ANTOLOGI RASA (2019)

21 komentar
“Selamat datang di kehidupan cinta gue yang berantakan”, sapa Keara (Carissa Perusset) pada penonton. Dan memang pernyataan itu paling pas, sebab Antologi Rasa sungguh menghadirkan kisah cinta segiempat luar biasa rumit nan berantakan. Begitu berantakan, pesan yang filmnya hendak sampaikan soal hubungan pun bak hilang ditelan keruwetannya. Atau memang tiada pesan apa pun? Ketika pikiran para karakter semakin jernih jelang kisah berakhir, tidak demikian halnya penonton.

Tapi jika anda memandang Antologi Rasa hanya sebagai satu lagi film tentang betapa resahnya mencintai seseorang yang tak dapat dimiliki, adaptasi novel berjudul sama karya Ika Natassa ini sesungguhnya bekerja cukup baik. Saya bisa memahami mayoritas rasa sakit karakternya, bahkan nyaris menitikkan air mata tatkala konflik lagi-lagi dibawa menuju resolusi di bandara, yang mana telah dipakai menutup ribuan drama romantika.

Keara, Harris (Herjunot Ali), Ruly (Refal Hady), dan Denise (Atikah Suhaime) adalah sahabat yang mencari nafkah di satu kantor, bahkan sama-sama datang terlambat di hari pertama bekerja. Ada persamaan lain di antara mereka, di mana masing-masing saling memendam cinta. Harris mencintai Keara yang mencintai Ruly yang mencintai Denise yang sudah menikah. Rumit memang. Antologi Rasa seperti antologi hal-hal menyakitkan yang terjadi saat cinta bertepuk sebelah tangan.

Begitu banyak hal menyakitkan muncul membuat paling tidak ada satu-dua peristiwa yang pernah penonton alami, sehingga merasa terikat terhadapnya. Cukup ambil contoh perasaan Harris. Dia terjebak di friendzone, terlanjur jadi tempat Keara mencurahkan isi hati soal pria lain yang ia cintai. Fisik sang gadis amat dekat, namun tidak hatinya, yang digambarkan oleh suatu malam di Singapura, kala Keara berbaring di perut Harris, sementara si pria hidung belang mengaku sudah menemukan wanita yang sempurna baginya. Tentu Keara tak tahu bahwa wanita itu adalah dirinya.

Paruh pertama, yang menjabarkan perjalanan Keara dan Harris ke Singapura untuk menyaksikan balapan F1 (Ruly membatalkan keikutsertaannya demi menemani Denise), merupakan bagian paling bernyawa berkat keberhasilan Junot sejenak mengesampingkan persona “cowok cool” yang lekat padanya (AKHIRNYA!). Kepribadian unik dan cerianya membawa energi serta getaran menyenangkan, bukan hanya dalam hidup Keara, juga bagi pengalaman menonton kita. Walau sewaktu dipaksa melakoni adegan serius, kecanggungan kaku khasnya kembali lagi.

Carissa, dalam penampilan layar lebar perdana, menunjukkan kualitas yang hanya bisa dideskripsikan melalui kalimat Ruly untuk Keara berikut: “Efek lo ke cowok itu luar biasa”. Bukan cuma soal paras cantik. Ada aura menghipnotis yang memancing ketertarikan. Sesuatu yang mustahil dilatih, dan kelak bakal menjadikannya bintang besar selama jeli memilih peran. Di situasi dramatik, konsistensi Carissa perlu diperbaiki, tapi caranya menghantarkan kalimat emosional di “adegan bandara” cukup membuktikan potensinya. Sebuah kalimat yang lama saya nantikan keluar dari mulut karakter saat menghadapi perpisahan. Kalimat kuat yang bertindak selaku ungkapan perasaan jujur, sehingga saya memaafkan bagaimana Antologi Rasa tenggelam dalam kerumitannya sendiri.

Fase berikutnya, yang menampilkan perjalanan bisnis Keara bersama Ruly ke Bali, sayangnya tak seberapa menarik. Refal membuktikan kapasitasnya memerankan pria baik kharismatik, tapi fakta bahwa Ruly adalah pria kalem yang kurang jago menyegarkan suasana lewat lelucon seperti Harris, menjadkan interaksinya dengan Keara seringkali hampa. Terlalu banyak kekosongan di paruh kedua Antologi Rasa.

