CAPTAIN MARVEL (2019)

76 komentar
Melalui Captain Marvel, Marvel Studios membuktikan penguasaan mereka terhadap formula pengenalan karakter. Dirilis tak sampai dua bulan sebelum Avengers: Endgame, salah satu tujuan utama film ini adalah memperkenalkan protagonis yang mudah penonton cintai, juga suar harapan bagi kompatriotnya sesama pahlawan super pasca Thanos menghapus separuh kehidupan alam semesta. Terkait tujuan tersebut, Captain Marvel melaksanakan tugasnya dengan baik.

Tapi film kedua puluh satu MCU ini justru menampakkan lubang franchise-nya. Sejak Avengers: Age of Ultron, Marvel Studios telah belajar untuk tidak menyulap judul standalone menjadi ladang menanam benih bagi sekuel. Rupanya masalah lain—yang bukan sepenuhnya baru—muncul di sini, di mana haram hukumnya bila “film individu” lebih, atau sama masifnya dibanding “film tim”.

Mengusung kisah berskala lokal (soal intrik di Wakanda), Black Panther terselamatkan dari kendala di atas, sementara Ant-Man and the Wasp terhindar karena sejak awal penciptaannya, seri Ant-Man memang khusus berkutat di skala kecil. Namun tatkala sebuah film menampilkan mantan pemimpin Avengers (di komik tentu saja) yang mempunyai level kekuatan tertinggi (“off the charts” jika meminjam pernyataan Kevin Feige), masalah tadi jadi menonjol.

Satu hal yang tak menyulut keluhan dalam benak saya adalah sosok Captain Marvel a.k.a. Carol Danvers (Brie Larson) sendiri. Carol merupakan anggota Starforce, unit militer milik Kree, ras alien dari planet Hala, yang telah sekian lama terlibat perang melawan Skrull, alien dengan kemampuan meniru wujud orang lain yang dipimpin Talos (Ben Mendelsohn). Carol berlatih di bawah bimbingan Yon-Rogg (Jude Law), yang selalu mengingatkannya agar tak membiarkan dirinya dikuasai letupan emosi. Sebab konflik batin tak pernah berhenti bergejolak dalam hati Carol. Dia kehilangan ingatan masa lalu, hanya melihat kilatan-kilatan memori berisi wajah-wajah serta kehidupan asing.

Kita tahu Carol berasal dari Bumi, dan saya makin tak sabar menantikannya pulang ketika first act filmnya tampil lemah. Hubungan guru-murid maupun persahabatannya dengan Yon-Rogg urung tampak meyakinkan, sedangkan deretan aksi yang berpusat pada pertempuran dua bangsa alien (buku Kree-Skrull War termasuk sumber adaptasi) dibungkus oleh pasangan sutradara Anna Boden-Ryan Fleck (Sugar, Mississppi Grind) lewat camerawork, mise-en-scène, plus koreografi yang menghalangi penontonnya melihat keseluruhan peristiwa. Pun seringkali, aksinya bergulir buru-buru bak pemenuh durasi semata.

Sampai fokusnya berpindah ke Bumi, barulah Captain Marvel menemukan pijakan. Aksinya membaik, meski jauh dari memorable. Setidaknya terselip paparan drama solid, pun akhirnya kita bertatap muka dengan Nick Fury (Samuel L. Jackson dalam balutan teknologi de-aging meyakinkan). Pertukaran kelakar antara Fury dengan Carol kerap melahirkan hiburan brilian berkat beberapa lelucon cerdik dalam naskah tulisan Anna Boden dan Ryan Fleck bersama Geneva Robertson-Dworet (Tomb Raider), termasuk kemunculan kucing menggemaskan bernama Goose yang bakal menjawab sebuah misteri kehidupan, “Mengapa hewan lucu satu ini sering bersikap aneh?”.

Akhirnya kita berkesempatan melihat Samuel L. Jackson memamerkan talenta bercelotehnya di film MCU secara layak, sedangkan Brie Larson menghadirkan performa yang mampu menampar telak para pembencinya. Pihak-pihak penebar komentar bernada miring soal pelitnya senyuman Captain Marvel silahkan berjongkok di sudut ruangan meratapi hidup kalian yang menyedihkan, sebab Brie Larson telah melahirkan salah satu pahlawan super dengan ekspresi paling kaya. Sang aktris piawai menangani humor baik verbal atau non-verbal, juga memiliki bobot akting dramatik yang berada di jajaran teratas di antara deretan pelakon MCU.

