BAD EDUCATION (2019)

5 komentar
Frank Tassone (Hugh Jackman), selaku pengawas Roslyn School District mampu membawa SMA Roslyn bertengger di peringkat keempat nasional, yang meningkatkan harga properti di Long Island, sebab orang tua berbondong-bondong menyekolahkan putera-puteri mereka di sana demi terbukanya jalan diterima di jajaran universitas Ivy League. Frank juga piawai memotivasi murid-murid, hafal nama serta kelas yang mereka ambil,pun ingat bahwa salah satu siswi merupakan adik seorang alumni. Frank selalu memakai setelan berkelas, rambutnya tertata rapi, wajahnya rupawan berkat berbagai perawatan termasuk operasi plastik.

Semua tampak sempurna bagi Frank maupun lingkungannya. Tapi itu mengingatkan kita pada beberapa hal: a) Tidak ada yang sempurna; b) Ambisi berlebih akan kesempurnaan kerap berujung bencana; c) Selalu ada dua sisi koin.

Sebagai pengawas, Frank mendapat bantuan dari asistennya, Pam Gluckin (Allison Janney dalam satu lagi penampilan superiornya), yang mengurusi finansial. Tidak butuh waktu lama sampai terungkap jiwa Pam menyalahgunakan wewenang tersebut. Dia memiliki banyak properti mewah, pula kerap menjalani liburan mahal bersama keluarga, walau cuma memperoleh apa yang Frank sebut sebagai “glorified teacher’s salary”.

Ya, Pam memakai uang sekolah demi kepentingan pribadi, lalu memanipulasi laporan keuangan, yang menjelaskan mengapa atap gedung selalu bocor walau biaya perawatan yang diajukan amat tinggi. Sampai sebuah kesalahan bodoh dari puteranya, yang Pam minta untuk merenovasi rumah, memancing kecurigaan direksi. Mereka pun melapor pada Frank.

Frank si pengawas tanpa cela. Frank yang berparas rupawan. Frank yang begitu peduli pada murid-muridnya, baik yang masih sekolah atau telah lulus. Wajah jajaran direksi mempercayainya. Mendengar perbuatan Pam, Frank terkejut. Tapi benarkah ia tidak tahu?

Dari sini, naskahnya (adaptasi artikel The Bad Superintendent karya Robert Kolker), yang ditulis oleh Mike Makowsky selaku mantan murid Frank di dunia nyata sekaligus saksi hidup skandal tersebut, secara cerdik bermain dengan pilihan narasinya. Karena didasari peristiwa nyata, bukan spoiler jika saya menyebut bahwa Frank tidak sesuci kelihatannya. Dan saya yakin banyak penonton sudah mencium gelagat tersebut berdasarkan beberapa petunjuk subtil yang filmnya tanam. Menjadikan Frank seolah tak bersalah di awal kisah merupakan keputusan tepat. Sewaktu kebenaran akhirnya terungkap, itu bukan berfungsi sebagai twist yang hendak mengejutkan penonton, namun membangun nuansa dramatis dalam titik balik ceritanya.

Saat itulah senyum hangat sang superintendent mulai berevolusi jadi seringai yang cukup menyeramkan. Kharisma dari senyuman itu mejadi intimidasi, tatkala Jackman, dalam salah satu penampilan terbaik sepanjang karir, menghadirkan akting kaya di mana kedua sisi berlawanan milik Frank mampu dipresentasikan sama kuatnya.

Tapi bagaimana mungkin Frank, dengan segala kecerdikannya, mampu diungkap kejahatannya? Anda ingat di paragraf awal saya menyebut tentang seorang siswi yang dikenali Frank sebagai adik mantan muridnya? Namanya Rachel Bhargava (Geraldine Viswanathan). Dia adalah anggota kelab ekstrakurikuler jurnalistik, yang ditugaskan menulis artikel tentang pembangunan jembatan udara di sekolah. Rachel sempat mewawancarai Frank, meminta sang pengawas menyampaikan komentar singkat. Seperti biasa, Frank berusaha memotivasi anak didiknya. Didorongnya Rachel agar menggali kisahnya secara lebih dalam. Ironisnya, dorongan itu menggali lubang kubur Frank sendiri.

Bad Education memang dipenuhi ironi serta sense of tragedy, yang turut diwakili scoring gubahan Michael Abels (Get Out, Us), yang sesekali menyiratkan impending doom yang menghantui, sedangkan di lain waktu terdengar bagai keruntuhan dramatis suatu skema kecurangan. Saat Rachel menyetorkan draf pertama yang menyoroti biaya berlebih proyek jembatan udara, tulisannya ditolak oleh ketua kelab, yang kemudian menggantin framing artikel menjadi antusiasme siswa menyambut proyek tersebut. Acap kali citra memang lebih dipentingkan ketimbang kebenaran. Ini adalah hasil dari komersialisasi pendidikan, baik demi menebalkan saku pribadi atau prestise, yang berujung menghancurkan esensi pendidikan itu sendiri.

Cory Finley selaku sutradara mampu membawa Bad Education bergerak dalam pace yang nyaman dinikmati, dengan ketepatan kadar dramatisasi. Kesuksesan menangani film berbasis kisah nyata dengan pendekatan serealis mungkin merupakan pencapaian bagi sineas yang angkat nama melalui komedi hitam seperti Thoroughbreds (2017) ini, membuktikan luasnya jangkauan Finley dalam berkarya.

Tapi seperti saya, mungkin anda bakal merasa ada bumbu yang kurang dalam film ini. Bad Education mengambil jalan tengah, berniat menyeimbangkan elemen investigasi (khususnya pesan tentang bagaimana investigasi kecil berupa surat kabar siswa sanggup mengungkap skandal besar yang menghebohkan negeri), dengan fokus terhadap sisi personal Frank. Sayangnya tak satu pun mencapai potensi maksimal. Intensitas investigasi urung memuncak, pun terkesan ambigu apakah kita diajak bersimpati pada Frank, mengutuk, atau keduanya. Pun bentuk Bad Education tak pernah seutuhnya jelas. Murni suguhan dramatik, atau komedi gelap (walau ada usaha menyasar bentuk yang kedua).


Available on HBO GO

5 komentar :

Comment Page:
oktabor mengatakan...

Kira-kira apa tips dari seorang Hugh Jackman bisa meninggalkan persona Logan ketika bermain film non X-men? RDJ aja kadang2 masih kelihatan persona tony stark pas main di sherlock atau doolittle.

Rasyidharry mengatakan...

Pure style. Dari zaman dulu RDJ emang gayanya gitu kecuali di film-film yang lebih serius/dark. Jackman menyesuaikan ke karakter Wolverine, sebaliknya RDJ direkrut karena gayanya cocok sama Tony Stark

Ilham Qodri mengatakan...

sebelum jadi tony stark, RDJ emang gitu2 aja acting-nya, ga banyak berubah, kaya johnny depp yg meranin apapun pasti flamboyannya kerasa sama

Anonim mengatakan...

terim kasih mas terus menulis ulasan film yang bagus!

oktabor mengatakan...

Oh I see.. Jackman sebetulnya tipe yang om om berwibawa ya. Kayak di Greatest Showman, Prisoner, Bad Education, Real Steel, The Prestige, Eddie the Eagle.