DADDY'S HOME 2 (2017)

Tidak ada komentar
Komedi dapat dikatakan baik bila mampu memenuhi tujuan memancing tawa, sebagaimana horor menyulut ketakutan, atau laga memacu adrenalin. Menjadi spesial jika terdapat adegan (dengan fungsi mendukung tujuan itu) yang terus tertanam di ingatan. Pada Daddy's Home, momen tersebut hadir ketika Brad (Will Ferrell) terjungkal ke tembok akibat gagal mengontrol motor milik Dusty (Mark Wahlberg). Sekuelnya berusaha mengulangi sihir serupa tatkala Brad kelabakan mengendalikan mesin penyedot salju. Konsep mirip dengan hasil berbeda karena sang sutradara, Sean Anders, sekedar berusaha meniru. Itulah mengapa Daddy's Home 2 bukan suguhan spesial. 

Tapi bukan pula komedi buruk, dan saya pun tergelak menyaksikan situasi absurd saat jumlah ayah berlipat ganda. Selaku versi ekstrim dari anak masing-masing, datanglah para kakek; Don (John Lithgow) yang lebih cerewet, konyol, dan norak dibanding Brad, juga Kurt (Mel Gibson) si tua-tua keladi lewat tingkat kekejaman serta sarkasme yang membuat Dusty terlihat lembut. Demi nuansa kekeluargaan Natal, mereka bersama istri dan bocah-bocah memilih berlibur di sebuah resort. Kondisi ini memfasilitasi pemandangan menarik semisal keempat ayah dengan kegilaan berlainan berkumpul di tengah malam, berdebat soal termostat. 
Banyak perdebatan, banyak pertengkaran, yang disebabkan kekonyolan Don dan Brad maupun sinisme Kurt, takkan berujung pembicaraan waras. Anders mengemas segala perbincangan itu bagai peperangan. Perang verbal di mana kalimat yang karakternya lontarkan tak ubahnya berondongan peluru senapan mesin. Bising, cepat, kacau nan tanpa aturan. Enggan memperhatikan timing, deretan punch line di naskah tulisan Anders dan John Morris gagal mendarat keras pada urat tawa penonton. Walau berkat jajaran pemainnya, rasa kantuk belum sampai menguasai. 

Ferrell tetap pesakitan, seorang anak kecil bertubuh dewasa dengan kesialan beruntun, yang semakin dia menderita, semakin penonton terhibur. Sewaktu Wahlberg sebagai Dusty kini merupakan tokoh berakal paling sehat sementara talenta komikal John Cena dibatasi minimnya materi pendukung, dua kakek sanggup mencuri atensi. Gibson memainkan peran penuh wibawa sekaligus bermulut pedas seperti kerap dia lakoni, hanya saja, kini maskulinitas tersebut dipakai untuk pondasi humor yang nyatanya sukses besar. Begitu mudah ia babat setiap kesempatan. Sedangkan Lithgow, melalui senyum lebar dan mata berbinar adalah yang terbaik. Menggelitik sejak awal, dia remukkan perasaan hanya dalam satu momentum emosional.  
Secara mengejutkan Daddy's Home 2 mempunyai setumpuk porsi drama, atau setidaknya tuturan serius yang bersembunyi di belakang kedok banyolan-banyolan. Wajar, mengingat bertambahnya jumlah ayah berarti bertambah banyak pula masalah. Terlampau banyak malah, sampai filmnya kesulitan menyediakan penanganan total. Beberapa problematika memperoleh resolusi natural, macam hubungan Dusty-Kurt yang manis namun sederhana. Tapi ada pula yang tertinggal, contohnya saat usaha Kurt menarik perhatian cucu-cucu terlupakan. Terdapat 9 orang anggota keluarga (10 ditambah Roger-nya Cena), dan mereka semua diberi subplot. Berlebihan, meski disertakannya sekelumit pesan mengenai hak wanita sejak kecil terasa melegakan. 

Penutup berupa nomor musikal diiringi lagu Do They Know It's Christmas? bak pertunjukan darurat yang tampil lebih mendadak daripada suguhan Bollywood. Konklusi pun terasa ajaib, tapi bukankah Natal memang tentang keajaiaban? Mengusung semangat tersebut, walau dieksekusi memakai jalan yang terkesan malas, Daddy's Home 2 masih suatu komedi yang baik, biarpun takkan hinggap lama di benak para penontonnya. 

Tidak ada komentar :

Comment Page: