ALITA: BATTLE ANGEL (2019)

20 komentar
Adaptasi dari manga Battle Angel Alita ini berlatar masa depan distopia, 300 tahun selepas peristiwa “The Fall” yang memporak porandakan hampir seluruh muka Bumi, menjadikannya tanah gersang, menyisakan Zalem, sebuah kota yang melayang di udara. Orang-orang punya semua alasan untuk bermuram durja, tapi jagoan kita, cyborg bernama Alita (Rosa Salazar), adalah gadis ceria dengan tatapan penuh kekaguman dan senyum yang senantiasa terkembang. Walau kerap tersudut, tak butuh waktu lama baginya bangkit dan terus melawan. Kapan terakhir kali blockbuster berlatar distopia memberi kita protagonis semacam itu?

Alita disusun ulang setelah Dr. Dyson Ido (Christoph Waltz) menemukan sistem intinya di tumpukan sampah. Ido merupakan ilmuwan penyedia reparasi gratis bagi para klien. Kebanyakan tokoh Alita: Battle Angel, entah berstatus kriminal, petarung, atau pemburu hadiah, telah mengganti bagian tubuh mereka dengan mesin.

Ido memberi Alita tubuh yang dahulu hendak diberikan kepada sang puteri, namun sayangnya ia tewas sebelum keinginan itu terwujud. Elemen ini menjadi basis kisah hubungan ayah-anak yang menyokong paruh pertama film, sekaligus membawa pesan bahwa walau “membuat” dan melahirkan, orang tua tak berhak menentukan identitas sang anak.

Meski kehilangan memori, Alita yakin jiwa petarung menetap dalam dirinya. Keyakinan itu terbukti kala ia menghajar habis beberapa kriminal berbahaya. Perlahan menyadari jalan hidupnya, Alita pun ingin ambil bagian dalam kompetisi Motorball (seperti gabungan bola basket + sepatu roda + gladiator) yang dikontrol dari belakang oleh Vector (Mahershala Ali) yang juga tengah menyusun rencana bersama Dr. Chiren (Jennifer Connelly), mantan istri Ido. Keinginan itu ditentang keras oleh Ido, sebab ia tidak ingin kehilangan sesosok puteri lagi.  

Bukankah itu hampir selalu terjadi? Didasari cinta luar biasa, ayah ingin melindungi puterinya namun berujung melahirkan pengekangan. Dan Alita, didorong semangat membara, bukanlah individu yang mau pula mampu dikekang. Dia cukup berani melawan, memberontak, berdiri tegak menghadapi semua penghalang, bahkan percaya diri guna vokal bersuara, yang di mata banyak pihak (karena serupa struktur sosial di dunia nyata, gadis muda dianggap bukan apa-apa) mungkin terdengar seperti omong kosong besar.

Gabungan ragam ciri di atas dengan penampilan humanis Rosa Salazar sekaligus motion capture mumpuni, Alita pun jadi salah satu jagoan aksi paling mudah disukai. Bahkan tatkala filmnya menempatkan Alita dalam romansa setengah matang tak meyakinkan dengan Hugo (Keean Johnson), kekuatan karakternya urung tergerus.

Naskah hasil tulisan James Cameron (The Terminator, Avatar, Titanic) bersama Laeta Kalogridis (Shutter Island, Terminator Genisys) agak kacau urusan membangun mitologi dunianya. Acap kali sukar memahami hirarki juga sistem sosialnya, atau siapa berada di pihak siapa, khususnya pada paruh awal yang meluangkan waktu cukup lama memasang pondasi.

Namun sekalinya melemparkan deretan sekuen aksi, Alita: Battle Angel tak pernah gagal tampil memukau. Dipandu CGI solid (meski dengan modal “cuma” $200 juta jangan harapkan kualitas di tingkat karya Cameron bila duduk di kursi penyutradaraan), Robert Rodriguez (Spy Kids, Machete, Sin City) meruntuhkan segala keraguan atas pemilihannya. Sejak mengawali karir lewat El Mariachi (1992), tidak peduli seburuk apa filmnya, Rodriguez selalu piawai membuat jagoannya terlihat keren ketika melakukan aksi-aksi menentang logika yang turut melibatkan kekerasan.

