GREYHOUND (2020)

Tidak ada komentar
Selain membintangi, Tom Hanks juga menulis naskah Greyhound, yang didasari novel The Good Shepherd (1955) karya C. S. Forester. Sudah dasarnya seorang aktor hebat, merangkai sendiri tiap kata membuat Hanks mampu memberi bobot emosi kala mengucapkan istilah-istilah teknis yang karakternya pakai guna berkomunikasi di atas kapal. Ada semangat, ada ketakutan, ada kecemasan, ada perasaan bersalah yang menggerogoti hati sang Komandan, tiap menyadari ia takkan mampu menyelamatkan semua nyawa.

Berlatar tahun 1942 di tengah Pertempuran Atlantik, Hanks memerankan Komandan Ernest Krause, yang baru menerima penugasan pertamanya di Perang Dunia II. Misinya adalah memimpin kapal USS Keeling dengan kode nama Greyhound, yang bersama kapal-kapal lain dari Inggris dan Kanada, bertugas mengawal konvoi 37 kapal Sekutu yang membawa berbagai suplai. Lawannya adalah barisan kapal selam milik Jerman, U-boats.

Tiga hari sebelum mencapai tujuan di Liverpool, U-boats mulai melancarkan serangan. Penyutradaraan Aaron Schneider (Get Low) berhasil membangun ketegangan serta aroma bahaya sejak kali pertama radar Greyhound mendeteksi keberadaan musuh. Musik bombastis Blake Neely (King Kong, The Da Vinci Code, Love, Simon) berpadu dengan raungan alarm mencipakan sense of urgency. Timbul kekacauan yang ditata rapi oleh permainan dinamika Schneider, yang memahami kapan mesti menginstruksikan aktornya untuk berteriak atau berbisik, dan kapan sebuah banter harus tersaji cepat atau lambat.

Singkatnya, Greyhound berhasil menghancurkan kapal selam Jerman. Semua kru bersorak. Salah satunya memberi selamat pada Krause atas kesuksesan menghabisi nyawa 50 pasukan lawan. Krause tak terkesan, lalu menjawab singkat, “50 nyawa manusia”. Dari sinilah letak fokus naskah Hanks mulai terlihat. Penonton diajak memahami seberat apa beban di pundak seorang pemimpin kapal perang. Khususnya dilema perihal hidup dan mati. Haruskah dia mengutamakan misi atau menyelamatkan nyawa sebisanya?

Sepanjang pertempuran tanpa henti selama tiga hari, Krause tidak beristirahat, tidak makan, kakinya berdarah-darah akibat terus berdiri beralaskan sepatu. Tidak ada sedetik pun waktu bersantai, sebab setelah satu kemenangan, anak-anak buahnya sudah menanti instruksi berikutnya. Dan sewaktu kesalahan diperbuatnya, Krause dihantui perasaan bersalah.

Pilihan shot Schneider, dibantu penyuntingan dengan timing sempurna, membantu menyiratkan isi hati sang protagonis tanpa memerlukan tuturan verbal. Kamera akan menyorot raut wajah si Komandan, lalu berpindah ke ekspresi bawahannya, yang seolah menghakimi Krause. Entah benar atau tidak, tapi itu yang ia rasakan. Dan penampilan Hanks merealisasikan pergulatan batin tersebut secara nyata, memberi kesan humanis di saat usaha menambah sentuhan personal lewat sekilas informasi mengenai kehidupan romansa Krause berakhir hanya sebagai pernak-pernik sambil lalu, yang sebenarnya tidak perlu.

Greyhound bergulir cukup singkat. Cuma 91 menit. Tidak ada ruang bagi drama di luar peperangan, dan filmnya sendiri tidak ingin berpura-pura menjadi lebih dari itu. Penyuntingan cekatan ditambah permainan pacing mumpuni dari sutradara dalam mengemas pertempuran bombastis di tengah Samudera Atlantik, memadatkan dinamika Greyhound yang memang didesain sebagai suatu sajian singkat tanpa basa-basi. Walau butuh perhatian lebih agar tak tersesat di tengah istilah-istilah asing yang datang silih berganti begitu cepat.


Available on APPLE TV+

Tidak ada komentar :

Comment Page: