DORA AND THE LOST CITY OF GOLD (2019)

8 komentar
Inilah kenapa saya enggan bergabung dalam kelompok orang yang gampang skeptis tiap Hollywood mengumumkan proyek adaptasi “aneh”. Dora and the Lost City of Gold, yang dibuat berdasarkan serial animasi edukatif Dora the Explorer, membuktikan para penulis punya kreativitas lebih tinggi daripada apa yang publik tuduhkan. Sebuah petualangan lucu nan menyenangkan yang menolak menangani elemen kekanak-kanakkan serialnya dengan terlampau serius.

Kita mengenal Dora (Isabela Moner) sebagai bocah petualang yang menjelajahi hutan bersama seekor monyet bersepatu bot, serta tas ransel dan peta yang bisa bicara. Sekuen pembuka film ini secara cerdik menyesuaikan absurditas tersebut ke realita. Turut dipermak adalah tedensi Dora untuk melontarkan pertanyaan (konyol) pada penonton. Cerdik, karena alih-alih sepenuhnya dihilangkan atas nama realisme, Nicholas Stoller (Yes Man, The Muppets) dan Matthew Robinson (The Invention of Lying, Monster Trucks) selaku penulis menjadikannya bahan baku komedi. Sayang, resolusi-resolusi yang kerap terlalu gampang tak ikut diparodikan.

Stoller dan Robinson pun piawai mengolah kepolosan karakter Dora yang sering merespon hal-hal secara (terlalu) literal, guna menjadikannya figur likeable dan penuh semangat. Sifat itu acap kali memicu masalah saat Dora meninggalkan hutan untuk bersekolah di kota, setelah orang tuanya (Michael Peña dan Eva Longoria) pergi demi mencari Parapata, kota emas yang telah lama hilang.

Tidak mudah bagi Dora beradaptasi dengan kehidupan kota, terlebih ketika ia mendapati sang sepupu, Diego (Jeff Wahlberg), bukan lagi bocah penuh antusiasme berpetualang. Semakin sulit proses adaptasi Dora, karena ia menuruti nasihat ibunya agar menjadi diri sendiri. Artinya, ia tak ragu melakukan hal-hal aneh yang bahka membuat saya merasakan secondhand embarassment.

Selama di kota, Dora terus berkomunikasi dengan orang tuanya, juga melacak keberadaan mereka lewat titik koordinat yang rutin dikirimkan. Hingga suatu malam komunikasi terhenti secara misterius. Sebelum mampu mendapat petunjuk, di tengah karyawisata sekolah, Dora diculik oleh sekelompok pemburu harta karun yang ingin mencari keberadaan orang tua Dora demi mengeruk emas di Parapata. Tapi Dora tidak sendiri. Kebetulan, Diego, Randy (Nicholas Coombe) si kutu buku, dan Sammy (Madeleine Madden) si siswi teladan yang membenci Dora, ikut terbawa.

Turut dibantu kawan lama sang ayah, Alejandro (Eugenio Derbez), juga Boots yang entah bagaimana mampu menemukan posisi Dora, para remaja ini memulai petualangan menyusuri hutan guna menghentikan niat buruk sekelompok pemburu harta karun tadi. Petualangan menyenangkan dan kaya warna yang sanggup menghibur penonton anak, pula orang dewasa yang menemani mereka.

Beragam rintangan menanti di tengah hutan. Tidak hanya serangan acak hewan-hewan buas atau ancaman alami lain, banyak pula variasi perangkap maupun “jungle puzzle” (begitu Randy menyebutnya) mesti dipecahkan. Bukan teka-teki kompleks tentunya, mengingat anak-anak harus bisa mengikutinya, tapi cukup menambah dinamika yang mengingatkan akan judul-judul bertemakan petualangan di hutan dari masa lalu, misalnya seri Indiana Jones.

Bukan berarti Dora dan kawan-kawan takkan menghadapi tantangan buatan alam, namun berbeda dibanding banyak film petualangan keluarga, presentasinya tidak malas. Selain tata artistik di mana bunga-bunga dan dedaunan menciptakan lingkungan yang memanjakan mata lewat warna-warna cerah, bahaya yang mengancam karakternya pun dipaparkan melalui cara kreatif. Contohnya ketika Dora and the Lost City of Gold sejenak beralih ke medium animasi yang kaya situasi menggelitik. Tidak mudah mengarahkan materi yang bercampur aduk semacam ini, namun tugas berat itu nyatanya mulus dilalui oleh sutradara James Bobin (The Muppets, Alice Through the Looking Glass).

Penampilan Isabela Moner juga suatu kemenangan besar. Senyum lebar ditambah sikap bersemangat tanpa kenal malu miliknya menyuntikkan energi dalam jumlah besar, yang mana amat dibutuhkan sajian petualangan seperti ini. Tatkala sesosok protagonis bisa menggali lubang tempat buang air besar sembari menyanyikan lagu tentang kotoran dan berakhir lucu ketimbang menjijikkan lalu membuatmu ingin memalingkan wajah, itu menandakan kesuksesan sang penampil melahirkan tokoh yang mencuri hati.

8 komentar :

Comment Page:
Badminton Battlezone mengatakan...

Mau jelek apa bagus,tau yg jadi Dora si cantik Isabela Moner auto nonton. Apalagi review positif dari movfreak

Rasyidharry mengatakan...

Asyik bener dah si Isabela di sini

SALEMBAY mengatakan...

bang gimana pendapatnya tentang film gundala yang tembus Toronton International Film Festival dan bakalan saingan sama joker..? ����

Rasyidharry mengatakan...

FYI itu masuk ke program Midnight Madness, di mana film kita emang udah beberapa kali, kayak The Raid & Headshot. Tapi tetep prestisius sih. Artinya punya action yang oke.

Ricky Manurung mengatakan...

Mau tanya mas, kira2 film the hunt bakal tayang di sini gak?

aan mengatakan...

Denger2 pihak distributor batalin rilis.banyak penembakan di amrik soalnya.

Firda mengatakan...

The fact is Dora adalah anak dari Bos dan Cartel Narkoba Carlos Reyes yg tidak jadi dibunuh oleh Alejandro.

Rasyidharry mengatakan...

Iya, batal dirilis filmnya. Kalau pun rilis nggak dalam waktu dekat