Ditemani tata suara pengguncang studio yang dipersenjatai Dolby Atmos, Rodriguez menyajikan tubuh-tubuh tersayat, terpotong-potong, kepala terpenggal, dan seterusnya. Hanya ketiadaan darah saja—dikarenakan karakter-karakter yang jadi korban mempunyai tubuh mesin—rating R urung disematkan bagi film ini. Tidak ketinggalan sebuah momen mencengangkan yang bagai diambil dari body horror, ketika nasib salah satu tokohnya terungkap jelang akhir.

Rasanya kita perlu coba mencontoh Alita. Berbagai pihak berusaha menghancurkannya baik secara fisik maupun mental. Dia terjatuh, sempat pula menangis. Bukan masalah. Semua itu menunjukkan sisi kemanusiaan. Tapi Alita mengenyahkan kata “menyerah” dari kamusnya, menolak terseret arus ketidakberdayaan, dan selalu berusaha sekeras mungkin mencari jalan keluar. Dia pintar, cerdik, kuat, dan terpenting, memiliki hati yang besar. 

20 komentar :

Comment Page:
Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

nonton imax ora mas bro?

KOKO mengatakan...

Mas Rasyid, saya kok ngrasa temponya kadang cepet kadang lambat ya, terus Sublplotnya kemana mana.. versi IMAX 3D memang juara sih sekuens aksinya yang sepatu roda itu..

del toro mengatakan...

mas, punya keinginan untuk punya domain sendiri untuk blognya? seperti movfreak.id gitu, blog ini sudah besar lho, lebih keren lagi kalau punya domain sendiri kayak danieldokter.com. sekedar saran aja sih.

Rere Aditiya mengatakan...

Meskipun ada yg gk sempurna. Tapi film ini keren sih menurut saya. CGInya bagus. Karakter Alitanya jg punya emosi yg naik turun, ya saya setuju (cukup manusiawi). Pernah kalah, pernah terluka, pernah kehilangan dan harus bertaha melindungi orang2 terdekat.

Setuju sama reviewnya Mas Rasyid. Sayang love line nya kurang matang. Coba kalau gk langsung ke cinta2an tp sahabatan aja dulu termasuk sama temen2nya Hugo yg lain (ada Lana Condor yg sayangnya rada dianggurin), jd step by step gitu. Mungkin lebih dapet feelnya. Tp scene Alita nyelametin Hugo dari Zapan itu bagus sih. Cukup drama dan saya suka.

Ditunggu sekuelnya! #recommended

Rasyidharry mengatakan...

@Teguh Oh sudah pasti

@Koko Ya kayak udah disebut, naskahnya emang rada acak-acakan. Kalau tempo masih fine kok, cuma mungkin pas action lagi nggak ada, sedikit draggy.

@del toro Trust me, udah dari lama ada niatan itu. Cuma khawatir aja kalau pencatatan di search engine yang udah dibangun bertahun-tahun itu di-reset. Sayang.

@Rere I can't wait for the sequel too....yang sayangnya bakal susah terwujud, karena kemungkinan besar filmnya flop.

Vsf mengatakan...

Great movies, tp dikota saya penonton nya sedikit. Knp ya? Malah byk yg nonton TEMBANG LINGSIR yg horror receh. Duh plis deh penonton Indonesia itu sepertinya hrs dikasih pencerahan deh dlm memilih film mana yg layak tonton dan mana yg engga. Rata2 penonton aktif bioskop itu remaja sih ya, abg abg gitu jd kurang ngerti mana film bagus dan mana film yg receh. Film ALITA ini bisa dibilang box office klo pencapaian nya gmn ya? Secara film ini kayaknya MAHAL bgt, efek CGI terkeren menurut saya. Dibanding Planet of Apes, lebih keren ALITA sih..

