TULLY (2018)

22 komentar
Film terbiasa membawa kita pada momen persalinan dramatis, entah digiring menuju haru, atau kekacauan menggelitik. Dalam Tully, si tokoh utama tenang-tenang saja ketika air ketubannya pecah. Malam menjelang persalinan ia pakai bermain ponsel, sedangkan pasca jabang bayi lahir, cuma sambil lalu disentuhnya ranjang si buah hati, sementara sang suami tidur pulas di kamar rumah sakit. Mungkin ini wujud “kebiasaan” mengingat bayi yang diberi nama Mia itu adalah anak ketiga. Mundur beberapa hari, seorang wanita sempat mengingatkan agar tidak mengonsumsi kafein, saran yang tak diacuhkan oleh protagonis kita.  Marlo (Charlize) bukannya bersikap masa bodoh pada calon buah hatinya. Mungkin berdasarkan dua pengalaman mengandung sebelumnya, kafein tidak berdampak baginya.

Kelahiran anak yang banyak orang anggap anugerah terkesan biasa bagi Marlo dan Drew (Ron Livingston). Satu, proses ini bukan kali pertama mereka alami. Dua, kelahiran Mia adalah awal segala kerepotan dan kesulitan tidur akibat tangisan tengah malam. Terdengar pesimis bahkan depresif, tapi dengan kolaborasi sutradara Jason Reitman (Up in the Air, Juno, Young Adult) dan Diablo Cody selaku penulis naskah (Juno, Young Adult, Jennifer’s Body), film ini tak pelak memproduksi setumpuk tawa. Banyak film bicara soal parenthood, namun Tully bukan film kebanyakan. Karena dalam film kebanyakan, Marlo bakal dibawa membuktikan bahwa sebagai wanita tangguh dia mampu merawat Mia seorang diri, dan Jonah (Asher Miles), puteranya yang mengidap gangguan perkembangan, bisa belajar di sekolah umum layaknya anak “normal”.
Walau merupakan ode terhadap motherhood, sembari memamerkan kekuatan seorang ibu, Tully juga menyatakan jika menempuh proses merawat anak lewat jalan “gampang” berupa bantuan pihak lain bukan suatu masalah. Di sini, bantuan tersebut datang dari Tully (Mackenzie Davis), seorang pengasuh malam hari, yang khusus bertugas menjaga bayi agar orang tuanya memiliki waktu beristirahat. Tully dan Marlo ibarat kutub berlawanan. Melalui keceriaan, semangat, serta bekal pengetahuan luasnya, Tully menjadi dinamo yang menggerakkan (kembali) hidup Marlo, sedangkan performa berenergi Mackenzie sendiri adalah dinamo yang menghidupkan sang titular character.

Percikan semangat Marlo boleh meredup nyaris di segala situasi, tetapi dalam filmnya, tidak ada penampil yang lebih bersinar dibanding Charlize Theron. Kebanyakan tokoh-tokoh hasil tulisan Diablo Cody adalah orang bermulut tajam yang bagai pantang kehabisan variasi kalimat guna melontarkan sarkasme. Dan Theron, sebagaimana pernah ia perlihatkan lewat Young Adult (2011) sempurna melakoni itu. Tapi aspek terbaik aktingnya berasal dari momen non-verbal. Frustrasinya terpancar kuat, pun begitu kaya caranya merespon omongan orang-orang. Belum lagi terkait transformasi tubuhnya, di mana Theron menambah berat badannya hampir 25 kg, supaya titik kala Marlo tertekan hingga enggan mempedulikan diri  tampak meyakinkan. Ingin tahu seberapa ekstrim transformasi Theron? Film ini melakukan pengambilan gambar mulai 22 September 2016, alias cuma sekitar 4 bulan pasca The Fate of the Furious (2017).
Jason Reitman tidak hanya membawa insting komedi, pula pengadeganan dinamis, khususnya sewaktu filmnya menampilkan rutinitas Marlo. Rutinitas itu boleh monoton, namun tidak dengan estetika pengemasannya, yang turut ditemani permainan tata suara rancak. Mengenai departemen audio, menarik mengamati deretan lagu yang dipakai. Begitu banyak lagu, meski mayoritas cuma terdengar sepersekian detik. Satu yang paling menonjol yakni versi Beulahbelle untuk You Only Live Twice milik Nancy Sinatra. Entah ini ide Cody atau Reitman, tapi menengok liriknya, lagu yang aslinya merupakan lagu tema film James Bond berjudul sama ini turut menjadi tease cerdik akan kejutan yang menanti di penghujung durasi.

