JAWAANI JAANEMAN (2020)

Tidak ada komentar
Usia hanya sebatas angka. Begitu prinsip yang dianut Jazz (Saif Ali Khan), protagonis dalam remake film Argentina, Igualita a mí (2010), ini. Menginjak kepala empat, jangankan berkeluarga, menjalani hubungan serius pun Jazz tidak pernah. Pada siang hari, bersama saudaranya, Dimpy (Kumud Mishra), ia adalah makelar yang tengah berusaha menuntaskan penjualan komplek apartemen tempat tinggalnya, lalu malamnya, tak sekalipun Jazz absen dari kelab, mabuk-mabukan, membawa pulang wanita berbeda setiap hari.

Jazz punya seorang teman wanita. Rhea (Kubbra Sait) namanya, karyawan di salon langganannya. Tapi keduanya cuma sebatas saling menggoda tanpa niat menjalin hubungan serius. Cinta satu malam bersama para wanita muda di kelab tetap jadi gaya hidup Jazz. Maka tidak heran ketika seorang gadis 21 tahun asal Amsterdam, Tia (Alaya Furniturewala), mendatanginya, Jazz tidak pikir panjang untuk membawanya ke apartemen.

Tia diajaknya berdansa, menenggak wine, sembari bertukar cerita. Bagi Jazz, aktivitas bercerita hanyalah basa-basi sebelum seks, sehingga kata-kata Tia tak ia perhatikan.....sampai muncul pernyataan, “Ada 33,333% kemungkinan kamu adalah ayahku”. Pernyataan yang akhirnya dikonfirmasi oleh hasil tes DNA. Jazz terkejut, tak menyangka kunjungan singkatnya ke Amsterdam kala muda dulu memberinya buah hati. Semakin terkejut kala diketahui, Tia sedang hamil. Dalam sekejap, Jazz si pria paruh baya pecandu pesta menyandang status baru: seorang ayah sekaligus kakek.

Sungguh keadaan yang kacau, dan naskah buatan Hussain Dalal memastikan bahwa semakin kacau keadaan, semakin lucu pula filmnya. Saya terhibur oleh seringnya Tia “mengacaukan” petualangan cinta Jazz, pula beberapa komedi situasi berbasis kesalahpahaman akibat pilihan Jazz menyembunyikan status Tia, yang berhasil dijual dengan baik oleh para pemainnya. Keabsurdan tak terhindarkan, termasuk saat Tabu (dalam penampilan singkat nan berkesan sebagai ibu-ibu hippie yang menganggap teknologi bisa menyebabkan kanker) mulai ambil bagian, lalu melahirkan kejadian unik dan canggung ketika Tia memperkenalkan ayah dan ibunya satu sama lain. “Mom, this is dad. Dad, this is mom”. Kapan lagi kita mendengar kalimat semacam itu?

Dibungkus pengadeganan bertenaga dari sutradara Nitin Kakkar (Filmistaan, Notebook), Jawaani Jaaneman mulus menjalankan misinya memancing tawa penonton, walau perihal penceritaan agak terlunta-lunta. Serupa protagonisnya, film ini terlalu banyak berpesta. Mungkin sekitar 3-5 menit sekali kita diajak mengunjungi kelab malam yang acap kali membuat alurnya jalan di tempat. Pun sejak menit pertama hingga konklusi, alurnya formulaik, meski beruntung, naskahnya mampu menahan diri untuk tidak memaksakan keklisean berupa romansa instan antara Jazz dan Rhea. Benih romansa keduanya dibiarkan mulai tumbuh, namun tidak dipaksakan berbunga.

Jalannya proses akan mudah anda tebak, tapi setidaknya, seiring waktu filmnya mampu memunculkan kepedulian terhadap Jazz dan Tia, membuat kita berharap keduanya memperoleh kebahagiaan. Konklusinya pun menghasilkan kepuasan melalui penutup menyentuh yang dengan tepat menggunakan malam Diwali sebagai latar kebersamaan hangat keluarga.

Saif Ali Khan sarat antusiasme, sementara dalam debutnya, Alaya Furniturewala menampilkan senyum yang bisa melelehkan orang berhati paling keras sekalipun. Kombinasi keduanya pun cukup solid di tataran drama. Momen saat Jazz meminta Tia pulang setelah pertemuan perdananya dengan keluarga besar terasa menyentuh berkat ketulusan yang muncul dari tutur kata Saif, disusul respon sempurna Alaya, sebagai seorang puteri yang terharu mendengar ucapan penuh kasih sayang dari sang ayah untuk pertama kali.

Jawaani Jaaneman memang klise, khususnya bila dibandingkan dengan keunikan premisnya. Tapi di antara keklisean tersebut, kita dapat memahami segala tindakan dan keputusan yang diambil karakternya, termasuk salah satu yang paling penting adalah sewaktu Jazz memutuskan berubah. Alasan kesehatan, keluarga, serta keengganan menanti akhir usia seorang diri. Bukankah semua itu yang kerap jadi pendorong pensiunnya para “Raja Pesta”?


Available on PRIME VIDEO

Tidak ada komentar :

Comment Page: