THE GOOD LIAR (2019)

Tidak ada komentar
Helen Mirren (74 tahun) dan Ian McKellen (80 tahun) sama-sama legenda yang telah berkarir di industri perfilman selama lebih dari setengah abad. Beragam jenis film dengan kualitas bervariasi pernah dicicipi, tapi baru sekarang mereka berkolaborasi. Andai saja peristiwa monumental itu tidak terjadi dalam The Good Liar. Sebab kini sejarah akan mencatat bahwa dua pelakon legendaris asal Inggris ini pertama kali berjumpa di layar lewat thriller yang tak punya cukup daya memancing ketegangan dan terasa jauh lebih tak bertenaga, lebih tua ketimbang keduanya.

Mengadaptasi novel berjudul sama karya Nicholas Searle, filmnya bersentral pada aksi Roy Courtnay (Ian McKellen), yang bersama partnernya, Vincent (Jim Carter), kerap melakukan penipuan berkedok investasi. Selain itu, Roy juga kerap menipu wanita-wanita yang ia temui melalui aplikasi kencan online. Target terbarunya adalah Betty McLeish (Helen Mirren), yang setahun lalu ditinggal mati sang suami.

Tapi sedari adegan pembuka pun kita tahu Betty tidak jujur. Dia berbohong soal kebiasaan minum alkohol, juga namanya, sebagaimana Roy yang awalnya memakai nama palsu juga menyembunyikan kegemarannya merokok. Toh The Good Liar terus berusaha meyakinkan penonton, betapa pensiunan dosen Oxford ini merupakan wanita polos nan baik hati yang bersedia mengajak pria yang baru ia kenal tinggal bersama, meski Steven (Russell Tovey), cucunya, bersikeras menentang.

Melibatkan penulis naskah Jeffrey Hatcher yang sebelumnya menulis Stage Beauty (2004), The Duchess (2008), dan Mr. Holmes (2015), tak mengherankan saat filmnya menyisakan aroma period drama dengan nuansa berkelas, sophisticated, yang langsung nampak sejak obrolan di tatap muka perdana Roy dan Betty. Apalagi ditambah pengadeganan dari sutradara Bill Condon (Dreamgirls, The Twilight Saga: Breaking Dawn – Part 1 & 2, Beauty and the Beast) yang membuat filmnya bak seorang aristokrat penuh tata krama.

Gaya di atas bisa jadi keunikan tersendiri. Alfred Hitchcock gemar membangun kesan serupa, sebelum pelan-pelan menyiratkan bahwa di balik kesopanan “sang aristokrat”, ada bayangan kelam senantiasa mengintai. The Good Liar tidak punya bayangan itu. Alurnya menampilkan praktek tipu-menipu familiar yang dijabarkan begitu saja, tanpa ada tanda tanya besar menghantui benak penonton, kecuali sesosok pria pengendara mobil abu-abu yang sesekali menyatroni rumah Betty. Tapi elemen tersebut hanya pemanis sekilas, yang tak mampu memancing antusiasme maupun intensitas.

Serupa scoring gubahan komposer langganan Coen Brothers, Carter Burwell, The Good Liar bergerak bagai gelaran waltz. Sebuah waltz yang berkat pengalaman Condon bercerita, tampil elegan dan rapi, namun monoton, minim hentakan, walau di penghujung durasi sempat melemparkan twist. Bukan suatu twist yang menyoroti “apa” (poin ini sudah bisa ditebak sejak dini), namun soal “mengapa” dan “bagaimana”.

Sayangnya, kejutan itu dibangun dengan cara mencurangi penonton, melalui lemparan fakta yang muncul tiba-tiba (beberapa petunjuk yang ditebarkan terlalu samar), pun semakin semakin dipaparkan, twist tersebut semakin menegaskan jika film ini tidak sepintar dan seelegan itu. Kebodohan The Good Liar sesungguhnya sudah nampak sejak kita diperlihatkan modus operandi investasi palsu Roy yang terlalu banyak menyimpan kecacatan dan risiko yang semestinya tak dilakukan oleh seseorang dengan pengalaman puluhan tahun sepertinya.

The Good Liar ingin menggiring penonton berpikir kalau seiring waktu, Roy mulai bersimpati, atau malah jatuh cinta pada Betty. Tapi alurnya kurang fokus, terlalu sering keluar jalur untuk memaparkan subplot terkait aksi penipuan lain Roy, sehingga tidak cukup punya waktu menggambarkan dilema batin karakternya. Padahal lewat elemen itu, The Good Liar berpotensi menawarkan lebih dari sekadar thriller, pula drama humanis solid yang disokong performa apik dua penampil seniornya.

McKellen memerankan dua sisi Roy: pria tua menawan yang ringkih dengan lutut bermasalah dan seorang penipu licik penuh semangat.  Sisi kedua Roy lah yang memancing kekaguman saya. Di usia menginjak delapan dekade, McKellen masih begitu bertenaga, bagai 20 tahun lebih muda. Sementara Mirren tidak kalah playful, sebagai wanita lanjut usia pencari hubungan platonik, yang dari luar nampak lemah dan naif, namun sesungguhnya  menyembunyikan kekuatan untuk meruntuhkan misogini.....sayangnya tidak dalam film yang tepat.

Tidak ada komentar :

Comment Page: