JUMANJI: THE NEXT LEVEL (2019)

10 komentar
Dua tahun lalu, Jumanji: Welcome to the Jungle meruntuhkan segala skeptisme lewat petualangan segar nan menghibur yang juga sukses secara finansial dengan pendapatan $962 juta. Franchise-nya pun mendapat suntikan tenaga sekaligus arah baru. Sekuelnya ini—yang bisa dianggap film ketiga atau keempat di seri Jumanji tergantung apakah anda menghitung Zathura: A Space Adventure (2005) atau tidak—mungkin tak menghadirkan petualangan tingkat lanjut sebagaimana judulnya siratkan, namun petualangan yang familiar ini masih sama menyenangkannya.

Selepas peristiwa film pertama, Fridge (Ser'Darius Blain) si atlet, Martha (Morgan Turner) si pemalu yang cerdas, dan Bethany (Madison Iseman) si gadis populer, masih rutin berkomunikasi lewat grup chat meski sudah tinggal terpisah. Spencer (Alex Wolff) juga tergabung di grup itu, tapi ia lebih banyak diam. Hubungan jarak jauhnya denga Martha pun bermasalah. Spencer kehilangan arah. Kepercayaan dirinya terkikis, dilahap oleh hiruk New York. Saat keempatnya hendak bereuni, Spencer justru punya rencana lain.

Dia rindu menjadi Dr. Bravestone (Dwayne Johnson) yang perkasa. Akhirnya, ia nekat memperbaiki gim Jumanji yang diam-diam dipungutnya, lalu kembali memasuki dunia tersebut. Mengetahui itu, Martha, Fridge, dan Bethany terpaksa menyusul demi menolong Spencer, sampai peristiwa mengejutkan terjadi. Di Jumanji, Martha masihlah Ruby Roundhouse (Karen Gillan) dengan segala keatletisannya. Sial bagi Fridge. Kini avatarnya adalah Professor Sheldon (Jack Black) si arkeologis yang menurutnya tidak berguna.

Tapi bukan itu saja. Kakek Spencer, Eddie (Danny DeVito) serta mantan sahabatnya, Milo (Danny Glover) ikut terhisap ke Jumanji, dan masing-masing menempati avatar Dr. Bravestone dan Mouse (Kevin Hart) si zoologist, sedangkan Bethany tertinggal di dunia nyata. Ke mana perginya Spencer? Pertanyaan itu bakal terjawab bersama paparan filmnya soal penerimaan diri. Nantinya diungkap bahwa avatar Spencer tidak jauh beda dibanding sosoknya di kehidupan nyata. Dari situ, Jumanji: The Next Level memperlihatkan proses Spencer menerima seluruh kekurangan dirinya, lalu berusaha melakukan yang terbaik. Bukan begitu?

Awalnya demikian, sampai naskah buatan sutradara Jake Kasdan (yang turut membidani film sebelumnya) bersama Jeff Pinker dan Scott Rosenberg (keduanya pernah berduet di Jumanji: Welcome to the Jungle dan Venom) merusak pesan tersebut di babak ketiga, sewaktu filmnya menempuh jalur malas guna menyelesaikan masalah tokoh-tokohnya yang terjadi akibat avatar mereka saling tertukar. Bobot emosi justru hadir di tengah konflik Eddie dan Milo, dalam kisah tentang retaknya persahabatan yang awalnya konyol, namun perlahan menemukan hati, kala menyinggung betapa pertemanan dua manusia lanjut usia punya makna lebih, sebab mereka mesti bergulat dengan waktu, juga “akhir”.

Humornya masih mengandalkan kekacauan kala beberapa avatar diisi oleh seseorang dengan karakterisasi berlawanan. Bahkan beberapa humor Welcome to the Jungle, seperti “smoldering intensity” atau “jurus menari” milik Ruby, ditampilkan lagi, seolah Jumanji: The Next Level coba menghadirkan nostalgia dari film yang baru rilis dua tahun lalu. Tidak sesegar dulu? Jelas. Apakah masih lucu? Ternyata iya. Jake Kasdan sanggup memanfaatkan talenta luar biasa jajaran pemainnya, yang dituntut memerankan berbagai macam kepribadian.

