Pendapatan yang mencapai 4 kali lipat bujet dan tanggapan yang cukup positif dari para kritikus membuat jalan untuk membuat sekuel dari Journey to the Center of the Earth sangat lapang. Tentunya sebagai sebuah film yang mengutamakan hiburan, sekuelnya harus lebih besar lagi. Maka dari itu dengan masih mengusung embel-embel "shoot in 3D" dan penambahan bujet jadi hampir dua kali film pertamanya, sekuel yang bertajuk The Mysterious Island akhirnya dirilis empat tahun setelah film pertamanya. Tidak kembalinya Brendan Fraser dan Anita Briem tidak jadi masalah. Posisi Fraser sebagai sosok pria tangguh digantikan Dwayne Johnson yang tentunya lebih menjual. Sedangkan Vanessa Hudgens menjadi pemanis menggantikan Anita Brien. Michael Caine bahkan juga turut serta dalam sekuel ini. Sedangkan Josh Hutcherson jadi satu-satunya pemain dalam film pertama yang kembali dalam sekuelnya.
Sean (Josh Hutcherson) yang menerima sebuah sinyal radio misterius yang dia yakini berasal dari sang kakek (Michael Caine) yang sudah dua tahun menghilang. Sean yakin sinyal itu dikirim oleh kakeknya dari sebuah pulau yang dikenal sebagai "Mysterous Island", sebuah pulau yang tertulis dalam novel karangan Julies Verne. Jika di film pertama Sean bertualang bersama sang paman, kali ini dia dibantu oleh ayah tirinya, Hank (Dwayne Johnson). Bagi Hank sendiri situasi tersebut bisa dia manfaatkan untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan sang anak tiri yang selama ini tidak pernah menyukainya. Setelah kode terpecahkan mereka melakukan perjalanan berdua mencari pulau misterius tersebut dengan menaiki helikopter milik Gabato (Luiz Guzman) dan puterinya Kailani (Vanessa Hudgens) yang menjadi guide perjalanan tersebut. Perjalanan mereka berempat menempuh berbagai macam rintangan yang berbahaya sekaligus makhluk-makhluk aneh yang tidak terbayangkan akhirnya dimulai.
Journey 2 sebenarnya berpotensi jadi sebuah film adventure yang cerdas, menegangkan dan dibalut dengan efek visual dan 3D yang megah. Memasukkan unsur dari novel Verne kedalam kisah nyata bisa saja menjadi sebuah plot yang cerdas dan tentunya akan jadi petualangan yang menegangkan. Lalu bujet $110 juta itu pastinya akan bisa membalut petualangan itu jadi sebuah petualangan yang luar biasa. Tapi Journey 2 tidak tertarik untuk menggarap kisahnya dengan lebih serius. Memasukkan elemen dalam novel Verne memang membuat film ini penuh berbagai imajinasi, tapi eksekusi dalam plotnya terkesan biasa saja bahkan cenderung bodoh. Menampilkan khas film petualangan yang bisa ditonton semua umur termasuk anak-anak ditemani orang tuanya, film ini memang disajikan dengan amat ringan dan dibumbui banyak adegan klise. Tentu saja yang coba dibangun oleh film ini adalah petualangan yang menyenangkan, seru dan ringan, bukan sebuah petualangan menegangkan dalam sebuah pulau misterius yang mengerikan. Tapi setidaknya basis cerita yang dipunyai film ini sudah cerdas dengan berbasis dari karya Verne yang memang punya daya imajintaif mengagumkan dan sumber-sumber akurat tersebut.
Akting para pemainnya juga sah-sah saja kalau dibilang buruk. Dwayne Johnson dan Josh Hutcherson tidak pantas sebagai ayah-anak walaupun hanya berstatus ayah-anak tiri sekalipun. Mereka lebih seperti dua teman main berbeda umur. Vanessa Hudgens juga begitu-begitu saja dalam artian dia tidak bagus. Michael Caine mungkin yang paling menonjol tapi toh perannya disini tidak menuntutnya berakting dengan serius dan maksimal. Cerita dan plot yang klise dan agak bodoh, aktingnya juga buruk. Seberapa buruk? Tidak terlalu buruk, hanya saja untuk sebuah adegan kecelakaan pesawat yang mengancam nyawa mereka ekspresi takut dan cemas yang diperlihatkan para pemainnya seperti ekspresi orang sedang naik wahana di arena bermain. Atau lihat bagaimana reaksi seorang cucu yang tiba-tiba bertemu kakeknya yang sudah dua tahun menghilang seolah bertemu teman sebayanya yang baru seminggu lalu pergi keluar kota.
Tapi jujur saja film ini adalah salah satu bentuk sempurna dari istilah guilty pleasure setidaknya bagi saya. Berusaha tampil ringan, film ini tidak berusaha membuat Mysterious Island sebagai sebuah lokasi yang misterius dan mengerikan tapi menjadi sebuah pulau yang cerah, penuh warna dan dipenuhi binatang raksasa yang juga sangat eye catchy. Efek visualnya tidak bisa dipungkiri terlihat begitu menarik mata dan megah walaupun terkesan tidak nyata terkadang tapi tetap saja segala sajian visual di film ini enak ditonton. Efek 3D yang dipakai juga memuaskan dengan banyaknya adegan benda mengarah ke layar dan nuansa "terbang" yang disajikan dengan efektif.
Jujur saja meskipun klise tapi dengan efek visual yang memuaskan seperti itu berbagai adegan aksinya mampu ditampilkan dengan sangat menghibur meskipun sekali lagi banyak adegan-adegan bodoh yang mewarnainya. Tapi yang jelas bujet tinggi itu jelas dimaksimalkan disini. Beberapa lelucon yang ditampilkan memang tidak sepenuhnya berhasil tapi cukup banyak juga yang terasa segar baik itu yang bodoh sekalipun (Dwayne shake his chest???) sampai lelucon yang (berusaha) cerdas lewat lontaran dialog-dialog yang ada. Tentunya satu hal lagi yang sangat menghibur saya. Akting boleh jelek, tapi Vanessa Hudgens tetap menjadi penyedap mata yang tidak bisa ditolak. She's really hot! Inilah yang namanya guilty pleasure dimana saya tahu banyak hal bodoh dan jelek tapi saya mendapatkan kesenangan dalam menontonnya walaupun ada sedikit perasaan bersalah karena menyukainya. Saya sadar akting Vanessa buruk tapi saya tidak menyangkal tampilan fisiknya amat sangat menghibur. Saya sadar film ini cerita dan beberapa teknis khususnya tentang akting itu buruk tapi saya tidak bisa menolak fakta bahwa saya terhibur oleh petualangannya dan tidak menolak kalau ada film ketiga walaupun harus bertualang ke Bulan sekalipun.
RATING:
Wah, ane juga baru nonton kemaren gan, emank Vanessa Hudgens mantep gan, tapi agak gemukan deh kayaknya dibanding yang di Sucker Punch... :)
BalasHapusWaaah agak kurang merhatiin tuh kalo masalah gemukan soalnya tetep keliatan hot walaupun aktingnya nihil :D
BalasHapusAne jg lebih bnyak merhatiin vanessa nya gan di film ini 😁
BalasHapus