A SIMPLE FAVOR (2018)

2 komentar
Paul Feig (Bridesmaids, Spy) bereksperimen lewat A Simple Favor yang merupakan adaptasi novel berjudul sama karya Darcey Bell. Alih-alih sepenuhnya merambah “sisi gelap” sebagaimana dijadikan materi promosi lewat tagline berbunyi “The Darker Side of Paul Feig” dan mengikuti pola Hitchcockian atau Les Diaboliques (1955)—yang bahkan disebut dalam dialog—sang sutradara, bersama penulis naskah Jessica Sharzer (Nerve), berani menyatukan elemen thriller misteri dengan komedi yang jadi keahliannya. Hasilnya menyenangkan, meski acap kali campur aduk.

Itulah kenapa Anna Kendrick jadi pilihan tepat sebagai Stephanie Smothers, ibu tunggal sekaligus vlogger resep masakan dan kerajinan. Kendrick, serupa mayoritas peran-peran sebelumnya, memerankan wanita muda naif dan canggung, yang kerap membuatnya bertingkah konyol di tengah interaksi sosial. Dan dia bagus. Kendrick, selain tentunya kepiawaian pengadeganan Feig, adalah alasan humornya selalu berhasil, walau kejenakaan A Simple Favor seringkali ada di tempat yang aneh.

Tapi inilah tujuan Feig. Dia tidak ingin mencengkeram jantung penonton layaknya Alfred Hitchcock, atau menampilkan gurat-gurat kengerian bak Les Diaboliques. Feig ingin menghibur. Feig ingin kita tertawa, terjaga, terkejut, dan tentunya terpesona sebagaimana Stephanie kala ia pertama bertemu Emily Nelson (Blake Lively) saat keduanya menjemput putera mereka dari sekolah. Emily adalah wanita elegan dengan dandanan menawan seolah baru tiba dari acara peragaan busana di Paris, selaras dengan lantunan musik jazzy garapan Theodore Shapiro, komposer langganan Feig sejak Spy.

Serupa Kendrick, Lively jelas sempurna sebagai Emily, yang membuat bukan saja Stephanie, tapi juga penonton sulit melepaskan pandangan darinya. Hebatnya, ia pun mulus berkomedi. Kata “brotherfucker” takkan selucu itu kalau bukan berkatnya.

Kedua tokoh utama kita cepat akrab. Stephanie mengagumi betapa elegan Emily, sebaliknya, sang kepala divisi hubungan masyarakat suatu perusahaan mode itu menyukai kelucuan Stephanie. Mungkin Stephanie memberi hiburan bagi Emily, yang kesehariannya hanya ditemani pekerjaan serta suaminya, Sean (Henry Golding), novelis yang telah 10 tahun tak menghasilkan karya baru. Hingga suatu hari, Emily mengajukan sebuah permintaan sederhana agar Stephanie menjemput puteranya dari sekolah. Setelahnya, ia menghilang.

Where’s Emily?” merupakan pertanyaan yang filmnya ingin kita pertanyakan. Asumsi-asumsi mampu dimunculkan, teori-teori berseliweran di kepala, usaha menyatukan keping-keping puzzle pun saya lakukan didasari pengalaman menyaksikan film-film misteri bertema serupa. Kemudian filmnya menampar lewat titik balik di pertengahan durasi. Segala teori dan asumsi tadi pun runtuh.

Saya meyakini, kisah misteri yang baik bukan bergantung pada jawaban atau kejutan di akhir, melainkan proses investigasi. Konklusi yang sukar ditebak sebatas bonus. Dan kelebihan A Simple Favor terletak pada caranya mengombang-ambingkan pemikiran penonton. Setiap kita merasa mulai menemukan titik terang, fakta baru yang kontradiktif langsung dipresentasikan. Alurnya pun bergerak dinamis begitu Stephanie memutuskan memulai penyelidikan ketimbang berdiam diri dikuasai kebingungan. Di sinilah humornya berperan. Sesekali otak kita dibawa rehat sejenak dari pencarian fakta, untuk menertawakan polah Stephanie (plus jajaran tokoh pendukung) yang selalu menemukan jalan bertingkah konyol.

Sayang, mencapai babak akhir, filmnya keteteran akibat penyakit lawas: obesi terhadap twist. Kejutan demi kejutan yang mayoritas punya mekanisme absurd dijajarkan terburu-buru, tanpa memberi penonton waktu mencerna fakta yang terungkap sebelumnya. Ditambah lagi, kapasitas Feig menangani momen pengungkapan kejutan dalam misteri belum mumpuni. Mungkin ia enggan “membesar-besarkan” kejutan, namun dampaknya, beberapa titik sebatas hadir sambil lalu. Untunglah A Simple Favor tidak semata menggantungkan garis finish, pula perjalanan mencapai sana. Dan sungguh perjalanan yang menyenangkan.

2 komentar :

Comment Page:
Luqman mengatakan...

Nonton di mana ini kang Rasyid? Apakah bakal tayang di bioskop nantinya?

Rasyidharry mengatakan...

Kemarin ada midnite. Harusnya sih tayang reguler minggu ini ya. Antara Selasa, Rabu, atau Jumat. Suka-suka 21 lah haha