Dwayne Johnson sebagai kakek pelupa yang cerewet, Kevin Hart sebagai zoologist dengan tempo bicara super lambat yang kerap menggiring teman-temannya menuju bahaya, dan Jack Black, meski tak lagi mengutamakan kecentilan seperti film sebelumnya, membawa sisi histerikal yang juga menghibur. Karen Gillan masih menggila, apalagi saat di satu titik, avatar Ruby Roundhouse sempat dimasuki karakter lain, sedangkan Awkwafina sebagai Ming, si avatar baru dengan spesialisasi mencuri, bakal membuatmu sakit perut hanya dengan melihat postur dan gesturnya.

Dunia Jumanji mayoritas terbuat dari CGI, tapi itu urung membuat Jake Kasdan terlalu bergantung kepadanya. Sewaktu banyak film setipe cuma asal membentangkan dunia CGI warna-warni yang terasa mati, Kasdan memperhatikan betul tiap set piece aksi, membuatnya bertenaga berkat penempatan sekaligus pergerakan kamera yang sesuai. Dan sewaktu saya mulai khawatir bila film keempatnya kelak bakal repetitif, Jumanji: The Next Level menampilkan mid-credits scene yang menjaga antusiasme untuk menantikan sekuelnya. Bring me the next, more advance level!


10 komentar :

Comment Page:
Badminton Battlezone mengatakan...

Kangen sama jumanji-nya robin williams. Dulu critanya kuat,dan kerasa terrornya. Jumanjinya the rock feelnya cuman kasih aktor terkenal,cgi,and boom jadi film box office,boring..."just my opinion ya"

Rasyidharry mengatakan...

Jumanji pertama itu bagus. Jelas. Sebagus yang dipercaya banyak orang? Not really. Ada faktor romantisasi karena: 1) Robin Williams, 2) Sering diputer di tv

andreanosalim mengatakan...

Kalo kangen sama jumanjinya robin williams, plz banget nonton ampe selesai.. Hahaha

Anonim mengatakan...

masih tipikal film-film sony pada umumnya.. tetep fun tapi tidak begitu berkesan,dengan budget yang lebih besar ya film ini emang kerasa sedikit lebih wah dari prekuelnya

btw apa cuma saya yang mulai jenuh sama akting Dwayne Johnson.. pengen gitu sekali-sekali liat dia tampil beda, main di film drama atau thriller mungkin

Soleha Rahma Junia mengatakan...

Di film ini faktor penolongnya mereka bisa keluar dari game cuma karena si air ajaib,maksa banget sih tapi untungnya lebih bikin terhibur daripada film pertamanya 😅

Oh iya, Kak barusan saya kaget banget karena ada trailer Rasuk 2. Kayaknya karena banyak baca review disini pas liat nama Baginda KKD di trailer itu langsung merinding :")

Ilham Qodri mengatakan...

Next :

Jumanji: Pay to Win
Jumanji: Final Boss
Jumanji: DLC

Rasyidharry mengatakan...

Udah mulai pada bosen kok emang, sejak Skyscraper yang kurang sukses. Ragu dia bisa eksplor lebih. Di sini aja udah termasuk agak beda buat ukuran dia

Rasyidharry mengatakan...

True 😁

Gary Lucass mengatakan...

Mungkin ekspektasi aga tinggi kali ya ntah kenapa yang ini kerasa aga hampa aja gitu dripada yang pertama, mungkin salah satu contoh set piece aksi udh lumayan bagus cuma naskah nya kurg menggigit jdi pas lagi scene aksi datar aja gitu rasanya mending yang pertama

Anonim mengatakan...

Jumanji: expansion pack