ON THE BASIS OF SEX (2018)

1 komentar
On the Basis of Sex dibuka oleh pemandangan ratusan pria dengan setelan jas rapi berjalan serentak. Mereka adalah mahasiswa baru Sekolah Hukum Harvard. Di antaranya, turut berjalan Ruth Bader Ginsburg (Felicity Jones). Tubuhnya mungil, tapi ia menonjol di tengah kerumunan. Bukan saja karena pakaian hijau yang ia kenakan, pula antusiasmenya sebagai satu dari sembilan wanita yang diterima tahun itu.

Namun On the Basis of Sex bukan “cuma” soal itu. Ya, kita melihat Ruth mengalami diskriminasi gender sejak menit pertama menjejakkan kaki di Harvard saat sang Dekan merujuk para mahasiswa sebagai “He” atau “Harvard MAN”. Tapi sekali lagi, film ini tak hanya mengenai Ruth. Film ini bukan membahas “aku” atau “kamu”, melainkan “kita”, sebagaimana seluruh gerakan memperjuangkan keadilan sosial termasuk pemberdayaan wanita semestinya digalakkan.

Membentangkan kisahnya sejak 1956 hingga awal 1970-an, On the Basis of Sex mengisahkan perjuangan Ruth—yang tahun lalu juga dirangkum oleh dokumenter peraih nominasi Oscar, RBG—mengubah Internal Revenue Code seksi 214, yang serupa banyak pasal hukum lain di Amerika Serikat, melakukan diskriminasi gender.

Pembangunan latarnya memaparkan cukup rintangan yang dialami Ruth guna membuat kita memahami semangat membaranya, seperti saat ia kesulitan mendapat pekerjaan akibat berbagai alasan, termasuk tuduhan bahwa sebagai lulusan terbaik Harvard pastilah ia bukan rekan yang menyenangkan, yang sesungguhnya bermuara pada kenyataan bahwa dirinya seorang wanita. Digarap oleh penulis debutan Daniel Stiepleman, alurnya mengalir layaknya film biografi kebanyakan yang melakukan lompatan-lompatan antar periode, namun dilakukan secara mulus, sebab tiap periode punya tujuan dan substansi jelas, bukan hanya paparan acak untuk mengisi durasi.

Saya mengagumi bagaimana filmnya menekankan pada kesetaraan alih-alih kepentingan satu golongan belaka. Walau jiwanya adalah tentang pembebasan hak wanita (sudah seharusnya demikian mengingat itulah isu yang paling “kritis”), tak ketinggalan pula filmnya membahas betapa pria pun kerap jadi korban diskriminasi. Apabila wanita dipandang selaku pelayan dan penjaga rumah, maka pria merupakan pencari nafkah di luar rumah, yang dianggap janggal bila memilih profesi perawat, guru, dan lain-lain.

Poin utamanya adalah keadilan sosial tanpa memandang gender. Itulah mengapa kita menemukan sosok Martin D. Ginsburg, suami Ruth yang diperankan oleh Armie Hammer dalam karisma likeable seperti biasa, yang sepenuhnya mendukung sang istri, meski ia sendiri belum sempurna dan sesekali memaklumi komentar kasual bernada seksis. Perpaduan Ruth dan Martin menambah bobot emosi lewat hembusan elemen drama romansa dan kisah keluarga.

Puncaknya saat Ruth bersama Martin dan puteri mereka, Jane (Cailee Spaeny), mengusut kasus Charles Moritz (Chris Mulkey). Charles adalah pria lajang yang menyewa perawat untuk menjaga sang ibu yang telah berusia 89 tahun, agar ia bisa terus bekerja. Dia mengajukan permintaan pemotongan pajak untuk jasa perawat tersebut, namun ditolak, sebab menurut undang-undang, hanya wanita, janda, atau suami dengan istri yang mesti mendapat perawatan intensif yang berhak menerima pemotongan.

Beberapa dialog sarat istilah hukum mungkin bakal membingungkan, tapi On the Basis of Sex berusaha semaksimal mungkin tidak mengalienasi penonton awam, dengan mengulangi penyampaian poin kunci beberapa kali sehingga mudah dicerna tanpa harus terdengar seperti eksposisi yang dipaksakan. Di samping itu, kalimat-kalimat tulisan Stiepleman kerpa menghasilkan pencerahan seputar mengapa banyak pasal hukum layak disebut diskriminatif. Misalnya tentang keistimewaan palsu yang diberikan pada wanita, tetapi sesungguhnya mengekang, di mana disebutkan bahwa “wanita cukup mengurus rumah, sehingga terhindnar dari kewajiban berat mencari nafkah yang mesti ditanggung pria”.

Ceritanya berkulminasi dalam wujud courtroom drama, yang meski tak terasa seperti puncak pertarungan (sesungguhnya ini baru awal perjuangan panjang Ruth), tetap terasa sebagai klimaks yang layak berkat kualitas berbagai departemen. Naskah Stiepleman urung menyederhanakan persidangan sebagai pertarungan hitam melawan putih. On the Basis of Sex mendorong kita mendukung Ruth sembari tetap memancing pemikiran. Para hakim bukan antagonis kejam, melainkan lawan debat objektif yang menguji keabsahan argumen Ruth dan timnya. Alhasil keberhasilan Ruth lebih bermakna karena ia sudah membuktikan kelayakannya.

Penyutradaraan Mimi Leder (Deep Impact, The Peacemaker, Pay It Forward) yang kembali pasca absen nyaris satu dekade, atau 18 tahun bila menghitung sejak rilisan layar lebar terakhirnya, menerapkan formula tradisional yang terbukti efektif menghantarkan emosi lewat reaction shot yang memancing respon emosi penonton. Kameranya banyak berfokus pada ekspresi wajah para pemain, dan Felicity Jones siap melaksanakan tugasnya lewat performa menggugah yang mengaduk perasaan, khususnya saat ia mulai menampar melalui pernyataan fakta, bahwa selama 100 tahun, negara terus menahan progres kemerdekaan hak wanita.

1 komentar :

Comment Page:
nm_rifqi mengatakan...

min, gk ngereview film-film lama?