JAILANGKUNG 2 (2018)

9 komentar
Jailangkung 2 diawali dengan meyakinkan, memberi penyegaran dengan membawa kisahnya mundur jauh ke belakang, tepatnya pada 1947 untuk mengaitkan Matianak dengan legenda SS Ourang Medan, kapal yang konon karam akibat kecelakaan misterius berbau mistis. Sekuen—yang sayangnya terlampau singkat—itu bukan cuma menghadirkan suasana berbeda, pula berpotensi melebarkan mitologi cerita, di mana Matianak dikurung dalam kargo SS Ourang Medan. Untuk apa? Pertanyaan-pertanyaan logika serupa terulang berkali-kali, tapi tanya yang lebih besar adalah “kenapa sekuel ini dibuat jika orang-orang yang terlibat tampak setengah hati?”. Demi uang tentu saja. Bodohnya saya bertanya.

Padahal menengok konsepnya, Jailangkung 2 jelas sekuel ambisius. Lebih mahal, lebih besar, punya lingkup lebih luas. Dimulai di tengah samudera, kisahnya berlanjut menceritakan nasib tokoh-tokohnya pasca film pertama. Bella (Amanda Rawles) mendapati keluarganya masih diteror Matianak. Ayahnya, Ferdi (Lukman Sardi) tetap dihinggapi rasa tidak tenang, sementara sang kakak, Angel (Hannah Al Rashid) berada di bawah pengaruh Matianak dalam wujud bayi yang ia lahirkan di film sebelumnya. Kedua mata bayi itu berwarna putih, menyeramkan, tapi entah bagaimana pihak rumah sakit seolah tak merasa ada kejanggalan.

Si puteri bungsu, Tasya (Gabriella Quinlyn), secara tak sengaja menyaksikan video ayahnya bermain jailangkung, lalu terinspirasi membuat jailangkung sendiri guna berkomunikasi dengan mendiang sang ibu. Tindakan inilah awal segala teror yang memicu Bella, bersama Rama (Jefri Nichol), melakukan perjalanan mencari jimat Kurungsukmo yang dipercaya bisa membendung kekuatan Matianak, setelah memperoleh informasi dari Bram (Naufal Samudra) si mahasiswa baru. Perjalanan ini diisi ragam tindakan karakter yang terjadi semata sebagai pembuka jalan menyelipkan jump scare alih-alih didasari motivasi logis. Bella misalnya, mendadak bergegas ke WC untuk cuci tangan. Bisa jadi dia menjunjung tinggi kebersihan, meski saya yakin ini sekedar cara malas Ve Handoyo dan Baskoro Adi Wuryanto (Gasing Tengkorak, Ruqyah: The Exorcism) dari departemen penulisan naskah supaya Bella seorang diri di ruangan gelap. Begitu lampu WC padam, daripada kabur, ia justru nekat menyelidiki.

Di saat bersamaan Ferdi tinggal di rumah, berusaha mencari Tasya yang hilang setelah bermain jailangkung. Selaras dengan tema kekeluargaan yang diusung, Ferdi pun coba digambarkan sebagai seorang ayah dengan kepedulian tinggi pada ketiga puterinya, walau tatkala Bella pamit ingin mencari jimat,—yang jelas sebuah perjalanan berbahaya—Ferdi tak merasa perlu menanyakan destinasinya. Benar saja, gangguan makhluk halus setia mengintai Bella dan kawan-kawan. Bram berkata, bahwa semakin tinggi niat mereka menyingkirkan Matianak, semakin banyak pula setan mengganggu demi menggagalkan usaha itu. Satu momen singkat sempat memperlihatkan para hantu merangkak di depan Matianak layaknya rakyat jelata memuja sang raja. Setidaknya poin itu cukup sebagai “rules”, penjabaran mengapa hantu-hantu selain Matianak ikut meneror.

Samudera ganas baik di permukaan maupun kedalaman hingga Keraton gaib Alas Ketonggo jadi contoh lokasi yang disinggahi petualangan Jailangkung 2. Cenderung nampak seperti ajang unjuk gigi bujet besar ketimbang parade kengerian, untungnya variasi lokasi serta cukup baiknya kualitas CGI menjadikan film ini tidak semelelahkan mayoritas horor lokal buruk yang hanya bertahan di lokasi tunggal nan monoton. Petualangan berskala besar ini sayangnya berakhir ala kadarnya, sewaktu jimat Kurungsukmo yang telah tersembunyi selama puluhan tahun dalam reruntuhan kapal di dasar laut jauh lebih mudah ditemukan ketimbang remote televisi yang hilang.

Setelah berpetualang sedemikian jauh bersama karakternya, tentu saya mengharapkan puncak yang sepadan, bukannya konfrontasi canggung yang bak dikemas tanpa perencanaan, tanpa koreografi matang, tanpa totalitas. Beberapa horor terakhir karya duo sutradaranya, Jose Purnomo (Alas Pati, Ruqyah: The Exorcism, Gasing Tengkorak) dan Rizal Mantovani (Kuntilanak, Bayi Gaib: Bayi Tumbal Bayi Mati) memang buruk, tapi setidaknya ada energi. Jump scare-nya memiliki tenaga meski berhenti di taraf trik mengagetkan murahan. Jailangkung 2 bagai anak kurang gizi yang dipaksa berlari. Begitu pula jajaran pemainnya. Menyaksikan Amanda Rawles-Jefir Nichol bersama di layar lebar tak pernah sedatar dan semembosankan ini. 

9 komentar :

Comment Page:
Mukhlis mengatakan...

bagusan yang pertama atau ke2?
meski saya tahu dua-duanya nggak bagus wkwkwk

Mukhlis mengatakan...

bagusan yang pertama atau ke2?
meski saya tahu dua-duanya nggak bagus wkwkwk

Albert mengatakan...

Pas "Metu metu" penonton di sini pada ketawa termasuk saya pak hehehe.

Chan hadinata mengatakan...

Kadang bingung jg,, film “sampah” begini pasarnya masih ada jg
Beruntunglah ada mas rasyid yg ngasi petunjuk dlm menyelamtkan isi kantong hehe

Rasyidharry mengatakan...

@mukhlis Sama aja dah, bikin pusing

@Albert yeah, that was cringe as hell

@chan horor lagi kenceng, dan pemainnya idola remaja. Dan nggak sampah juga kok, so far mayoritas film-film yang beneran layak disebut sampah sih nggak laku 😁

jefry punya cerita mengatakan...

Bang mau tanya, dilihat dari trailer nya film sabrina & kafir gimana bang menurut ente? Bakalan melampaui pengabdi setan kah

Rasyidharry mengatakan...

@jefry Sabrina standard Hitmaker kayaknya. Jump scare sampe tengah, third act gore. Looks fun. Kafir sih yang berharap banyak. Tapi ragu bisa samain Pengabdi Setan. Horor lokal mana lagi yang naskahnya sekuat itu.

Unknown mengatakan...

bang maaf di luar konteks. apa tanggapan abang ttg film tarantino yg ke 9 ? Cast nya sangat luar biasa bang....

Rasyidharry mengatakan...

@Kevin yeah, it's exciting. Lebih menarik lagi nunggu pendekatan ceritanya, secara ini based on a real tragedy, dan Tarantino biasanya ogah ngerem, potensi ofensif, tapi bisa jadi masterpiece