Film ini disutradarai Rizal Mantovani (Kuldesak, 5 cm, Eiffel...I’m In Love 2), yang saya percaya, senantiasa memiliki visi ciamik perihal merangkai gambar cantik meski pengadeganannya kekurangan sensitivitas (itu sebabnya kebanyakan horor Rizal berakhir buruk). Rizal tak kuasa mengangkat bobot emosi adegan, tapi lebih dari mampu untuk membuatnya nampak elegan sekaligus mewah. Dibantu sinematografi garapan Muhammad Firdaus (Sang Kiai, My Stupid Boss, Target), semua selalu terlihat cantik, baik pemandangan (Singapura, Bali, bahkan nuansa malam Jakarta) maupun tokoh-tokohnya. Walau akan lebih baik andai Rizal tak terlalu bergantung pada jajaran pemain atau benih-benih yang ditanam naskah buatan Donny Dhirgantoro (Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Supernova: Ksatria, Putri, & Bintang Jatuh) dan Ferry Lesmana (Danur, Suzzanna: Bernapas dalam Kubur).

21 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Ko ratingnya beda sama yng diletterboxd om?
Hehe

KieHaeri mengatakan...

Ini yang nulis review Harris bukan? Yang sering di panggil Rasyid sama Keara....Baru tahu Herjunot Ali alih profesi. Hehee

Jackman mengatakan...

Jadi masih layak tonton ya?
Sempet tertarik mau nonton
Tapi ragu
Dan sekarang tertarik lagi

Carissa Peruset bukannya lagi shooting film lain ya saat ini?

Rasyidharry mengatakan...

Bukan beda, tapi letterboxd sering hang jadi rating yang diinput geser😁

Rasyidharry mengatakan...

@KieHaeri Betul sekali. Nulisnya sambil ditemenin Carissa.

@Jackman Sure, cukup ekspektasi film tentang kegalauan aja. Kayaknya iya, masih kurang update soal Carissa ini

Unknown mengatakan...

Review Kain Kafan Hitam donk Mas..
Penasaran, setau saya namanya kain kafan itu putih yak..
Wkwkwkwkwk

Rasyidharry mengatakan...

Ooo just wait. Udah nonton. Salah satu film paling epic tahun ini.

Lusiana mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Lusiana mengatakan...

Kalau liat package di trailernya tertarik, tapi pas udah liat mas Rasyid sama mas Abi ngereview jadi kayak mundur gitu. Makin kesini kayak hilang harapan sama mas Rizal padahal dlu saya termasuk salah satu pengagum beliau dikala Jailangkung dan Kuntilanak 3 udah mulai masuk tahun 2010an keatas jadi sering dikecewakan deh.

Rasyidharry mengatakan...

Masih asyik ditonton kok. Give it a try. Soal Rizal sih udah kebaca dari dulu, tipikal sutradara yang bergantung naskah. Di Jelangkung bagus ya karena skrip Mas Adi oke 😁

Unknown mengatakan...

Mas Rasyid,

Hari ini nuntun Calon Bini dan Antologi Rasa..

CB sebenernya bisa lebih lucu yak Mas, klo pemaen'nya "wong Jowo asli", wkwkwkwk..
Sebagai wong Jowo, kok gw berasa logat'nya masi terkesan text book.. Jadi kurang lucu..
Bener nggk mas?

Klo AR, baru pertama kali ini nuntun film drama, dan bagoooos!!
Itu Herjunot Ali yang maen Suzzanna kah?
Hahahhahaha..
#beda..

Unknown mengatakan...

Soundtrack AR yg dmassive judulnya apa mas? (Bukan yg judulnya Kesempatan Bersamaamu, ada satu lagi)

Unknown mengatakan...

Emang nama akun letterboxd nya apa bro,,,bisa di follow ni

Rasyidharry mengatakan...

Setahu saya d'Masiv cuma 1 lagu. Geisha ada 2, Nidji 1 (pake vokalis barunya)

subagiodreams mengatakan...