Terkait Carol Danvers selaku figur pahlawan, terdapat sebuah momen yang amat saya sukai ketika ia terlibat pembicaraan dengan Monica Rambeau (Akira Akbar)—puteri sahabatnya, Maria Rambeau (Lashana Lynch)—yang di komik sempat menyandang nama Captain Marvel sebelum Carol. Cara Brie menangani adegan itu, bagaimana ia tersenyum, bagaimana bahasa tubuhnya bicara, mencerminkan sosok pahlawan yang “dekat”, sehingga begitu gampang dicintai publik.

Sudah barang tentu elemen feminisme turut dialirkan dalam DNA kisahnya, yang membahas seringnya Carol, sebagai wanita, dianggap tak pantas berada di suatu tempat atau melakukan aktivitas tertentu. Sayang, alih-alih menjadi akar, elemen itu berakhir sebatas satu dari sekian banyak cabang, urung mengambil alih pusat sehingga terkesan sambil lalu. Biar demikian, secara khusus saya mengagumi sekuen kala Carol—dari berbagai fase kehidupannya—digambarkan acap kali terjatuh namun senantiasa kembali berdiri tegak.

Berangkat dari skena indie, kedua sutradara terbukti lebih solid mengharahkan momen drama low-key, seperti obrolan emosional Carol dan Maria. Tapi soal sekuen aksi lain cerita. Seperti telah disinggung sebelumnya, pekerjaan rumah mereka masih menumpuk. Hampir semua pertempuran takkan melekat lama di ingatan kecuali klimaks eksplosif penuh kilatan cahaya, yang meskipun sekali lagi stake-nya terlampau rendah, cukup efektif menegaskan peran Carol sebagai senjata pamungkas Avengers. Belum merasa cukup? Nantikan mid-credits scene yang seketika menggandakan ketidaksabaran menantikan Avengers: Endgame bulan depan.

76 komentar :

Comment Page:
SALEMBAY mengatakan...

Pertamax, bang apakah ada twist tentang skrull..yang sempat viral..?

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

udah keduga sih drama pas pasti dapet karena ada brie
dan akhirnya ya bakat jackson berkelakar lawak bisa dimaksimalkan

Bayu mengatakan...

SPOILER ALERT







PLOT TWIST.. ternyata yg berada di pihak penjahat adalah bangsa kree sendiri.

aan mengatakan...

Saya fans berat samuel jackson.dia yg paling merdu bersumpah serapah...hahaha.mungkinkah dia yg paling banyak main film walo kebanyakan bukan pemeran utama...

Anonim mengatakan...

well, white male humans are not allowed to review or see this movie. Her attitude (+ kelakuan tidak sopan Brie di IG saat Stan Lee wafat) is a dissapointment to me. Black Panther aja gak seradikal ini promosinya. Captain SJW.

Rasyidharry mengatakan...

Brie needs better PR on her social media, that's true. And how some SJWs overreacting on this movie's negative reception is also truly annoying. But that doesn't impact this movie's quality and good nature message about female empowerment it tries to delivers

Rasyidharry mengatakan...

Oh belum. Masih kalah sama Eric Roberts, Danny Trejo, dan beberapa nama lain. Tapi ya, salah satu yang paling banyak.

Zamal mengatakan...

Brie larson selalu jago ..dalam memainkan rasa..., room adalah salah satu contoh filmnya yg sangat melekat diingatan

Chan hadinata mengatakan...

Tidak meninggalkan kesan yg impresif kyk iron man ato first avenger.. tdk ada scene fight memorable..
Ditambah credit scene yg tdk ada kejutan
Aura nya brie larson pelan2 mnghipnotis plus kekuatan aktingnya sbagai nilai plus film ini
Sebagai prekuel Just fine totally fine 3/5

aryo mengatakan...

Komentar ngga penting.
Carol kecil gedenya harusnya lebih cakep ketimbang brie.

Hehe

Unknown mengatakan...

Mas Rasyid,

Review Guna Guna Reva dooonk, wkwkwkkwk..

agoesinema mengatakan...

Yang menyenangkan di film ini adalah lelucon teknologi tahun 90an... yg kurang di film ini kameranya yg shaky saat adegan laga hingga choreonya tdk jelas terlihat, dan sy jg kurang sreg dgn penempatan lagu I'm Just A Girl dari No Doubt yg kurang nyatu dgn adegannya, seolah-olah asal tempel saja seolah hanya menegaskan kesan 90an dari film ini.