Unknown mengatakan...

Nonton ini gara2 ada cristoph waltz doang 😂.

Rasyidharry mengatakan...

@sandy Karena tiap kota, bahkan bioskop, pasar penontonnya beda-beda. Ada yang merata, ada yang cuma rame kalau blockbuster hollywood, ada yang rame kalau film Indonesia, ada yang cuma horor, macem-macem. Alita kan bujet produksi 150-200 juta, jadi ditambah biaya promosi, jelas balik modal kalau dapet 400 juta. Dan sepertinya bakal flop parah. Tracking awal di Amerika maksimal cuma 50 juta. Ditambah internasional pun kayaknya susah dapat >400 juta.

Fajar mengatakan...

Waduh...terancam flop. Kutukan anime dijadiin live action Hollywood. Mengingat dragon ball super broly bisa masuk peringkat 2 box office.

Badminton Battlezone mengatakan...

Setujuu banget dengan Rodriguez bisa membuat Alita sangat kerenn dan hidup. Apalagi scene fight di bar...itu paling keren.

Yahh sayang bangett sih kalo ga dilanjutin sequelnya. Jadi kalau misal di Amrik udah gagal,pendapatan lain ga bisa katrol ya bang? Saya sampe nunggu habis,kirain ada credit scene utk sequelnya...tapi ga ada ternyata :(

Rasyidharry mengatakan...

@fajar Pertama itu. Kedua, film Robert Rodriguez belakangan kan sering flop.

@Badminton Bisa banget sebenernya. Pendapatan internasional sering jadi penyelamat. Tapi kalau bener di US cuma 50 juta ya susah. Loh, itu beberapa menit terakhir kan udah tease buat sekuel. Apalagi kalau ngeh siapa aktor yang muncul 😁

jazzeldiyast mengatakan...

Waduh waduh film bagus kayak gini kok dibilang jelek haha

Anonim mengatakan...

Waktu nonton film ini kok jadi ingat filmnya Astro Boy yah, mengenai konsep kota atas yang jadi impian warga kota bawah.

Badminton Battlezone mengatakan...

Hah emang aktornya sapa bang?ane ngga ngeh itu siapa,soalnya pas scene copot kacamata singkat banget. Cameo kah?

Rasyidharry mengatakan...

Edward Norton itu. Ya emang cepet banget dan make up tebel sih, wajar kalo nggak ngeh.

Badminton Battlezone mengatakan...

Yaaa ampunnn si Edward Norton ternyata. Kmrn2 aku penasaran sampai cari pemeran cast Nova siapa,tapi ga ketemu.

Wah bakal epic sih,Edward emang cocok jadi antagonis sih drpada jagoan sudah terbukti di primal fear dan italian job

aryo mengatakan...

(Spoiler alert) itu si hugo udah capek2 diselametin, dibikin cyborg, eeh langsung dibikin mati lagi. What a waste. Wkwkwk. Tapi kalo emang gitu cerita di manga-nya ya apa mau dikata.

Janus mengatakan...

Telat nonton.. tp di kotaku masih rame. Setuju SM review bang Rasyid .bukan nya yg terakhir itu yg pake kacamata James Cameron.. saya mikir nya dia.. mirip..

Balecter mengatakan...

Battle Angel = Pertarungan Malaikat, tapi pertarungannya biasa-biasa saja menurut saya.
Justru film ini terkesan frustasi ingin mencampurkan animasi CGI kedalam tiap scenenya. Yang alhasil karena tidak diimbangin dengan penulisan skenario dan jalan cerita yang baik. At this moment film ini masih menelan kerugian yang sangat banyak. Hikss.

VINCENTTT mengatakan...

FILM YANG MEMUAKKAN NYESAL GW NONTON. FIGHT NYA BIASA AJA, DRAMANYA STANDAR, CERITANYA ANEH ABSURD, BANYAK LUBANGNYA. HERAN GW RATE IMDB TINGGI. LGSUNG GW RATE 1 AJA. FILM SAMPAH!!!