BROTHER OF THE YEAR (2018)

6 komentar
Awalnya, Brother of the Year tampak seperti dramedi tentang perselisihan sepasang saudara kebanyakan yang mengetengahkan proses terjal menuju kerukunan. Protagonis mengacau, menyulut pertengkaran demi pertengkaran, memuncak pada perpecahan, menyadari kesalahannya, lalu berujung third act yang dihabiskan untuk memperbaiki segalanya guna mendapatkan maaf saudaranya (juga simpati penonton). Ternyata tidak. Protagonis kita mengacau hingga mendekati titik penghabisan, dengan perubahan hati terjadi benar-benar di ujung. Karena Brother of the Year rupanya bukan soal usaha memperbaiki diri, melainkan penyesalan. “Mengapa selama ini, saat kesempatan terbuka lebar, aku enggan bersikap lebih baik?”. Penyesalan semacam itu.

Saya menangis di penghujung kisah. Walau tak memiliki saudara kandung, saya (dan sebagaimana semua orang) pernah mengacau, menyakiti hati orang terkasih, sehingga tahu sesakit apa penyesalan itu. Konklusi film karya sutradara Vithaya Thongyuyong (The Little Comedian, My Girl) ini pun menusuk. Tapi sebelumnya, Brother of the Year total berkomedi terlebih dahulu, bahkan saat menyentuh masalah serius dalam momen serius, humor segera menyusul. Mungkin banyak pihak menganggap itu wujud ketidakseimbangan. Saya pun sempat berpikir demikian. “Mana dramanya? Mana usaha memubuat si tokoh utama simpatik?”.

Sebab lebih mudah membenci Chut (Sunny Suwanmethanont). Dia pemalas kelas satu, membiarkan seisi rumah berantakan, piring kotor menggunung, mengganti lampu saja enggan. Belum lagi kebiasaannya membawa pulang banyak wanita walau telah mempunyai pacar. Sewaktu adiknya, Jane (Urassaya Sperbund) pulang dari studinya di Jepang dan kembali menghuni rumah itu, pertengkaran langsung pecah sejak menit pertama mereka bertemu. Berkebalikan dengan Chut, Jane adalah gadis cerdas pula rajin. Keunggulan yang sejak kecil menumbuhkan kecemburuan dalam hati Chut. Saat Jane menjalin asmara dengan rekan kerjanya, Moji (Nickhun), sudah tentu Chut tidak tinggal diam.

Kalau ia dilarang seenaknya membawa pulang wanita, maka Jane pun tak berhak berpacaran. Begitu pikir Chut. Komedinya berguna sebagai alat presentasi seluruh perilaku Chut yang seenaknya, dan itu terus berlangsung. Film ini tak berniat memunculkan kepedulian kita kepada Chut. Sebaliknya, film ini berniat memperlihatkan betapa menyebalkan dan kelewatan perilakunya, betapa besar kesalahan yang ia perbuat terhadap Jane. Alhasil, saat tiba waktunya Chut menyadari kekeliruan itu lalu menyesalinya, kita tahu betapa besar rasa sesal tersebut. Sebab semakin besar kesalahan, semakin besar pula sakit yang mengiringi penyesalan seseorang.

Sunny, si aktor langganan GDH sejak masih bernama GTH, memainkan perannya dengan apik, bertingkah sejorok dan sengawur mungkin, namun Urassaya a.k.a.Yaya yang paling bersinar. Dia lancar melucu sebagai adik “bossy” yang dibuat jengah oleh sang kakak tapi selalu menemukan cara untuk membalas. Pun di balik senyum simpulnya, Yaya punya cukup sensitivitas guna memaksimalkan momen dramatis. Sementara Nickhun, bersenjatakan “wajah malaikat” miliknya, jelas cocok memerankan sosok kekasih sempurna.

Dibuat oleh tim berisi 4 penulis termasuk Vithaya Thongyuyong, naskahnya menampilkan komedi absurd, serupa komedi-komedi terbaik Thailand—atau tepatnya GDH—lain, yang berkat ketepatan timing dari penyutradaraan Vithaya, sanggup memberi kelucuan mendadak yang efektif memancing tawa. Selalu ada hook di tiap humornya, yang menyengat di momen tepat seperti seharusnya sketsa mumpuni dibuat. Walau saya yakin, mengurangi sedikit porsinya takkan melukai kualitas film, karena durasi 124 menit agak terlalu lama. Tonton, kemudian tanamkan di kepala, jika lain kali terlibat konflik dengan orang yang kita sayangi, entah itu saudara, kekasih, orang tua, maupun anggota keluarga lain, ingat-ingat segala memori indah yang pernah dihabiskan bersama, sambil berusaha memahami mereka. Karena bisa jadi, mereka sangat mencintai kita dan melakukan berbagail hal namun urung memberi tahu kita. Bukankah cinta kasih terbesar seringkali ditunjukkan tanpa kata-kata? Sebelum penyesalan menghampiri.

6 komentar :

Comment Page:
aulia mengatakan...

nonton di mana ini mas?

Rasyidharry mengatakan...

Kemarin di premier, tayang regulernya 1 Agustus.

dim mukti mengatakan...

Kirain ga diputer di sini. Ternyata belom reguler yah hehe..

Btw mas rasyid nonton film horrornya Rudi Sujarwo gak?

Zeppine Bintary mengatakan...

Film thailand selalu menjadi film favoritku, humornya itu lho sesuai dengan seleraku

Unknown mengatakan...

Gimana gan kualitas humornya? Baguskah?

Badminton Battlezone mengatakan...

Mewekkk cuyyy endingnya.scara ane jg punya saudara jg,jadi kena messagenya. Anyway i think this movie is highly recommended. Humor pas,drama juga ga terlalu menye2 tapi pas