TOY STORY 4 (2019)

15 komentar
Toy Story 4 menunjukkan bahwa meski pencapaian film ketiga ada di luar jangkauan, melanjutkan kisahnya secara natural bukanlah kemustahilan. Seri mana mampu melakukan itu sampai judul keempat? Bahkan ini merupakan installment yang melengkapi perjalanan mainan-mainan tercinta kita, menyempurnakan mereka sebagai karakter yang hidup, baik di dunianya maupun hati penonton.

Adegan pembukanya menjawab pertanyaan yang ditimbulkan Toy Story 3: Ke mana Bo Peep (Annie Potts)? Jawabannya sederhana. Seperti banyak mainan lain, ia berpindah pemilik 9 tahun lalu. Sedangkan kini, Woody (Tom Hanks) dan kawan-kawan melanjutkan hidup sebagai mainan milik Bonnie (Madeleine McGraw) yang tengah menanti masa orientasi taman kanak-kanak.

Kehidupan mereka sejatinya bahagia, tapi Woody mulai ditinggalkan. Walau jarang dimainkan, toh afeksi Woody terhadap Bonnie tak terkikis, sebab membuat si gadis cilik bahagia adalah tujuan hidup utamanya. Sehingga saat Bonnie membuat mainan bernama Forky (Tony Hale) dari garpu bekas di tempat sampah yang kemudian menjadi favoritnya, Woody memutuskan untuk menjaga Forky sebisa mungkin. Semua demi Bonnie.

Itu sebabnya, ketika Forky—yang masih kesulitan beradaptasi dengan identitas baru sebagai mainan—kabur, Woody bersedia mempertaruhkan nyawa guna membawanya pulang. Beberapa mainan ia temui sepanjang jalan, dari Gabby Gabby (Christina Hendricks) si boneka menyeramkan beserta para pasukannya yang mengingatkan kepada Slappy dari Goosebumps, sampai Bo Peep yang kini hidup bebas di dunia luar.

Reuni Woody-Bo memperlihatkan bahwa dalam debut penyutradaraannnya, Josh Cooley mewarisi kekuatan Pixar perihal menghantarkan emosi melalui penceritaan visual. Tidak perlu bahasa verbal, hanya dua mainan yang berdiri bersandingan sambil menebar senyum lebar dan mata berbinar, saling bertukar rasa setelah terpisah selama hampir satu dekade.

Bicara soal visual, Toy Story 4 punya salah satu animasi komputer paling memukau yang pernah saya saksikan. Babak keduanya mengambil lokasi toko benda antik, sebelum berpindah ke karnaval pada babak ketiga. Kedua latar tersebut bagai panggung unjuk gigi hasil kerja luar biasa tim animasinya. Saat karnavalnya mengandung keriuhan kaya warna, toko benda antik dipenuhi detail barang-barang dalam tiap sudut lemari.

Anda akan dimaafkan bila sesekali lupa sedang menonton animasi. Semua tampak nyata, mendukung pendekatan seri Toy Story yang memposisikan lingkungan para mainan bak miniatur dunia kita. Ambil contoh ketika Woody dan Bo berjalan di sela-sela lemari. Permainan bayangan dan detail dekorasinya membuat mereka berdua nampak seperti sepasang manusia yang melintasi gang gelap nan sempit di satu sisi kota.

Ditulis naskahnya oleh Andrew Stanton (trilogi Toy Story, Finding Dory, Wall-E) dan Stephany Folsom, sebenarnya plot Toy Story 4 sebatas pengulangan deretan cerita sebelumnya, yakni kenekatan Woody dan teman-teman menempuh misi berbahaya untuk menyelamatkan mainan lain. Begitulah kelemahan film ini, namun jangan khawatir, karena plot generik itu tertutupi kesenangan yang ditawarkan.

Humornya, yang masih berbasis ragam keunikan setumpuk karakter, tampil segar khususnya berkat pengenalan tokoh-tokoh baru, dari Forky dengan tendensi membuang diri sendiri ke tempat sampah (dipakai oleh film ini untuk mempresentasikan pesan tentang “menghargai diri sendiri”), Duke Caboom (Keanu Reeves) si penantang maut asal Kanadia, sampai Ducky dan Bunny (disuarakan Jordan Peele dan Keegan-Michael Key dalam kejenakaan banter khas keduanya) yang gemar mencetuskan imajinasi absurd.

Gabby Gabby pun bukan antagonis dangkal berkat keberadaan alasan kuat atas segala tindakannya, meniupkan kegetiran yang bakal memancing simpati alih-alih kebencian penonton. Dia naif, kesepian, memimpikan hal yang Woody miliki, baik secara fisik (sebuah benda di tubuhnya) atau spiritual (kasih sayang pemilik). Sementara jajaran karakter lamannya, walau kuantitas penampilannya cenderung minim, bukan berarti dilupakan, terlebih Woody dan Buzz Lightyear (Tim Allen) melalui beberapa interaksi sederhana yang memancing nostalgia.

