KAPAL GOYANG KAPTEN (2019)

4 komentar
Setelah (gagal) memancing tawa melalui pembajakan pesawat di Flight 555 tahun lalu, Raymond Handaya melahirkan sau lagi komedi seputar pembajakan transportasi, tapi kali ini, latarnya beralih dari udara ke perairan dan pulau terpencil. Perubahan itu rupanya berdampak, karena cakupan kapal dan pulau tidak sesempit pesawat, yang berarti bertambahnya hal untuk dieksplorasi. Walau tidak lebih pintar, Kapal Goyang Kapten jelas lebih lucu.

Kapal tersebut dimiliki Gomgom (Babe Cabita), pemilik usaha wisata kecil di Manado. Begitu kecil, posisi pemandu tur, sopir bus, dan kapten kapal diemban oleh Gomgom seorang, suatu kondisi yang rutin dijadikan bahan banyolan di paruh awal. Turis yang jadi kliennya sekarang adalah Tiara (Yuki Kato),  Burhan (Arief Didu) beserta istri (Asri Welas) dan puterinya (Romaria Simbolon), pasangan suami-istri Darto (Yusril) dan Salma (Naomi Papilaya), serta tiga mahasiswa Noni (Andi Anissa), Cika (Ryma Gembala) dan Agung (Ananta Rispo).

Sementara itu, pemuda kaya asal Jakarta, Daniel (Ge Pamungkas), juga baru tiba di Manado setelah kabur dari rumah guna membuktikan bahwa ia bisa hidup mandiri tanpa bergantung pada uang ayahnya (Roy Marten). Sementara waktu, Daniel menetap di rumah mantan sopir pribadinya, Cakka (Muhadkly Acho). Cakka sendiri tengah mengalami masalah berupa ketidakmampuan finansial guna mengobati penyakit sang ibu. Bersama Bertus (Mamat Alkatiri), ia berencana membajak kapal Gomgom. Walau awalnya menolak, didorong keinginan membantu Cakka, Daniel memutuskan bergabung.

Bisa ditebak, akibat aksi amatiran ditambah sisi manja Daniel, pembajakan tersebut berantakan. Alih-alih mendapat uang, mereka bertiga, bersama seluruh penumpang, justru terdampar di pulau terpencil setelah kapal kehabisan solar. Kedua belah pihak pun terpaksa mengesampingkan perbedaan, berdamai demi bertahan hidup dann mencari jalan pulang.

Humor recehnya, yang mayoritas berupa kelakar dan plesetan bodoh, tingkah laku bodoh, atau bentuk kebodohan lain, masih sama, namun ketika Flight 555 menyia-nyiakan premis dan latar uniknya, Kapal Goyang Kapten, walau belum bisa disebut maksimal, menanganinya dengan lebih baik. Setidaknya humor datang dari situasi khusus terkait kapal, survival, maupun pembajakan, daripada sekadar kekonyolan acak.

Banyolan semacam itu punya tingkat risiko kegagalan tinggi, tapi duo penulis Muhadkly Acho dan Awwe (Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 & 2) memahami itu, memilih menjadikan lelucon garing sebagai sebuah kesengajaan yang disadari. Contohnya sewaktu puteri Burhan kerap mengomentari ketidaklucuan Gomgom. Sebuah win-win solution cerdik. Bagus jika penonton menganggap lawakan Gomgom lucu, tapi jika tidak, mereka akan menertawakan kritik pedas si gadis cilik.

Kapal Goyang Kapten juga dibantu jajaran pemain yang seolah tengah on fire. Kedua penulis menggunakan polah absurd Babe hingga celetukan-celetukan Arief Didu dengan cara yang tepat, di tempat yang tepat, juga dalam dosis memadai. Tentu tidak seluruhnya mengenai sasaran, namun saya mendapati diri lebih sering tertawa daripada memasang wajah datar sambil garuk-garuk kepala.

Menyentuh pertengahan durasi, karakter baru diperkenalkan, yaitu Pak Sentot (Mathias Muchus), yang sudah terperangkan di pulau selama 10 tahun. Pak Sentot lebih terasa sebagai rip-off Chuck Noland di Cast Away ketimbang parodi dari tokoh yang dipopulerkan oleh Tom Hanks itu. Baik nasib atau tampilan fisik mereka serupa. Bahkan Pak Sentot pun berteman dengan bola voli yang diberi nama Mika (dari Mikasa) sebagaimana Chuck dan Wilson. Beruntung, totalitas sang aktor berhasil menjadikan Pak Sentot karakter menarik. Melihat Mathias Muchus bertingkah eksentrik dibalut riasan meyakinkan, menggendong bola voli layaknya puteri sendiri, merupakan hiburan tersendiri.

Kelemahan terbesar film ini adalah tiap kali menampilkan sisi serius. Meski Ge tampak berusaha sebaik mungkin menangani elemen dramatis, perjalanan Daniel membuktikan kapasitasnya, dipaparkan teramat dangkal, sehingga mustahil bersimpati kepadanya. Begitu pula benih cintanya dengan Tiara, yang dipaksa masuk. Di antara penumpang, Yuki paling vokal menyuarakan kebencian terhadap tiga pembajak, sampai tiba-tiba, hatinya berubah secara radikal dengan begitu mudah. Pun di tengah sederet individu absurd, Daniel dan Tiara selaku “sosok serius” merupakan karakter paling kurang menarik yang tak punya cukup daya guna menggoyang hati penonton.

4 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

Bukan Manado. Tapi Ambon. Dari logat & dialog, mereka jelas menyebut Ambon.

A-Bye mengatakan...

Filmnya emang kocak. Terutama Babe ama Arief Didu. Hihi.. Tapi emang sih soal karakter Ge Pamungkas rada kurang simpati ama dia..

Anonim mengatakan...

bukannya lokasinya di Ambon ya?

Unknown mengatakan...

Kak lokasinya Ambon, Maluku. Daniel (Ge pamungkas) dan Tiara ( Yuki kato) dia tuh mantanan makanya masalah perampokan itu ya dia jd benci bgt sama ketiga perompak amatiran itu, walaupun ga ada Story kisahnya yg dulu ky flashback mereka pas sblm.putus itu gimana, dan kek kebetulan aja gt tiara lg traveler sendiri ke ambon eh Daniel pas bgt kabur ke ambon lalu pas bgt jg pas ngerampok kapal itu kapalnya tiara sendiri . Jadi agak krg kuat soal based story cinta mereka jd chemistrynya krg dapat apalagi karakter daniel manja tiara galak hahhah tapi cukup manis kok di ending akhir.