Saya kok ngerasa liat lucinta luna dipelukan junot 😂. Maapkan carissa 😝
Saya si cenderung bintang 2. Cm akting junot dan bagian tengah cerita yg menguatkan biar liat smp akhir (dan inipun masi kebayang lucinta luna lg meluk junot di bandara 🤧 )

IMHO carissa terlalu keliatan muda dan "kurang pengalaman" utk peran wanita kantoran yg sdh dewasa 😬

Unknown mengatakan...

Oemji Lucinta Luna?

Kenapaa? Uda gatel? Wkwkwkwk..
#triller_antologi_rasa

How beautiful Peruset is..
I can't help waiting for her next film!!

Sorry.. just my opinion..

Unknown mengatakan...

Mas Rasyid,

Tolong liat triller'nya yg pas awal awal,

Haris : "karna gue uda ketemu cewe yang tepat"

Keara : "hah loe nggk pernah cerita, siapa?"

Nah, abis dialog ini, kayanya ada OST satu lagi, kayanya yg nyanyi d'massiv, tp saya cari² nggk pernah ketemu judulnya apa..

Tolong yak Mas, lirik nya "biarkan sekejap, bla bla bla"

Adiktejo mengatakan...

Entahlah menurutku Perusset ini menang cantik doang, emosinya ga dapet. Chemistry antara mereka ber-4 yg diclaim bersahabat baik juga ga ada. Ditambah lagi adegan2 bak sinetron seperti ketika keyra masuk kamar RS utk bawain Ruly makanan, pas pintu dibuka pas Ruly baru mulai ngomong.

Rasyidharry mengatakan...

@Unknown Oh itu 'Perspektif Ketiga', punya Pijar. Emang belum rilis lagunya.
https://www.instagram.com/p/Bt-0S-wAQjP/

Alvan Muqorrobin Assegaf mengatakan...

Saya udah nonton. Kbetulan saya jg pembaca novelnya. Well mnurut saya penyusunan cerita dan directing berpotensi sekeren film Wonder yg jg pakai beberapa sudut pandang. Tapi sayang beribu saya naskahnya terlalu plek ketiplek kyak copas dialog novel. Bukannya bagus malah kayak baca novel dua kali. Gak ada pengalaman baru selain permainan visualnya si rixal. Hufff. Critical eleven is better. Meski gk persis dengan novelnya secara fisik. Tapi CE masih punya jiwa yg sama hidupnya.

Puja Damayani mengatakan...

Penyutradaraan Baginda Rizal Mantovani ternyata masih medioker apalagi akhir-akhir ini kita disungguhkan dengan film horor sampah beliau, sudah cukup bagi saya sepertinya menonton film karya-karya beliau.

Btw, Herjunot Ali ini sebenarnya gimana sih hubungan kerjanya dengan Soraya atau Hit Maker? Beberapa peran utama harus banget deh dia yang peranin, kadang-kadang terlalu maksa juga harus doi yang peranin, aktingnya gimana ya flat gitu, atau jangan-jangan doi punya saham di Soraya Intercine Film, perekrutan doi jadi peran utama rada ketebak, ketika karakter Keara dan Ruly diumumkan terlebih dahulu, karakter Harris dipendam lama sama Soraya sebelum akhirnya diumumkan beberapa bulan kemudian, dalam hati saya dah nebak, nih yang masih rahasia palingan dikasih ke Junot, eh ternyata benar kwkwkw

Dari rating di Goodreads novel ini tidak terlalu bagus, pas sutradara Rizal Mantovani pegang proyek ini saya sudah ngga berharap banyak sama film ini walaupun saya berharap ceritanya bisa diimprove karena sebenarnya novelnya sendiri juga tidak terlalu bagus juga. Saya pikir penulis skenarionya bakal kerja keras menerjemahkan dalam visual film, tapi ternyata sama saja hasilnya persis novel ngga ada perubahan, mungkin kalau film ini mengambil pendekatan ala film Wonder yang setiap karakter dikasih ruang narasi,mungkin ngga bakal tumpang tindih karakternya antara tokoh utama dan pendukung,maaf kepanjangan.