Yolana mengatakan...

Ih, mas Rasyid nyindir saya nih. Termasuk yg ngerasa "meh" saat liat cewek yg bakal jadi the strongest superhero. Mending atuh black widow dijadiin pilem ketimbang ini. Tapi ya itu. Ternyata akting nya oke.

Maap ye sist 😁

Mas, one question. Sukak mana wonder woman apa captain marvel??

Rasyidharry mengatakan...

Salahin writer & directornya. Itu klimaks bisa jadi momen "superhero in action" paling epic di MCU setelah Thor di Infinity War. Kalau credits-scene sih semua juga pasti tahu bakal nampilin scene Endgame. Malah kalau bukan itu jadi mengecewakan.

Rasyidharry mengatakan...

Shaky, quick cuts, dan kecepetan. Kalau bukan karena jokes, sediit drama, & pemainnya yang asyik, bisa masuk kandidat MCU terlemah ini.

Rasyidharry mengatakan...

Haha yang disindir bukan yang pesimis soal Brie jadi Carol kok. Saya juga awalnya pesimis. Tapj fanboy sexist yang protes karena Carol di poster & trailer nggak pernah senyum.

Sedikit lebih suka Wonder Woman. Paling nggak action no man's land itu keren.

Vsf mengatakan...

Tidak lebih baik dari ALITA dan AQUAMAN.

Ilham Qodri mengatakan...

Well... Ini film MCU yg feel superheronya paling kental sih (in other words, film MCU yg paling berasa DC). Untuk fans Marvel yg kurang suka hero overpower mungkin bakal kurang suka film ini. Agak khawatir juga kalo Captain Marvel out of nowhere save the day and beat Thanos, sementara tokoh2 yg udah dibangun selama 10 taunan seperti Iron Man dan Captain America harus rela "diselamatkan" oleh tokoh yg baru muncul sebulan.

Zoro mengatakan...

seperti biasa film solo MCU yg ga menonjolkan crossover yaa biasa aja, 3/5 lah, ga pernah jelek, tapi juga ga pernah lebih dari bagus, kecuali Black Panther. Can't wait for Endgame though!!!! Wuhuuuuuuu!!!! tapi lebih ga sabar lagi sama X-Men dan Fantastic Four versi MCU 😄😄😄😄😄😄😄

Rasyidharry mengatakan...

Oh tenang. Thanos nggak akan kalah segampang itu. Film 3 jam nggak akan segampang Captain Marvel kills Thanos. Lagipula Endgame itu tribute buat rooster asli Avengers, pasti final blow dari mereka. Entah Thor, Capt, Iron Man, tergantung yang masih hidup 😁

Rasyidharry mengatakan...

Well, biar ngefans sama MCU, dari 21 filmnya, yang berani bilang masuk kategori "amazing" cuma Civil War & Infinity War.
Haha nanti dulu kalau ngomongin "lulusan" Fox. Mungkin yang dipakai duluan malah villain-nya. I can feel that Galactus is already lurking somewhere near 😁

reza mengatakan...

capt marvel ini lebih ke pemanasan sebelum end game
bener ga bang XD

agoesinema mengatakan...

3 teratas film solo MCU menurut gw :
1. Captain America Winter Soldier
2. Captain America Civil War
3. Iron Man

3 terbawah film solo MCU menurut gw :
1. Captain America First Avenger
2. Thor
3. Incredibles Hulk

Untuk film tim bagus semua😃

Unknown mengatakan...

Buat origin story, nilainya lumayan
puas banget liat Fury berceloteh sepanjang film...

***SPOILER ALERT***















selesai nonton malah sibuk ngitungin timeline keberadaan Tesseract dan hubungannya dengan kekuatan Carol...secara dari tangan Red Skull, Howard Stark trus bisa pindah ke Mar-Vell secara Pegasus sama SHIELD blm tau ada hubungan apa

Rasyidharry mengatakan...

Kurang lebih. Makanya jadi berasa ditekan banget skalanya biar nggak nyaingin Endgame.

Rasyidharry mengatakan...

Dulu pun gini. Sampai nonton ulang lagi, malah jatuh cinta sama First Avenger dan biasa aja ke Winter Soldier. I guess time really changes our perception toward movies 😁

Rasyidharry mengatakan...

Kalau pun nantinya dibahas, paling cuma berbentuk banter singkat Tony & Carol di Endgame

Muhammad Faisal Aulia mengatakan...

