SCARY STORIES TO TELL IN THE DARK (2019)

11 komentar
Kecuali desain monsternya, Scary Stories to Tell in the Dark—yang mengadaptasi buku cerita anak berjudul sama karya Alvin Schwartz—hanya bakal berakhir sebagai horor minim dampak aftertaste signifikan andai bukan karena latar waktunya. Semua film yang memakai latar selain masa kini wajib memperoleh manfaat berupa penguatan narasi dari pilihan tersebut, dan itulah yang terjadi dalam kolaborasi sutradara André Øvredal (Trollhunter, The Autopsy of Jane Doe) dengan produser sekaligus penulis cerita Guillermo del Toro ini.

Kata “dark” pada judulnya bukan berarti “malam”, melainkan hari-hari gelap kala Perang Vietnam meletus serta pemilu Presiden 1968 di mana Richard Nixon terpilih. Beberapa karakter tengah bersiap mendaftarkan diri terjun ke medan perang (baca: setor nyawa), sedangkan melalui siara radio maupun televisi, kita berkesempatan mengikuti “hitung mundur” jelang Hari-H pemilu.

Protagonis kita adalah tiga sahabat: Stella (Zoe Colletti), Auggie (Gabriel Rush), Chuck (Austin Zajur), ditambah seorang pemuda dari luar kota, Ramon (Michael Garza). Tepat di malam halloween, keempatnya memasuki rumah kosong dengan kisah menyeramkan di baliknya. Konon ada gadis bernama Sarah Bellows yang mengalami gangguan jiwa, kemudian gantung diri selepas membantai anak-anak tetangga. Di sana mereka menemukan buku berisa cerita-cerita horor tulisan Sarah.

Stella membawa pulang buku tersebut, tanpa menyadari teror yang telah menanti. Buku itu dapat menulis ceritanya sendiri. Cerita yang berubah jadi nyata, lalu merenggut satu per satu nyawa mereka. Terselip ironi lewat fakta disturbing bahwa biarpun terpisah belasan ribu kilometer dari garis depan peperangan, para karakternya masih harus berhadapan dengan kematian.

Pun latar masa lalu memberi kesempatan bagi duo penulis naskah, Dan Hageman dan Kevin Hageman, untuk mempersulit usaha tokoh-tokohnya. Tidak ada telepon genggam atau internet, sehingga masuk akal tatala mereka kesulitan memperingatkan datangnya bahaya yang berujung kegagalan menyelamatkan nyawa. Seorang penonton berujar, “Kok mereka telat terus sih?”. Film horor lain melakukan hal serupa, tapi Scary Stories to Tell in the Dark menggunakan pendekatan logis.

Misterinya ditulis secara solid, membawa penonton mengikuti investigasi yang dibagi rata sepanjang 108 menit durasinya, guna menghalangi adanya kekosongan plot. Walau urung dibarengi eksplorasi menarik atas folklor atau mitos sebagaimana bukunya, setidaknya selalu ada fakta untuk ditebak dan permasalahan untuk dipecahkan, termasuk soal bagaimana cara protagonisnya menyudahi teror, walau resolusi yang dipakai meninggalkan kekecewaan akibat simplifikasi.

Bicara tentang teror, Øvredal mampu menghantarkan beberapa crowd pleaser jump scares dengan ketepatan timing, meski metode pembantaiannya agak inkonsisten. Beberapa tampil brutal dan disturbing, namun lainnya terlampau “jinak” bahkan terkesan malas, tak kuasa menebus pembangunan panjang yang dilakukan. Tapi rasanya semua akan setuju memberikan pujian terhadap desain monster yang merupakan kombinasi segar antara horor dengan fantasi gelap (ingat, ada sentuhan del Toro). Secara khusus saya menyukai Jangly Man si pemilik kemampuan unik nan mengerikan.

Sayang, intensitas klimaksnya berantakan. Pertama, akibat campuran akting buruk Michael Garza (terlalu kaku) dan Zoe Colletti (kerap berlebihan) dengan beberapa baris kalimat cheesy. Kedua, lemahnya pacing saat babak finalnya bergerak bolak-balik antara kejar-kejaran bertempo cepat dan pembicaraan lambat. Dinamikanya hancur. Dan tidak ada hal baik yang bisa diambil ketika sebuah horor menutup kisahnya dengan obrolan hati ke hati, walaupun sang hantu (sesuai ciri khas del Toro) merupakan sosok sedih berlatar belakang tragis.

11 komentar :

Comment Page:
Panca mengatakan...

Wah Pas banget saya mau nonton malam ini, pertama agak pesimis karena liat posternya dan monsternya kayak gitu. Tapi ada nama Del Toro disana, jadi wajib nonton lah :D

oktabor mengatakan...

Film IT + goosebumps. Sayang castnya ga greget sama sekali..huhu. Tadinya saya kira ibunya Stella ada peran sebagai penyihir atau apa gitu yg berhubungan sama horrornya

irisanselotak.blogspot.com mengatakan...

Bang sorry oot. Midsommar kok belum ada tanda2 bakal tayang di indo? Atau memang belum?

Gary Lucass mengatakan...

Kayanya ovedral dimentorin langsung sama del toro disini soalnya kerasa bgt feel nya mirip nonton crimson peak dicampur stranger things dikit
Suka sama pengadegannya pas jumpscare harold, trus yg dibawah kasur kek udh nungguin kapan muncul nya dan sebagus itu mainin ekspektasi jdi ketika muncul daya kaget nya tinggi, terakhir kedatangan jangly man dengan kepala dluan diikuti pieces Tubuhnya epik si itu

Rasyidharry mengatakan...

Oh jelas. Si del Toro itu pesan ke sutradara selalu satu: bikin horror dengan feel dark fantasy. Sama kayak Spielberg selalu brief buat masukkin elemen keluarga

Rasyidharry mengatakan...

Tayang tanggal 21. Cek aja app CGV. Udah ada tanggalnya.

Reza Deni mengatakan...

Nonton pertama kali The Troll Hunter gue udah ngebayangin Ovredal pasti bakal mulus nih track recordnya wkwk. Tapi rumornya The Troll Hunter bakalan diremake itu bener gak sih bang? Hmm

rahmadamazing mengatakan...

Bakal ada review bring the soul the movie gak nih?

Rasyidharry mengatakan...

Proyek remake udah resmi batal dari akhir 2016 kok

Rasyidharry mengatakan...

Nope. Not a fan of BTS

oktabor mengatakan...

dan ternyata dedemit di film ini bukan CGI. Keren juga ya..
ini link making of creature di film ini

https://www.youtube.com/watch?v=BotW2MLTvTk