COLOR OUT OF SPACE (2019)

4 komentar
Color out of Space dibuka dengan memperlihatkan gadis bernama Lavinia (Madeleine Arthur) sedang melakukan ritual Wicca, sebuah kepercayaan paganisme modern. Terlihat aneh, tapi beberapa menit kemudian keanehan itu bisa dimaklumi, setelah kita tahu bahwa Lavinia adalah puteri Nathan Gardner, yang diperankan oleh Nicolas Cage. Kata “aneh” dan Nicolas Cage sudah seperti gula dan semut. Ditambah lagi, film ini merupakan adaptasi cerita pendek karya H. P. Lovecraft (The Colour out of Space), di mana kenormalan bersifat langka.

Selepas istrinya, Theresa (Joely Richardson), menjalani mastektomi, Nathan membawa keluarganya pindah ke peternakan milik ayahnya di pinggiran kota kecil fiktif bernama Arkham. Di sana Nathan hidup sebagai petani tomat dan memerah susu alpaka (karena Nicolas Cage bebas melakukan apa saja). Selain Lavinia, Nathan dan Theresa punya dua putera: Benny (Brendan Meyer) yang gemar mengisap ganja bersama Ezra (Tommy Chong), seorang hippie yang tinggal di tengah hutan; dan si bungsu Jack (Julian Hilliard).

Mereka berlima ditambah Ward (Elliot Knight ), seorang hidrolog yang seketika menarik perhatian Lavinia, tidak menyadari kalau kedamaian di area pedesaan itu takkan bertahan lama. Suatu malam, cahaya ungu yang menyilaukan menerangi sekitaran rumah Keluarga Gardner, bersamaan dengan jatuhnya sebuah meteorit. Itulah awal peristiwa-peristiwa di luar nalar, yang akan membuat Nicolas Cage melakukan rutinitasnya: berteriak sambil memukul-mukul mobil dan melempar tomat ke tempat sampah bak pebasket tengah unjuk gigi memamerkan slam dunk. Sebuah hiburan tersendiri bagi yang familiar dengan gaya aktingnya.

Mencapai pertengahan—dari durasi 111 menit yang sejatinya terlalu panjang untuk adaptasi cerita pendek Lovecraft yang tak bertele-tele—Color out of Space hanya paparan anomali demi anomali, yang sekadar melempar tanda tanya tanpa mengikutsertakan penonton dalam investigasi misteri. Bukan berarti tiada petunjuk ditebar, hanya saja, proses memecahkan misteri tak dijadikan pilar cerita.

Sejatinya itu selaras dengan kekhasan karya Lovecraft, di mana tokoh-tokohnya terjebak dalam situasi di luar kontrol yang tak memberi peluang bagi mereka untuk sebatas memahaminya. Tapi durasi yang terlalu lama memunculkan kesan monoton tatkala penonton hanya bisa pasrah terbawa arus, walau sutradara Richard Stanley—yang kembali setelah pemecatan kontroversialnya dari proyek The Island of Dr. Moreau (1996)—bersama Steve Annis (I Am Mother) selaku sinematografer mampu melahirkan deretan visual flashy menghipnotis yang terkesan “otherwordly”, sebagaimana seharusnya adaptasi karya Lovecraft dilakukan. Pancaran cahaya dan aura ungu, mata serta mulut manusia yang bersinar, Color out of Space bagai komik cosmic yang aneh.

Kemudian pesona (baca: kesintingan) filmnya mulai meningkat kala Stanley mulai merambah ranah body horror, menghadirkan parade efek praktikal disturbing memikat yang memberi makna lain terhadap pernyataan “family stick together”. Anda akan terkejut, terperangah, merasa jijik, dan mengeluarkan respon-respon lain yang menggambarkan ketidakpercayaan mengenai peristiwa tak masuk akal, yang semakin mendekati akhir, semakin terasa sureal.

Tapi apa yang sesungguhnya terjadi? Meski tidak secara langsung melakukan investigasi misteri, naskah buatan Richard Stanley dan Scarlett Amaris menawarkan beberapa subteks. Pertama soal pemimpin inkompeten sekaligus tak bertanggungjawab, yang di film ini diwakili oleh dua sosok, yaitu Walikota Tooma (Q'orianka Kilcher) yang cuma peduli pada pembangunan infrastruktur serta elektabilitas ketimbang menangani kontaminasi air, dan Nathan selaku kepala keluarga.

Nathan memaksakan otoritas, membentak anak-anaknya jika dirasa tidak becus menjalankan perintah, tetapi ketika salah satu dari mereka terluka, yang ia lakukan cuma duduk diam, menenggelamkan diri dalam alkohol sambil mengamuk sendiri meluapkan frustrasi. Seiring waktu, ucapan“semua bakal baik-baik saja” atau “segalanya terkendali” dari Nathan semakin terdengar hampa.

Perihal kontaminasi air, Color out of Space juga sebuah tuturan enviromentalist terselubung tentang usaha alam mengembalikan kondisinya seperti sedia kala sebelum dicemari manusia, dengan sosok “color” sebagai perpanjangan tangan. Karya-karya Lovecraft memang mengenal figur yang disebut “Great Old Ones”, yakni dewa-dewa yang dahulu menguasai Bumi. Jadi siapa sebenarnya kanker yang menggerogoti? Apakah mereka atau kita (manusia)?


Available on KLIK FILM

4 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Terima kasih masih rutin menonton dan menulis di masa pandemi ini, Mas Rasyid! dari pembaca setia blog Anda!

aan mengatakan...

Nic cage belakangan udh masuk b movie terus.malah konon sampe 3 film per tahun.masih lumayan sih drpd steven seagal yg monoton peran2nya gitu2 aja...

Rasyidharry mengatakan...

Keterusan. Awalnya buat bayar utang karena bangkrut tapi keterusan

Anonim mengatakan...

Dulu Cage ini aktor favorit saya, mulai dari Con Air sampe National Treasure masi suka dinonton berkali kali. Tapi semua berubah ketika Ghost Rider menyerang.. makin lama makin aneh aja ambil perannya hehe buat bayar utang kali ya