Buruan deh MCU berakhir di endgame, makin lama MCU ga bermutu

Chan hadinata mengatakan...

Wkwk haters terakreditasi muncul.. salutttee🤣

Faisal Fais mengatakan...

paling itu orang cuma ngetroll doang, biar fanboy marvel triggered terus kesurupan 🤣🤣🤣

Faisal Fais mengatakan...

@agoesinema: but Civil War isn't really a solo movie, even it's not really a Captain America movie LOL

Rasyidharry mengatakan...

Hahaha ini bener. At its core, masih film Captain America, tapi tetep lebih pas disebut ensemble film sih.

Hadi Alkatiri mengatakan...

yaa, at least gk sejelek GUARDIAN GALAXY 2 sama Spiderman cupu

aan mengatakan...

Ngomong2 apa "sakit" nya mata fury versi komik emang dari kejadian konyol gitu ya?😁

Rasyidharry mengatakan...

Maap, GotG 2 is one of the best & heartful superhero movie of all time. Sekian & terimakasih 😁

Rasyidharry mengatakan...

Fury kulit putih kena granat Nazi, Fury kulit hitam karena Gulf War. Lupa kenapa, tapi kayaknya ledakan juga.

Anna B mengatakan...

Setelah nonton Captain Marvel, perkataan "last time I trusted someone, I lost an eye" jadi ngakak😂😂. Ga ada yg menyangka

Anna B mengatakan...

Setelah nonton Captain Marvel, perkataan "last time I trusted someone, I lost an eye" jadi ngakak😂😂. Ga ada yg menyangka

Lucass mengatakan...

Yg nonton sebelah saya nyeletuk kok film nya boring dan ya itu juga yg gue rasain, mungkin MCU harus cari formula lain krena film nya berasa autopilot b aja dan terbukti di rating audience nya tomatoes yg 51%
Dan untuk brie mungkin gua di pihak yg setuju kalo aga misscast meskipun dia aktris bagus, karena senyum sama berantem nya ga sekuat gal gadot yg bener" bikin orang tersihir dan yakin sama dia
(agak kesini kaya nya marvel lebih fokus ke film yg team ensemble dilihat kualitas stand alone yg blakangan menurun)

Anonim mengatakan...

Dan justru yg jadi penyelamat serta mencuri perhatian disini adalah nick fury and maria jdi aga tertolong, jauh dibanding gotg2,civil war, avengers dan ensemble lainnya yg memang 'wow' not 'meh' hanya opini si

Gibran mengatakan...

@Lucass: Kalau masalah rating audiens yang jeblok sih itu karena faktor non-teknis, banyak orang ga suka sama Brie Larson karena pernyataannya dan tweet-nya yang dianggap rasis dan sexist. Tapi walau rasis dan sexist, akting Brie emang top sih ga perlu diragukan. Harusnya dipisahkan antara pribadi dan profesional.

Hadi Alkatiri mengatakan...

you mean to ironical, right? hehe

Rasyidharry mengatakan...

Oh audience score itu jangan dipercaya. Emang banyak troll, coba aja cari beritanya. Satu-satunya penilaian penonton yang bisa jadi pegangan itu Cinemascore.
Kalau Brie nggak kelihatan meyakinkan pas berantem, di sini bukan salah dia, tapi sutradara & koreografernya. Kelihatan bukan orang yang demen felem eksyen macam Russo Bros.

Nggak merasa kualitas standalone menurun sih, malah Phase 3 itu yang paling kuat. Tapi ya, butuh formula baru dan udah dikonfirmasi sama Feige. Phase 4 seterusnya nggak pakai pola "klimaks di ensemble lagi".

Rasyidharry mengatakan...

Hahahah iya juga ya, baru inget kalimat ini.

Rasyidharry mengatakan...

Sayangnya toxic fanboy selalu ada di franchise mana pun. Maklum, orang-orang yang tinggal di basement ortunya. Never have fun outside, never get laid 😂

Lucass mengatakan...

Iyaa kan saya bilang emang dia aktris bagus label oscar malah, cuma kurang cocok aja buat jadi carol dan banyak juga kok yg punya pendapat gtu. Pas baca info rebecca ferguson sama natalie dormer jga hampir dapet role nya mgkin bakal lebih kuat mreka trutama rebecca

Rasyidharry mengatakan...