Ketika twist serupa kerap dipakai film lain sebagai daya kejut semata, dalam Tully—biarpun penuh lubang ditinjau dari tatanan logika—kejutan itu memunculkan suatu hal yang mungkin banyak dari kita pernah alami. Kita sulit lepas dari diri kita di masa lalu, apalagi bila masa lalu tersebut kita anggap sebagai “era keemasan”. Bagi Tully, itu bukan perwujudan “gagal move on”, karena mari akui, bertambah tua tidak menggembirakan. Seperti kisah yang Tully tuturkan pada Marlo mengenai kapal yang mengganti satu persatu, sosok masa lalu kita tetaplah kita, bukan manusia berbeda. Dan jangan lupa, kita pernah jadi sosok yang kita anggap lebih baik itu, yang segala keunggulannya dapat berguna menghadapi kesulitan masa kini.

Twist di atas hanya bisa berhasil kalau karakter suami tidak memberi cukup perhatian, sampai-sampai melewatkan detail fakta penting yang mengisi kehidupan istrinya. Drew jelas bukan suami kejam. ia menyayangi Marlo, dan bila diajukan pertanyaan mengenai kondisi keluarga termasuk sang istri, ia akan mantap menjawab, “semua baik-baik saja”. He’s just a clueless guy, (unfortunately) like so many other husbands out there. Sebagai pria yang ingin berkeluarga, Tully memberi saya pelajaran atau tepatnya peringatan berharga seputar kepedulian terhadap istri. Bahwa kepedulian tidak cukup dengan melihat kondisi eksternal, melainkan secara konsisten menelusuri sisi internal, mencari tahu, kemudian memahami sang istri lebih dalam.

22 komentar :

Comment Page:
Anna B mengatakan...

Aktingnya Theron oscar-worthy ga?

Rasyidharry mengatakan...

Jelas. Tapi nggak akan menang, dapet nominasi aja susah. Bukan faktor akting tapi release date. Kecuali studio bikin campaign gede-gedean.

Unknown mengatakan...

bang sama up in the air rame mana ?? soalnya saya ngefans banget sama up in the air. hahahaha

Anonim mengatakan...

btw nonton di mana ? di bioskop blum tayang

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
erfan mengatakan...

"Sebagai pria yang ingin berkeluarga," eeaaa.... bang rasyid kode kerass

Anonim mengatakan...

Kalo Theron aja susah buat dpt nominasi oscar karna release date, Toni Collette juga bakal sial dong. Udah hereditary rilis pertengahan tahun terus genrenya horror lagi, kasian banget

Chan hadinata mengatakan...

Mas.. film yg patut ditunggu sampe akhir tahun apa yh kira2??

Rasyidharry mengatakan...

@Kevin beda sih, lebih deket ke Young Adult & Juno.

@Kim jelas layak. Wah lagi nggak mood nonton religi gitu haha

@Erfan haha ingin ya, bukan ngebet

@Chan Buanyak banget. Mungkin spesifik genre apa gitu?

Azka Surya Putra Ardiansyah mengatakan...

Mas rasyid mau nanya kira2 film hereditary bakal tayang kapan ya? masalnya di coming soon xxi belum ada film ini padahal rencana awalnya kan bakal dirilis awal juni yaa

Rasyidharry mengatakan...

@Azka Tayang Juni. Mungkin minggu keempat, habis lebaran. Kalau telat paling Juli. Di coming soon XXI nggak bakal nongol, soalnya nggak tayang situ hehe. Cuma di CGV & Cinemaxx.

Unknown mengatakan...

mas saya agak bingung dengan twistnya. jadi sebenarnya tully itu imajinasi dari marlo ajh yh?

Rasyidharry mengatakan...

@Kevin Bukan sepenuhnya imajinasi dari nol. Tully itu Marlo di masa muda. Kan akhirnya ketahuan kalau maiden name si Marlo itu Tully.

Unknown mengatakan...

jadi selama ini yang ngasuh si mia itu si marlo sendiri yah bang ?? tanpa bantuan pengasuh

Rasyidharry mengatakan...

Yap, makanya dokter bilang dia kurang tidur. Selama ini sendiri. Dibantu sama "her past self" yang lebih kuat fisik & mental.

Anonim mengatakan...

Yah dia spoiler...

Kepancing

Rasyidharry mengatakan...

Film udah semingguan ya nggak masalah. Dan di kolom komentar, bukan review. Ketakutan yang berlebihan soal spoiler ini yang kadang bikin diskusi soal film jadi mentok. Lagian kalo sampe ada yang belum nonton terus baca-baca komen ya aneh, salah sendiri. 😁

syaefullah nur mengatakan...

jadi nnti twist nya kayak imajinasi tokoh utama gitu ya bang, jadi inget film "i kill giant",

Rasyidharry mengatakan...

@syaefullah Nggak sesederhana itu sih. Lebih bermakna dari sekedar "oh imajinasi doang toh.

susan mengatakan...

Baru ngeh setelah baca blog ini kalo tully cuma imajinasi aja.. But di bagian mana ya yg jelasin kalo tully itu maiden name nya marlo?

Rasyidharry mengatakan...

Pas Drew ditanya sama pegawai rumah sakit soal maiden name Marlo.

Lukman mengatakan...

Terus kan marlo setuju soal nanny sama suami nya, kalau tully itu imajinasi..terus kemana nanny yg bener nya?