THE EQUALIZER 2 (2018)

10 komentar
Sebagaimana banyak lanjutan kisah film aksi/thriller di luar sana, The Equalizer2, mengusung konsep “This time it’s personal”, menyelipkan elemen balas dendam yang makin mendekatkannya dengan seri Death Wish (versi Charles Bronson). Bedanya, Paul Kersey adalah pria paruh baya biasa sedangkan Robert McCall (Denzel Washington) jelas jagoan tulen, atau lebih tepatnya superhero. Melebihi one man army macam Dwayne Johnson, bukan cuma tak terkalahkan, ia menghabisi lawan-lawannya dengan wajah dingin nihil ekspresi. Dia bisa mengucurkan darah, namun takkan menunjukkan rasa sakit saat terluka.

Beberapa orang mungkin bakal menganggap karakterisasi itu melemahkan ketegangan. Benar, tapi kolaborasi keempat Denzel dan sutradara Antoine Fuqua (Training Day, Olympus Has Fallen, The Equalizer) ini tidak menyasar intensitas mencekik, melainkan kesan keren sehingga penonton bersorak mendukung si jagoan. Robert merupakan pria sedih tapi baik hati, setia mengikuti kompas moral, sekedar menghajar orang-orang yang layak, dari penculik anak, pelaku tindak kekerasan terhadap wanita, gangster perusak generasi muda, dan (pastinya), pembunuh bayaran. Kita lebih dulu diajak membenci mereka, lalu berharap Robert memberi pelajaran setimpal berupa kematian sebrutal dan semenyakitkan mungkin.

Pasca peristiwa fim pertama, Robert telah sepenuhnya menjadi vigilante yang sukarela membasmi kejahatan, yang beberapa informasinya diperoleh dari sahabatnya sekaligus mantan anggota CIA, Susan Plummer (Melissa Leo). Layaknya para superhero, Robert memiliki pekerjaan sebagai samaran, yakni sopir taksi online. Robert gemar menyendiri, tetapi ia menyukai manusia beserta segala kebaikan dalam kisah-kisahnya. Mungkin itu alasannya memilih pekerjaan tersebut, sebab Robert dapat mendengar cerita para penumpang, dan kalau “beruntung”, menemukan kriminalitas untuk dibereskan. Robert bertujuan memperbaiki dunia alih-alih melampiaskan hasrat kekerasan, sehingga jangan heran jika ia menawarkan pengampunan dahulu bagi penjahat sebelum menghabisinya.

Tapi kini, prinsip di atas terpaksa ia tanggalkan karena, well, This time it’s personal”. Kematian seorang rekan mendorong Robert bersumpah membunuh siapa saja yang terlibat, walau untuk sampai ke titik itu, butuh waktu sampai durasi berjalan sekitar 30 menit. Serupa film pertama, alur di sela-sela aksinya bergerak lambat, mengajak kita mampir bertemu orang-orang di hidup Robert dulu, mulai Sam (Orson Bean) si pelanggan tetap yang tinggal di panti jompo, dan Miles (Ashton Sanders), siswa sekolah seni yang mulai terseret kehidupan gangster. Tidak semuanya penting, khususnya soal Sam yang bisa dihilangkan tanpa menghapus kesan yang coba dibangun, bahwa Robert merupakan pria berhati emas.

Sebelumnya, tempo lambat alur dipakai mempresentasikan kekosongan hati Robert selaku sorotan utama. Sekarang, investigasi Robert mengungkap pelaku pembunuhan sang kawan yang tampil ke depan. Sayangnya bukan investigasi menarik, akibat misteri yang diungkap merupakan hal-hal yang sudah kita ketahui. Penonton mengetahui lebih banyak daripada Robert, baik perihal beberapa remah-remah fakta hingga identitas pelaku yang mudah tercium sedari awal. Beruntung kelemahan tersebut sanggup ditambal oleh gelaran aksi yang ditangani secara solid oleh Fuqua. Solid, karena berdampak. Kita bisa merasakan setiap tulang yang patah, juga sayatan yang mencipratkan darah dalam balutan gore minimalis. Aksi milik The Equalizer 2 bukan hanya filler seadanya, melainkan hiburan yang menghantam, membangunkan andai tempo lambat serta plot lemahnya terasa melelahkan.