Dormer cocok. Sosoknya ngingetin sama Carol era sekarang yang rambutnya pendek. Penghalangnya cuma satu, namanya belum cukup besar buat dijual.
Kalau Rebecca terlalu Godlike sih (image yang kayaknya bukan dicari Kevin Feige buat Captain Marvel). Macem Gal Gadot dia itu. Tapi someday pasti dia main film superhero, entah Marvel atau DC. Tapi kalau suruh pilih alternatif Brie, ya Emily Blunt. She's tough, also has perfect comic timing.

Gibran mengatakan...

Beuhhhh... Jauh bangetlah Rebecca Ferguson dari karakter fisik Captain Marvel. Wajah dan postur dia terlalu tegas dan milf, lebih cocok kalo meranin Wonder Woman, Xena, atau Psylocke (or maybe She-Hulk).

Captain Marvel di komik itu secara karakter fisiknya mirip sama Supergirl, auranya fresh dan wajahnya manis.

Kalau liat komik, secara fisik Natalie Dormer yang paling sempurna untuk jadi Captain Marvel, wajah manisnya dapet banget. Itu kalo mau akurat sama komik ya. Tapi kalau mau fit in MCU, Brie udah pilihan paling cocok.

Rasyidharry mengatakan...

She-Hulk!!! Yes, boleh banget dia jadi Jennifer.

ei mengatakan...

Sayang akting grace mckena dikit, padaal udah suka banget pas main sama capt. America di Gifted....

Btw... Capt. Marvel cuman dapet power dr 1 batu... sama kaya vision n strange, trus apa sih yg ngebedain kenapa dia bisa sekuat itu??

Rasyidharry mengatakan...

Karena kekuatan batunya menyatu ke tubuh Carol, beda sama Strange yang cuma pakai batu. Dan Tesseract (space stone) itu kekuatannya bisa memanipulasi ruang, beda sama mind stone yang memanipulasi pikiran dan dipakai menghidupkan Vision (semacam ngasih dia mind). Tapi kasus Vision sendiri sebenernya semacam retcon. Kelihatan kalau di Age of Ultron, Whedon mau bikin dia Godlike. Mungkin karena dirasa overpowered, sejak Civil War dia dilemahkan.

Alvi mengatakan...

Ninggalin antipati di luar studio dan ternyata ane bisa cukup enjoy untk nikmatin capt. Marvel. Walaupun awal-awalnya bkin ngantuk, tpi interaksi carol-fury sama akting Ben yg scene stealer berhasil narik atensi saya lagi. Dan setuju, gak kepikiran kalo Brie bisa buat captain marvel berasa humanis dan likeable kek gini. Pdhal bnyk yg bilang kalo versi komik, captain marvel itu gak terlalu likeable orgnya.
Momen "jatuh-lalu-bangkit" dilanjutin dgn "super saiya" berhasil buat merinding.

Anonim mengatakan...

jujur gue bukan fans mcu, cuma tertarik nonton film2 avengers aja, tp ga pernah tertarik nonton film2 solo mereka (sure i have watched some of them and i don't like it), dan asalnya gue juga cuma nungguin endgame aja dan ga tertarik sama sekali buat nonton captain marvel, tapi setelah liat trailer baru endgame dgn kemunculan captain marvel di akhir, DAMN! terpaksa harus nonton captain marvel nih biar pengalaman nonton endgame-nya lebih afdol dan lebih dapet feel-nya haha shit..

pantes aja walau banyak kontroversi tapi pendapatan captain marvel ini meroket, karena haters brie sekalipun terpaksa harus nonton ini film biar pas nonton endgame nanti lebih afdol wkwkwk

Rizky Yudhistira mengatakan...

@anonim: Tapi liat di forum2 AS banyak yg curiga Disney beli tiket mereka sendiri, banyak yg share pengalaman (di Amerika) tiket abis tapi bioskop kosong.

Dan saya juga sangat ga setuju sama Rotten Tomatoes yang menghapus 50.000 review negatif secara terang-terangan dan membenarkan itu di media dengan alasan mereka menganggap itu troll. Lah, siapa yang berhak menentukan mana review yg pantas diterima dan mana yg pantas dihapus?

Meski bagaimana pun mau itu troll atau bukan harusnya ya ga boleh diintervensi sedikit pun lah namanya polling bebas ya harus sebebas-bebasnya. Siapa yg berhak menentukan review negatif itu troll atau bukan? Ga ada yg berhak menentukan itu. Definisi review troll sendiri ga ada yg bisa menentukan. Kalo troll itu diartikan sebagai review negatif dari orang yg ga nonton filmnya, emang yg review positif itu kita bisa tahu pasti kalau mereka udah nonton filmnya? Berapa banyak fanboy yg udah ngebuzz review positif sebelum nonton filmnya? Siapa yg jamin itu ga terjadi di film-film lain? Siapa yg jamin orang ngasih vote murni berdasarkan kualitas filmnya dan bukan sentimen lain? Nobody knows man!

