THE MAID (2020)

4 komentar
Siapa bilang horor Thailand selalu superior dibanding Indonesia? The Maid mengingatkan saya terhadap judul-judul dalam negeri produksi Hitmaker Studios, khususnya garapan Rocky Soraya. Mulai dari bentuk “horor supernatural formulaik di paruh pertama, slasher berdarah di paruh kedua” hingga pilihan twist, tampak serupa. Bahkan saya bisa membayangkan posisi aktris utama yang diduduki Ploy Sornarin diserahkan ke Jessica Mila.

Paragraf di atas tentu bukan tuduhan plagiasi (formula tersebut bukan eksklusif milik Rocky), melainkan sedikit sentilan terhadap anggapan, “Horor Thailand pasti bagus! Beda sama Indonesia!”. Sungguh keliru. Nyatanya, menonton The Maid pun bisa menghadirkan dampak tidak jauh beda dengan horor lokal medioker, termasuk soal jump scare yang membahayakan gendang telinga.

Alkisah, sudah berkali-kali pasangan suami-istri Nirach (Theerapat Sajakul) dan Uma (Savika Chaiyadej) kehilangan pembantu, yang memilih keluar akibat tidak kuat menghadapi teror boneka monyet milik puteri mereka, Nid (Keetapat Pongrue), yang tiap malam berubah jadi siluman (?). Sebelum anda menanyakan rahasia di balik boneka itu, saya sampaikan lebih dulu, bahwa The Maid takkan menjawab pertanyaan itu. Karena nantinya, sumber teror beralih ke sosok hantu wanita.

Protagonis kita, Joy (Ploy Sornarin) merupakan pembantu baru di sana. Dan seiring kedatangan Joy, kita dibawa mempelajari, seberapa kaya dan disfungsional keluarga ini. Sangat disfungional. Nirach dan Uma bak orang asing yang tinggal bersama, di mana Uma menganggap suaminya adalah pecundang, yang cuma bergantung pada bantuan serta harta ayah istrinya. Sedangkan Nid yang masih bocah, selalu dikurung dalam kamar, dianggap mengalami gangguan jiwa karena sering mengaku melihat hantu.

Tapi tenang, mereka sangat kaya. Alih-alih kamar kecil di sudut belakang rumah, sebagai pembantu, Joy diberikan sebuah pondok besar di seberang rumah utama. Tengok juga bagaimana dandanan Uma. Biarpun lebih banyak duduk bak permaisuri di sofa empuknya, ia tak pernah absen mengenakan baju glamor layaknya hendak mendatangi pesta. Mungkin sutradara Lee Thongkham bersama penulis naskahnya, Piyaluk Tuntisrisakul, berniat menciptakan kesan empowering berupa gambaran wanita yang selalu tampak cantik nan berkharisma untuk dirinya sendiri, namun presentasinya berlebihan, cenderung cartoonish dan menggelikan.

Kemudian, alurnya— yang tanpa alasan jelas dibagi menjadi beberapa chapter —mengetengahkan teror yang menimpa Joy. Seperti telah disebutkan, kali ini gangguan bukan berasal dari siluman monyet, tapi hantu pembantu wanita. Desain si hantu tidak buruk. Dengan kulit hitam seperti hangus terbakar ditambah senyum menyeringai, ia nampak creepy di beberapa kemunculan awal, yang cuma mengharuskan si hantu berdiri diam di sudut gelap ruangan. Sampai penampakan terus diulang, yang semakin lama semakin berisik. Segelintir jump scare cukup efektif memacu jantung, tapi mayoritas hanya gempuran suara berisik yang tak memedulikan timing.

Setidaknya, The Maid enggan sepenuhnya bergantung kepada jump scare, masih meluangkan usaha merangkai misteri selaku pondasi, meski twist pertama (mengenai identitas si hantu) sudah bisa tercium sedari awal. Barulah begitu twist kedua muncul, filmnya banting setir ke arah suguhan slasher/revenge flick. Sebenarnya bukan kejutan berkualitas. Kesan tiba-tiba kental terasa, pun tanpa transisi mulus, sehingga paruh pertama dan kedua film ini seperti dua film berbeda yang dipaksa menyatu.

Tapi paruh kedua The Maid jauh lebih menyenangkan. Di sinilah Lee Thongkham menanggalkan keseriusan, mengajak penonton bersenang-senang lewat banjir darah, bahkan menjadikan lagu konyol Ngad Thang Ngad (di sini mungkin lebih dikenal sebagai lagu “ngatengat tengat tengat”) yang sempat viral tahun lalu sebagai latar adegan pembantaian. Tentu saja banyak slasher di luar sana yang metode pembunuhannya lebih kreatif sekaligus lebih berdarah-darah, tapi setelah paruh pertama yang demikian buruk, paling tidak The Maid ditutup secara menyenangkan.


Available on NETFLIX

4 komentar :

Comment Page:
Panca mengatakan...

Setidaknya dengan film ini orang2 thailand bakal bilang "film horror indonesia lebih bagus dari horror thailand" :)

Chan hadinata mengatakan...

Krn selama ini film thai yg masuk yg bagus2 aja.. trus mau dibandingin sm filmnya RA pikcur.. yah jauhhm..
Emang netflix gak milih2 kualitas film yah??

Rasyidharry mengatakan...

Streaming service, kayak model bisnis lain di industri mana pun, nomor satu ya potensi profit, bukan kualitas. Dan terbukti The Maid jadi trending

Eldwin Muhammad mengatakan...

Kirain ini remake The Maid-nya Kelvin Tong 2005 silam.