MAMA MAMA JAGOAN (2018)

2 komentar
Tidak semua usaha “goes (more) mainstream” oleh sineas yang berangkat dari akar skena alternatif berujung kesuksesan. Ismail Basbeth melalui Talak 3 (2016, disutradarai bersama Hanung Bramantyo) dan Edwin melalui dua karya terakhirnya merupakan segelintir contoh keberhasilan. Sayangnya, Mama Mama Jagoan termasuk salah satu yang gagal. Bukan bencana besar, namun filmnya mempunyai dua wajah berbeda yang urung bersatu padu. Sementara bagi sutradara Sidi Saleh, pasca kegagalan Pai Kau (dari segi kualitas maupun perolehan penonton) pada Februari lalu, ini adalah lampu kuning.

Paruh pertamanya bagai usaha Sidi memindahkan drama panggung ke layar lebar. Mayoritas berlokasi di penjara tempat mendekamnya tiga mama: Dayu (Widyawati), Myrna (Niniek L. Karim), dan Hasnah (Ratna Riantiarno). Ketiganya ditangkap akibat kesalahpahman, disangka terlibat jual-beli narkoba sewaktu polisi menggerebek sebuah kelab malam di Bali, sewatu sedang mencari putera tunggul Myrna, Monang (Lolox), yang telah lama menolak pulang. Di dalam penjara, mereka terus bertengkar, memperdebatkan apa pun, yang oleh penulis naskah, Tian Pranyoto Gafar (Liburan Seru...!!) dijadikan sarana pembentukan karakter.

Serupa drama panggung, rangkaian dialog beserta akting pemain jadi suguhan terdepan. Kamera yang diarahkan Enggong Supardi (Alangkah Lucunya Negeri Ini, Kentut) jarang mengalami pergerakan dinamis, bahkan sering menerapkan shot statis, membiarkan penampilan tiga aktrisnya mengambil alih. Ketiga aktris legendaris ini memberi chemistry membara yang mampu mengubah baris kalimat mana pun terdengar menggelitik, walau kebanyakan materi humornya gampang ditebak sekaligus minim kreativitas. Khususnya Widyawati sebagai Dayu yang bengal, berlawanan dengan citra feminin atau keibuan yang lebih identik dengannya.

Sebagai bagian pembentukan karakter, kita turut disuguhi beberapa flashback seputar masa lalu para mama, termasuk awal mula persahabatan mereka. Ini bentuk kompromi Sidi. Dia bisa saja bertahan pada pendekatan drama panggung, menaruh seluruh eksposisi dalam dialog, tapi sang sutradara memilih pendekatan lebih ringan nan menghibur menggunakan visualiasi. Fase ini pun dipakai guna menekankan sisi “jagoan” ketiga mama, yang mampu menguasai” penjara, membuat semua pria patuh, dari sesama tahanan hingga polisi.Tidak bisa disangkal, ketiganya adalah wanita tangguh, namun bukan berarti masalah terkait pria dapat disingkirkan dari hidup mereka.

Myrna sempat terguncang jiwanya pasca sang suami (Cok Simbara) meninggal, belum lagi kerinduan akan sang putera yang tak kunjung pulang; Hasnah merupakan model bikini yang bangga akan fisiknya sewaktu muda, sebelum pernikahan memaksanya menjadi pelayan suami yang patuh; sementara Dayu menolak terikat pernikahan dengan alasan ingin bebas, meski kedua rekannya yakin, patah hati akibat ditinggal kawin oleh cintanya dahulu termasuk salah satu penyebab.

Mama Mama Jagoan berpotensi menghadirkan komedi relevan yang mengikat, tapi begitu trio mama jagoan keluar dari penjara, filmnya kehilangan daya. Setidaknya hiburan masih mampu diberikan, saat di luar performa para pemeran utama, Sidi dan Tian tahu cara menyajikan “situasi emak-emak”. Dari sentuhan kecil seperti menawari lemper di mobil (yang tak mendapat satu pun respon) hingga konflik besar kala mereka terlibat kekacauan, akan memancing penonton bergumam, “Wah, emak-emak banget nih”.

Paruh pertama dan kedua milik Mama Mama Jagoan bak berasal dari dua film berbeda. Paruh keduanya seperti usaha kompromi untuk tampil ringan yang berujung sebagai paparan roadtrip dangkal, tatkala pesan bermakna dikalahkan oleh kekonyolan, sementara aspek penceritaan dikesampingkan. Puncaknya adalah konklusi sarat simplifikasi berupa pemakaian elemen kebetulan. Mama Mama Jagoan diakhiri secara mendadak, menyisakan beberapa cabang cerita yang belum terselesaikan.

2 komentar :

Comment Page:
Gre mengatakan...

Mas Rasyid aku koq lumayan terhibur ya nonton Mama2 Rumpis ini, bisa senyum2 liat tingkah polah n denger dialog emak2 ini. Paling gak dari sisi akting ke 3 Ibu kawakan ini tak perlu disangsikan, layar full di kuasai mereka.

Rasyidharry mengatakan...

Oh kan soal itu sudah dibilang, nggak perlu diragukan lagi. Asyik lihat para legend ngelucu. Tapi arah filmnya sendiri, well....