Lagipula skor audiens itu kan bukan untuk menunjukkan kualitas film, tapi untuk menunjukkan gambaran besar tentang pandangan/persepsi orang terhadap film itu terlepas orang itu udah nonton atau belum toh ga ada yg bisa tau juga soal itu mau di IMDb, Metacritic, Movfreak sekalipun ga ada orang yg bisa jamin orang yg bikin review itu bener udah nonton filmnya apa belum. Jadi yg ditangkep dari skor audiens itu gambaran besar persepsi masyarakat terhadap film yg bersangkutan, citra film itu positif atau negatif di mata masyarakat, bukan masalah kualitas film.

Kalo Rotten Tomatoes mengintervensi itu, ya udah ga usah ada polling sekalian, udah aja mereka bikin skor sendiri, buat apa ada polling coba kalo mereka sendiri menentukan skor akhir secara sepihak.

Fun fact: walau sebagian kecil saham Rotten Tomatoes dipegang Warner Bros, tapi direktur Rotten Tomatoes itu mantan direktur digital media Disney. Udah jadi rahasia umum lah Disney ini emang udah menggurita di industri hiburan, nyusupin media sana sini, bukan cuma utk monopoli tapi juga propaganda liberalisme.

Btw, saya agnostik yg juga tidak menyukai traditional value, tapi juga ga mendukung cara-cara feminazi.

Rasyidharry mengatakan...

@PingkaBoy Itu namanya praktek "bom tiket". Di mana-mana ada, termasuk di Indonesia. Dan kemungkinan semua studio emang melakukan itu di bioskop yang dirasa bakal sepi.

Gini lho, yang Rotten Tomatoes hapus itu, review yang muncul bahkan sebelum filmnya tayang. Mereka bukan hapus review negatif. Karena troll yang semacam itu perlu dibasmi. Lha wong film belum rilis kok sudah kasih review? Kan itu toxic buat industri. Kalau selepas film rilis, ya monggo. Dan Rotten Tomatoes memperbolehkan itu. Fitur yang mereka hilangkan adalah review audiens sebelum penayangan, mau itu positif atau negatif.

Reza Aditya Putra mengatakan...

nanya aja bang.. emang bisa yah ngasih review sebelum filmnya tayang? setahuku klo belum tayang tuh fitur review masih kekunci.. cuma bisa add want to see + kasih komen.. klo misalkan emang bisa kasih review sebelum tayang, berarti RT sendiri yg bikin fitur itu dong.. lalu kenapa review itu dihapus padahal mereka sendiri yang bikin fitur tersebut? lalu apakah penghapusan ini cuma terjadi di film CM atau emang udah biasa terjadi di semua film? klo misalkan cuma terjadi di film CM sementara "review pra-tayang" ke film2 lain dibiarkan, ga fair dong? bukankah itu lebih toxic lagi buat industri? dan klo emang bener review2 itu dihapus alasannya karena dianggap filmnya belum tayang, maka itu pelajaran buat para troll, ke depan harusnya mereka ngetroll itu sesudah filmnya tayang, bukan sebelumnya wkwk 🤣🤣🤣

Fajar mengatakan...

Mungkin Disney takut fenomena film SOLO A Star Wars Story bisa terulang. Orang2 kecewa dengan the last jedi, trus melampiaskan ke film Solo. Lha kalau orang2 kecewa ke film Marvel Studio's Captain Marvel, maka yg kena imbasnya kan ke film sesudahnya.
Bagus pake banget kalau studio bertindak sampai begitu jauh demi filmnya, gak kayak Warner bros yg gak bisa memperjuangkan henry cavill buat cukur kumis, kalah pamor ama studionya Mission Impossible.

RP Samudera mengatakan...

Disney ini emang kapitalis sejati. Udah beli Pixar, beli Star Wars, beli Marvel, beli Fox. Buset dah, macam Standard Oil/JPMorgan-nya dunia hiburan. Tapi monopolinya belum sempurna kalau mereka belum ambil alih franchise DC, Wizarding World, James Bond, Fast Furious, dan Transformers hahaha

Rasyidharry mengatakan...

