BECOMING (2020)

3 komentar
Apakah Becoming sebuah kampanye? Tentu saja. Terlalu naif bila menampik itu. Tapi kampanye atau bukan, tidak jadi soal. Film merupakan ruang bagi pembuatnya untuk menuangkan sudut pandang. Terpenting adalah sejauh mana sebuah film mampu membuat penonton secara sukarela melupakan bahwa mereka sedang menonton iklan terselubung, meski menyadarinya. Becoming berhasil melakukan itu, walau apa yang disajikan masih sebatas menyentuh permukaan.

Subjek, serta penerimaan penonton terhadapnya, menentukan kekuatan suatu dokumenter. Penanganan biasa takkan menurunkan daya pikat suatu kisah luar biasa. Sebaliknya, penanganan luar biasa bisa jadi percuma jika dihadapkan pada kisah biasa. Michelle Obama jelas bukan sosok biasa. Ibu negara kulit hitam pertama, figur penting pemberdayaan wanita, seorang fashion icon, dan lain-lain. Serupa respon seorang gadis remaja yang nampak tergila-gila di salah satu momen filmnya, menyaksikan Michelle berjalan saja sudah menimbulkan kekaguman.

Apalagi saat ia mulai bererita dalam rangkaian tur buku memoir miliknya, Becoming, yang membawanya singgah di 34 kota, berbagi pengalaman di atas panggung, di tengah muda-mudi, maupun di antara komunitas gereja. Sebagaimana Michelle utarakan, ribuan (bahkan lebih) manusia berkumpul, bukan untuk menonton aksi twerk, melainkan membaca. Michelle sendiri adalah pencerita hebat. Kisah mengenai kehidupan di Gedung Putih, yang bagi rakyat jelata macam kita terdengar “out of this world”, dibawakan dengan santai, ringan, menggelitik, bahkan relatable. Michelle menyediakan bahan memadai untuk diolah oleh Nadia Hallgren selaku sutradara, yang dalam pengemasannya, tak melakukan terobosan baru, dan memang tak perlu.

Apa yang Michelle tuturkan amat beragam, dari cerita ringan seperti hubungannya dengan para pengawal dan pilihan busana, sampai topik berat seputar rasisme, seksisme (Semasa kampanye banyak pihak menyebut Michelle “wanita pemarah” guna menjatuhkannya. Apakah sebutan serupa bakal dialamatkan untuk pria? Rasanya tidak), isu golput semasa pemilu yang berujung pada terpilihnya Donald Trump, hingga dinamika suami-istri. Bagaimana menjadi istri sosok seperti Barrack Obama tanpa harus tenggelam di bawah bayang-bayang sang suami? Michelle menyebut Barrack ibarat tsunami. Andai tak siap, ia akan tersapu dan berakhir hanya sebagai pelengkap.

Barrack Obama muncul beberapa menit di film ini, ketika ia memberi “kejutan” dengan muncul di salah satu tur buku Michelle. Pilihan tepat, sebab meniadakan Barrack sepenuhnya, akan jadi keputusan yang dipaksakan demi menjaga agar spotlight tetap mengarah pada Michelle, pun secara tidak langsung justru membenarkan inferioritas wanita di hadapan pria.

Michelle menyebut bahwa selepas berakhirnya masa sebagai ibu negara, ia merasa lebih bebas berpenampilan, bersikap, serta bertutur kata tanpa mesti mendapat saringan dari sana-sini. Sayangnya, Becoming tak memperlihatkan itu. Ya, Michelle tidak ragu mengakui masih menyimpan kekesalan atas pernyataan gurunya kala SMA, yang berkata bahwa dia bukan “Princeton material”. Tapi itu hanya kelakar. Di ranah esensial, film ini masih dokumenter penuh saringan, di mana topik pembicaraan cuma menyentuh permukaan, dan mayoritas bak fragmen yang tampil sekilas, kemudian menghilang sebelum sempat menghanyutkan penonton.

Kelemahan bertutur itu nampak betul saat filmnya memperkenalkan kita kepada Elizabeth Cervantes, seorang siswi SMA tahun akhir berdarah Meksiko. Sejenak, ia mengambil alih fokus saat memperlihatkan hari terakhirnya di SMA, sembari Elizabeth sekilas mengutarakan mengenai sulitnya menjadi remaja minoritas. Tapi setelahnya, ia menghilang. Kondisi serupa sempat terjadi beberapa kali, seolah Becoming menekan paksa materi yang semestinya bisa berlangsung lebih panjang, bahkan mungkin melahirkan beberapa episode miniseri.

Salah satu topik paling penting sekaigus relevan di waktu ini adalah soal kekerasan polisi terhadap kulit hitam. Saya berharap mendengar respon lebih mendalam, terbuka, sekaligus personal, tapi yang hadir sekadar formalitas. Cerita tentang beberapa oknum polisi yang sempat mengancam Obama sekeluarga bakal lebih “mencerahkan” bila dibarengi pembahasan terkait apa saja yang telah diupayakan selama Obama menghuni Gedung Putih.

Tapi kembali lagi, di balik kurang dalamnya eksplorasi, Michelle Obama tetaplah figur inspiratif. Kalau anda mencari tontonan singkat yang ringan, sekaligus cukup menggugah tatkala menyentuh paparan perihal wanita yang sanggup mencapai puncak dengan mengalahkan stigma-stigma dan diskriminasi, Becoming merupakan opsi yang sesuai.



Available on NETFLIX

3 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

krik krik

Gary Lucass mengatakan...

Saran aja sih min soalnya kangen baca ulasan”disini serta komen”nya, karena stok film skarang tipis kenapa ga mengulas serial khusus yg emang lagi nge hype di internet semisal umbrella academy, peaky blinders apalagi dark yang nimbulin teori debat hampir selevel endgame di internet pasti rame lagi situs ini (serial yg punya kualitas kek film dan punya banyak viewers)

Rasyidharry mengatakan...

Serial-serial itu ditonton sih, cuma review film & serial jelas beda. Nggak merasa menguasai review serial, jadi butuh lebih banyak waktu buat nyusunnya. Dan simply nggak punya waktu untuk itu.

Dan momen pandemi ini kasih kesempatan bantu spread the Word buat film-film bagus yang kurang di-notice publik, plus kasih tahu kalo banyak sumber streaming legal yang library-nya oke. Makanya di tiap akhir review selalu nulis sumbernya