REVIEW - YANG TAK TERGANTIKAN

3 komentar

Yang Tak Tergantikan merupakan “drama rumah”, di mana hampir semua peristiwa berlatar sebuah rumah, membuat penonton hafal tiap sudutnya, sehingga rumah itu sendiri bak menjadi salah satu karakter. Biasanya meja makan kerap jadi sentral. Di situlah dinamika keluarga banyak terjadi, tempat segala masalah dan perasaan ditumpahkan (motif serupa dipakai film ini). Belakangan, gaya yang sering digunakan dalam drama klasik serta pertunjukan panggung ini sayangnya makin jarang ditemui, karena tendensi tontonan sekarang yang cenderung mengakrabi kompleksitas dan skala besar.

Keluarga yang akan kita kunjungi rumahnya adalah keluarga Aryati (Lulu Tobing), seorang ibu tunggal, yang selepas bercerai, menghidupi ketiga anaknya dengan bekerja sebagai sopir taksi daring. Membiayai sekolah anak, ditambah tagihan kontrakan yang sudah jatuh tempo, membuat perjuangan Aryati tidaklah gampang.

Ketiadaan sang ayah membuat si putera sulung, Bayu, mengambil peran "pria dalam keluarga", walau secara bersamaan ia dipusingkan oleh ancaman PHK dari kantor. Bayu adalah figur yang mengayomi, senantiasa mencoba berkepala dingin menghadapi tiap situasi. Ketimbang terjebak dalam interpretasi klise terhadap tokoh bijaksana (suara diberatkan, tempo bicara diperlambat, dan lain-lain), Dewa Dayana memilih pendekatan lebih natural yang membuat karakternya terasa nyata.

Dua adik Bayu masih duduk di bangku SMA. Ada Tika (Yasamin Jasem) yang memasuki fase remaja yang mulai memberontak dan ingin mengikuti tren, lalu Kinanti (Maisha Kanna), si bungsu yang cerdas dan penuh keingintahuan. Kedua aktris muda ini memperlihatkan chemistry solid sebagai dua saudari yang biarpun sering bertengkar, sejatinya saling menyayangi. Bukan hanya mereka, semua jajaran pemain film ini mampu menjalin ikatan kuat, berujung melahirkan interaksi-interaksi kaya. Terkadang hangat, terkadang menggelitik. 

Sebagaimana seharusnya "drama rumah", fokus penceritaan didominasi dinamika internal para anggota keluarga. Ada kalanya sebuah "drama rumah" tak sekalipun membawa penonton mengunjungi latar lain, maupun bertemu karakter di luar lingkup keluarga. Naskah buatan Herwin Novianto (juga bertindak selaku sutradara) dan Gunawan Raharja (Jingga, 22 Menit) mungkin tidak "seekstrim" itu, tapi tetap berada di jalur serupa. Buktinya, tidak sekalipun kita melihat wajah ayah. Sebab bukan rupa ayah yang penting, melainkan dampak ketiadaan sosoknya. 

Kelamahan naskah terletak pada penuturan yang episodik. Terkadang saya merasa seperti sedang menonton kumpulan film pendek atau serial yang dipaksa menyatu. Mungkin Herwin dan Gunawan berniat menyajikan keping-keping keseharian Aryati sekeluarga bak drama slice of life. Namun akibat banyaknya klimaks dan resolusi, saat klimaks dan resolusi berikutnya hadir, dampak emosinya tidak sekuat yang diharapkan. Itulah kenapa, tuturan slice of life identik dengan pendekatan low-key minim letupan.

Penyutradaraan Herwin Novianto juga tersandung soal penghantaran emosi, ketika terlalu berlebihan menggunakan musik. Sedikit saja intensitas meningkat, musik langsung terdengar. Padahal beberapa momen bisa lebih kuat jika tak diberi terlalu banyak "hiasan". Apalagi Yang Tak Tergantikan punya Lulu Tobing, aktris bertalenta yang saking jarangnya bermain film, tiap kemunculannya patut dirayakan. Monolognya soal sang mantan suami memang menyentuh, menunjukkan bagaimana ibu mengesampingkan ego demi buah hati. Tapi bagi saya, momen terbaiknya hadir saat Aryati mengonfrontasi Bayu terkait rahasia si sulung. Bagaimana Aryati alih-alih menyalahkan justru mengutarakan dukungan sebagai wujud nyata kasih ibu, dibawakan oleh Lulu dengan ketulusan luar biasa, yang menegaskan betapa ibu adalah sosok yang tak tergantikan.


Available on DISNEY+ HOTSTAR

3 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Monster hunter kapan di review mas?Kata orang2 filmnya bagus tpi saya masih ragu kalo belum liat review dari mas hehe��

Mukhlis mengatakan...



Sambil nunggu wandavision, pagi gw nonton ini, enggak berekspektasi lebih, karena tahu kualitas film Premiere eksklusif Disney+ di Indonesia itu kayak gimana.
Sejauh ini, film ini film terbaik Premier eksklusifnya Disney+, selain sabar ini ujian, sama sejuta sayang untuknya. Dramanya dapat, ikatan kekeluargaan yaitu dapeet banget, dan film ini menunjukkan, salah satu cara mendidik yang baik adalah, dengan kelembutan tanpa mengedepankan emosi. Hihi, Pengen deh dapat keluarga kayak mereka, kalau salah kebanyakan dinasehati sambil ngobrol.
BTW nggak review tarung sarung Bang?

Anonim mengatakan...

Lulu alamat kebanjiran tawaran film nih. Mungkin para "alumni" Tersanjung lain (atau sinetron 90an lainnya) bisa dipertimbangkan utk dipakai di film. Misal Reynold Surbakti atau Jihan Fahira heheh