@Reza Oh iya, maksudnya fitur want to see. Kalau yang full review, sekarang RT mau kasih verifikasi, biar ketahuan mana penonton yang review setelah nonton filmnya, mana yang belum. Hal kayak gini udah sering kejadian, tapi memang baru sekarang ditindaklanjuti serius. Dan aplikasinya bukan cuma ke Captain Marvel, tapi semua film.

@Fajar Nah itu. Kebanyakan netizen asal jeplak sambil bersembunyi di balik tameng "FREE SPEECH". Memang harus dibasmi. Kalau moviegoers ya emang sudah hafal dan nggak akan terpengaruh, tapi penonton awam (persentase terbesar penonton film) kan nggak paham.

@Radian Waduh, jangan itu mah. Nggak seru nanti. Ambil alih Fox aja udah rada "kebablasan" haha

Fajar mengatakan...

Sebenarnya rada ngarep soh Disney ambil alih DC. Setidaknya mereka bagus kalo bikin film ensemble. Gak kayak kemarin, batman ama superman tarung gara2 IBU disandera luthor, berdamai karena nama IBU yg sama dan bekerja sama demi kotak IBU.
OH.....IBU.

Reza Aditya Putra mengatakan...

wow, gimana caranya mereka tau mana yang udah nonton & mana yang belum? kalo ada verifikasi/seleksi gitu bukannya malah jadi rawan skor akhir diatur sesuai selera dan kepentingan si penyaring/verifikator?

Rizky Yudhistira mengatakan...

Sepertinya ente salah info mas. Ada 2 kasus dalam Captain Marvel ini.

Kasus yang pertama itu kasus komen-komen negatif dan dropnya persentase want-to-see sebelum filmnya tayang, itu ga mempengaruhi audience score sama sekali karena polling belum dibuka. RottenTomatoes lalu memblokir fitur komen itu khusus utk Captain Marvel saja dan mengubah persentase want-to-see ke dalam angka jumlah total, bukan persentase (supaya ga keliatan terlalu bobrok) dan itu juga cuma berlaku untuk Captain Marvel saja.

Kasus yang kedua, yang saya bahas di atas, itu review setelah filmnya rilis. 50.000 review itu masuk di hari pertama penayangan, bukan sebelum tayang. Makanya review itu berpengaruh ke audience score Captain Marvel yg drop ke angka 30%. Dan Seharusnya dalam kasus ini Rotten Tomatoes ga berhak mengintervensi itu. Coz it's audience score, not editorial's score.

Rizky Yudhistira mengatakan...

Sorry. Dalam kondisi apapun free speech selalu lebih legitimate daripada censorship yg bersembunyi di balik tameng tujuan bAiK. That's why kita pilih demokrasi yg gaduh daripada otokrasi yg tentram.

Kalau review kritikus diseleksi sih oke ya, emang harus cari kritikus yg paling reputable. Tapi kalau review audience diseleksi, well the polling is totally pointless then and the title "audience score" is become a lie because it's actually "editorial's score", not "audiences score", kalau judulnya diganti jadi "editorial's score" sih oke aja mau mereka bikin skor sendiri pun, asal jangan mengatasnamakan "audience".

Kalaupun mau seleksi, harusnya lebih ke teknis misal I.P. Address (supaya 1 komputer cuma bisa kasih 1 vote, intinya mencegah akun ganda) memberikan orang hak bersuara sesuai porsinya, bukan membungkam hak suara banyak orang berdasarkan isi opininya lalu menampilkan skor akhir di bawah judul "audience score", itu pembohongan publik jadinya.

Hal paling jauh yg bisa diambil ya Rotten Tomatoes integrasi sama Fandango supaya cuma pelanggan Fandango yg udah beli tiketnya yg bisa review filmnya. Itu hal paling jauh yg bisa dilakukan. Tapi itu pun tetap ga bisa memastikan kalau seseorang udah nonton filmnya apa belum. Minimal kita tahu dia udah beli tiket, terlepas dia nonton apa tidak. Kalau sampai mengetahui seseorang bener udah nonton filmnya atau belum sih it's impossible and bullshit.

Itu beberapa opsi untuk ke depannya. Tapi tetap tidak membenarkan apa yang udah mereka lakukan terhadap 50.000 review itu karena itu cuma berlaku di Captain Marvel aja dan jadi ga fair terhadap film lainnya dalam mekanisme yg masih berlaku sekarang. Itu yg toxic utk industri, untuk apa filmmaker bikin film bagus kalau persepsi publik dikendalikan secara subjektif oleh satu pihak.