Woody di sini layaknya banyak dari kita pernah alami, sedang tersesat, kebingungan menemukan tujuan, sebelum mendapatkannya dalam wujud cinta. Cinta adalah tujuan paling murni, dan sewaktu akhirnya Woody menyadari itu, Toy Story 4 menggiring kita menuju konklusi emosional yang membuat petualangan si koboi jadi lebih bermakna.

15 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

Seri Toy Story itu udah semacam Before Sunset atau AADC, a sequel that is not really needed, but ended up great. Toy Story series has always been about Woody, tetapi yang pertama masih ada tentang Buzz, yang kedua tentang Jesse dan gang Roundup, dan yang ketiga tentang keseluruhan mainan Andy, sedangkan menurut saya Toy Story 4 melengkapi series ini sebagai film yang akhirnya all about Woody's decision, *spoiler alert* yakni semacam what if Toy Story 2 ended up Woody didn't come back.

Diagra mengatakan...

Bener-bener nangis dua kali waktu nonton kemarin, dan hebatnya aku nangis bukan karena efek nostalgia, tapi karena salah satu karakter baru yang ada di film ini, masih mengingatkan saya betapa hebatnya pixar dalam memperkenalkan dan menulis karakternya, membuat saya attached dalam film yang hanya berdurasi kurang dari dua jam. Toy Story 3 memang susah ditandingi, tapi kalau bicara soal teknologi, Toy Story 4 jelas punya detail photorealistic terbaik dalam film animasi manapun sejauh ini bukan hanya pixar, semoga saja Toy Story 4 berjaya di Oscar, tapi sepertinya kecil kemungkinan buat dapet nominasi Best Picture kaya dulu.

James mengatakan...

Dulu abis nonton Toy Story 3 saking bagusnya sampe kepikiran "plis jangan dibikin lanjutannya, jangan rusak konklusi yang sempuran ini". tapi abis nonton yang keempat dan ternyata gak kalah bagus, mau Pixar bikin yang ke-5 juga udah percaya sih kalo mampu tetap dibikin bagus :) humornya efektif tapi masih mampu bikin air mata netes. Bedanya kalo yang ketiga air mata nyesek, yang ini karena haru dan kehangatan

Buzz is not the one who's beyond infinity, but Pixar is :)

Muhammad Faisal Aulia mengatakan...

Jujur sih masih Bagus Toy Story'3 daripada instalement ke 4 ini ,dan sutradara Lee Unkrich masih the best utk ngegarap toy story sebenarnya, dua kali dibuat nyesek goyang air mata oleh Lee Unkrich di Toy Story'3 dan film Coco. mungkin hasilnya beda kalau doi yang garap.

Semoga Toy Story 5 kalau ada, doi kembali eksis sebagai sutradara

SALEMBAY mengatakan...

biar nambah gereget ane saranin nonton ulang tarilernya bang, sama baca artikel ane sekalian promosi... 😁

https://tulisansalembay.blogspot.com/2019/06/fakta-toy-story-4-yang-belum-kamu-sadari.html?m=1

Unknown mengatakan...

We need Toy Story 5, we need Lee Unkrich to direct.

Rasyidharry mengatakan...

Mungkin BP susah, tapi Best Animated Feature harusnya aman....harusnya

Rasyidharry mengatakan...

All of our beloved toys are now fly to infinity and beyond :)

Hilman Sky mengatakan...

spoiler:
Woody memilih jalan hidup seprti steve roger pas di ending. Bedanya woody gak naik mesin waktu. Hehehe

andreanosalim mengatakan...

That moment when woody gave his hug to buzz is the end of my childhood.

Badminton Battlezone mengatakan...

Saat mau menonton TS4,terbesit fantasi liar...apakah Woody akhirnya mengungkapkan dirinya kepada Andy,bahwa dia boneka yang bisa hidup dan memiliki perasaan.

Tapi saat melihat relasi forky,woody dan bonnie. Biarlah toy story menyimpan misteri bagaimana mereka bisa hidup,apakah akhirnya mereka menyatakan diri. Manteb deh lagu openingnya yg membuat mengenang masa lalu,saat minta dibeliin kaset snes toy story sama papa saya hehehe

Unknown mengatakan...

Dear Mas Rasyid,

I just wanna say, "nangis nggk?"
ahahahhaha..

Rasyidharry mengatakan...

Dear Mas/Mbak, tentu saja 😂

Syahrul Tri mengatakan...

Wow a decent worth to wait 9 years, yep walopun momen nyesek nya cmn bbrp menit tp sgt efektif , pesan film tersampaikan dg baik, dan ga nyangka ada beberapa jumpscare juga padahal ini kartun wkwkw

Syahrul Tri mengatakan...

Bunny and Ducky stole my heart