalau soal visual, karena basic-nya dia sutradara video klip. Tapi tipikal sutradara yang nggak bisa memperbaiki naskah lemah di adegan

Rasyidharry mengatakan...

Si wartawan itu dibunuh murni karena kencing di pohon, ya macam larangan kencing sembarangan yang dianut di sini. Kalau 3 protagonis, memang lemah di elaborasi, cenderun mau nunjukkin Badurakh menggiring mereka ke piramid tapi nggak dipaparkan kuat

Rasyidharry mengatakan...

Niatnya jelas, metafora hubungan manusia & dajjal. Dajjal bisa menggoda, menyakiti, tapi selama manusia kuat iman, ya nggak bisa apa-apa. Tapi lagi-lagi lemah di elaborasi.

Ah, ya berlebihan kalau disebut sepanjang masa, ribuan film di luar sana jauh lebih konyol

Dana Saidana mengatakan...

Tapi saya berpikirnya gini, dari semula kujangnya dipegang Reza Rahadian kalau kemudian diserahkan kepada Lukman Sardi (akan diambil dengan tangannya), maka dari awal memang tidak ada pantangan apapun buat Lukman Sardi memegang atau menyentuh kujang tersebut, apalagi kalau sekedar merebutnya dari tangan Reza Rahadian.
Itu logika yang bisa saya cerna sebagai orang awam Bang :-D


Sorry maksudnya adegan terkonyol sepanjang masa itu adegannya Bang.
Karena adegan seperti itu sangat familiar dan sering dilakukan di film2 lainnya dari dulu sampai sekarang.
Makanya saya menyebutnya tidak hanya di film Gerbang Neraka,tapi all of time seperti yang Bang Rasyid bilang, ribuan film diluar sana juga.

Unknown mengatakan...

Waduh, padahal cast-cast all star semua itu. Sayang banget kalau harus dibatalin produksinya. Atau gara-gara XYZ lebih fokus ke Beyond Skyline kali ya Bang ?

Rasyidharry mengatakan...

Oh pernah batal di 2014 lalu, terus lanjut lagi produksi tahun ini. So far sih lancar

Rasyidharry mengatakan...

Nah itu makanya, kurang elaborasi di naskah, penjelasan rule. Akhirnya yang muncul di penonton sebatas persepsi yang nggak terbukti (macam teori saya tadi). Well, hal biasa di film yang main-main di ranah mistis, yang mana logika dikesampingkan. Bisa jadi kelemahan, bisa kelebihan. Balik ke penonton sebagai penerima pesan, dan apapun yang penonton rasakan, nggak ada yang salah :)

Unknown mengatakan...

Kemungkinan taun depan baru tayang ya Bang.

Makasih Bang buat review Gerbang Neraka-nya. Kayaknya menarik juga kalau peninggalan sejarah di Indonesia yang lainnya dilestariin lewat film kayak gini. Jadi kita sedikit banyak bisa belajar lagi tentang sejarah. Perfilman Indonesia sekali-kali emang harus nyoba genre yang belum banyak diangkat.

Rasyidharry mengatakan...

Sepertinya. Pasti ngincar festival luar dulu, antara Sundance (Januari) atau Toronto (September).

Tergantung kita juga sebagai penonton. Mau inovasi (konsep cerita & teknologi) kalau penonton tetap apatis dan jumlahnya sedikit ya nggak jalan. Makanya orang-orang macam Robert Ronny, Joko Anwar, Anggy Umbara, Mo Brothers, dll. yang berani eksplorasi genre tapi tetep bisa dinikmati penonton luas itu wajib didukung :)

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

Nah iya itu mungkin sekalian biar yang terkenal gak cuman Iko Uwais sama Joe Taslim doang ya Bang di Hollywood.

Iya Bang kadang saya juga bingung film-film Indonesia yang udah pernah ditayangin di festival luar negeri kurang dapat sambutan positif di sini (dari segi jumlah penonton yang gak sebanyak film mainstream).

Nah iya mereka mah nyoba out of the box mulu ya. Ditunggu minggu depan dengan review Pengabdi Setan-nya, Bang.

Rasyidharry mengatakan...

Karena mayoritas yang lolos seleksi festival memang segmented. Beberapa yang laris ya yang bisa jangkau penonton luas, misal Killers, Headshot, & The Raid.

maya mengatakan...

jalan ceritany berani beda,scene horornya kurang mencekam mungkin karena fokus ke film misteri petualangan ya. masih kurang paham, ntu kunciny napa badura g langsung curi aja..tapi tetep keren dan dukung gerakan nonton film indonesia 😀

Rasyidharry mengatakan...

True, masih banyak lubang tapi jadi pembeda yang fresh

Banumustafa24 mengatakan...

hehehe, di film ini aja lucu gimana Dwi Sasono di film Chrisye ya? hahaha, lihat trailernya aja saya ketawa ngelihat mukanya yang klimis

dim mukti mengatakan...

Menunggu review Suami Untuk Mak

oktabor mengatakan...

Buat saya pace film ini terlalu lambat. Jadi agak bosen dan capek nontonnya. Lalu set piramid gunung padang masih terlihat artifisial banget batu batunya. Dan untuk narasi luas gunung padang yang berhektar hektar lebih luas dari borobudur,.saya ga liat interiornya seluas itu. Krn banyak ambil repetisi gambar yang sama mungkin. Lalu adegan pas gali pintu masuk juga rada nanggung.. untuk proyek penggalian dan eksplorasi situs yang dananya triliunan, masa bala bantuan dari penduduk lokal / tukang gali lebih kaya mau gali sumur. Pake ember kecil, dan perkakas sederhana lainnya.