Anonim mengatakan...

@pingkaboy: Mohon maaf. Komen Anda sebentar lagi akan dihapus oleh Admin karena Anda toxic dan Anda cuma berlindung di balik tameng "FREE SPEECH" 🤣

Rasyidharry mengatakan...

@Fajar Duh jangan. WB sudah waras sekarang. Film-film DC makin bagus dan proyek ke depannya mulai menjanjikan. Dikasih ke Disney jadi terlalu seragam nanti.

@PingkaBoy Oh kalau yang dimaksud review setelah filmnya rilis, ya, bener. Memang semestinya tidak dihapus. Saya nggak setuju penghapusan, tapi saya setuju langkah yang lagi dicanangkan buat pakai sistem verifikasi.

Sebenarnya kan yang paling penting itu menekan sebisa mungkin (karena mustahil 100%) troll review, khususnya yang negatif karena itu bisa berdampak buruk ke penjualan (this is business afterall). Ya bener itu, salah satunya dengan pemberlakuan deteksi IP. Atau bisa juga verifikasi semacam captcha atau security answer tapi dalam bentuk spoiler yang cuma diketahui mereka yang udah nonton.

Alvi mengatakan...

mengenai review, ada beberapa hasil penyelidikan kalo banyak juga review penonton yg kalimat nya sama persis atau copas. Tapi karena review nya positif makanya dibiarin. teori konspirasi pun makin menjadi-jadi hasil temuan ini :D

Anonim mengatakan...

Ada benernya juga sih. Walau saya suka sama filmnya, menurut saya lebih bagus daripada WW yang endingnya cheesy abiss hoekkkk... Tapi yang namanya rating audiens harusnya jangan disentuh, karena itu sesuci bilik suara haha... Biarlah kalau rating audiensnya rendah toh yang penting rating kritikusnya tinggi... Lagian sama aja ko orang menilai film ini karena antipati sama pribadi Brie, lah Disney sendiri mecat James Gunn karena antipati sama pribadi dia padahal secara profesional Gunn kerjanya brilian.

Anonim mengatakan...

@Alvi: yang namanya voting audiens emang udah sewajarnya melibatkan perang buzzer... biarin aja banyak-banyakan buzzer... pada akhirnya muncul rating yg ideal kok secara natural... contohnya kaya di IMDb voting bebas banget, penuh buzzer, tapi justru rata-rata rating akhirnya bisa diterima kalau menurut selera saya... Asal jangan membungkam salah satu buzzer aja, malah jadi engga fair... Biarkan mereka berperang haha...

Fajar mengatakan...

WOW betul banget. Di satu sisi berharap problem pribadi Brie jangan dicampur ke film tapi di sisi lain memecat Gunn karena problem pribadi. Standar ganda namanya nih.

Fajar mengatakan...

Waduh segitu parahnya. 30 persen itu teritori film jelek. Pantesan langsung hapus 50.000 review. Parah parah.

Rasyidharry mengatakan...

@Alvi Ya gitulah jadinya kalau fanboy saling perang 😁

@Fadlie Nah kalo Gunn saya juga bimbang. Satu sisi GotG itu seri MCU favorit, dan nggak setuju pemecatan berdasarkan twit bercanda apalagi dari beberapa tahun lalu. Tapi di sisi lain, yang dia omongin itu pedofilia dan ada indikasi dia terlibat di komunitasnya. Beda sama rasisme & homophobic yang bisa terlontar secara kasual karena bentukan kultur (bukan berarti bisa dibenarkan ya), pedofilia tarafnya udah kriminalitas menjijikkan. Susah.

Purbalingga 24 mengatakan...

breaking news, James Gunn is officially back to do GOTG3

Rasyidharry mengatakan...

Semoga tetep jadi direct The Suicide Squad.

Anonim mengatakan...

katanya sih GOTG3 baru mulai dikerjakan setelah Suicide Squad beres, karena James Gunn udah tanda tangan kontrak sama DC

tapi kalau Disney ga mau nunggu kelamaan, bukan tidak mungkin mereka bakal beli DC dan membatalkan kontrak itu akakakakakak

Hilman Sky mengatakan...

Tinggal nonton the real captain marvel awal april. Akankah lebih bagus dari kapten marvelnya marvel? Kita lihat saja..

Rasyidharry mengatakan...

Dari trailer dan review awal, kayaknya bakal lebih fun