Semua bermuara di klimaks, yang berkat jasa naskah buatan Richard Wenk, dengan cerdik melibatkan badai ganas (sudah disiratkan lewat siaran radio sepanjang durasi) selaku latar. Kondisi yang seketika mengangkat tensi momen puncaknya berkali-kali lipat. Sedikit menjauh dari nuansa thriller-aksi gritty yang dibawa filmnya, tapi senang melihat ada hiburan yang memiliki kreativitas dalam berdramatisasi ketimbang sebatas menerapkan formula “beat-em-up-shoot-em-up” ala kadarnya. Dan rasanya tidak perlu bicara banyak tentang Denzel yang di sini melakoni sekuel pertama sepanjang karirnya. Ekspresi plus bahasa tubuhnya memancarkan ketangguhan meyakinkan yang seketika bisa berubah memunculkan kecanggungan pria baik hati murah senyum. Denzel sebagai Robert mampu menghadirkan rasa aman apabila bersamanya, bahkan dalam gang gelap di tengah dunia kelam nan keras seperti sekarang.

10 komentar :

Comment Page:
Badminton Battlezone mengatakan...

Wahh review film yg saya tunggu2. Memang denzel mempunyai magis sendiri,dimana penonton bisa simpati sama orang berhati emas ini.

Stuju yg saya suka dari karakter ini,dia memberi kesempatan penjahat utk bertobat dl sebelum mengeksekusi. Tp kali ini bakal lebih badass keknya
.

Thanks reviewnya mas Rasyid

Rasyidharry mengatakan...

Yes, makin berasa unsur superhero-nya. Nggak kaget makanya pas Fuqua diajak meeting sama Marvel. He (and Denzel) deserves a big budget superhero movie :)

Taufik Adnan mengatakan...

Kirain bakal bintang 4 dpatnya masbro haha

Saat Santoso mengatakan...

Baru td mlm nonton yg man on fire trs lnjut equalizer 1 dan hmpir mirip sih..suka sama pmbawaan danzel di film ini

Badminton Battlezone mengatakan...

Baru saja nonton dan wowwww....menurut saya ini sama bagusnya dengan yang pertama.

Cuman ada yg mau saya tanyakan. Apakah alasan istrinya meninggal?dan apa yg membuat Robert retired ?apakah sudah ada clue2 tersirat yang saya lewatkan?

Rasyidharry mengatakan...

@Taufik Yang pertama 4 boleh deh :)

@saat Yes, Man on Fire is one of the most underrated action movie. Keren!

@Badminton Pensiun karena janji ke istrinya. Kalau penyebab istrinya meninggal kayaknya belum ada.

Anonim mengatakan...

mas rasyid, kayaknya ini bukan kolaborasi keempat denzel-fuqua, tapi kelima, kan sebelumnya mereka kerjasama di magnificent 7

Rasyidharry mengatakan...

Empat dong, Training Day, The Magnificent Seven, The Equalizer 1&2

Mahendrata Iragan Kusumawijaya mengatakan...

Beda equalizer ama john wick apa sih bang?

Rasyidharry mengatakan...

@Mahendrata Beda banget, apalagi kalau soal tempo. John Wick fast-paced, Equalizer pelan kalau di luar action. Gaya action juga beda. John Wick deket ke Gun-Fu ala John Woo (A Better Tomorrow, Hard Boiled, Face/Off), konsep juga ke situ, soal mafia. Kalau Equalizer, konsep deket ke vigilante action/thriller macem Death Wisht (1974).