Setelah menonton Kala saya jadi tertarik menonton ulang karya Joko Anwar yang satu ini. Rilis di tahun 2009 saat banyak film Indonesia yang mendapat reaksi positif dari pihak mancanegara sebut saja Rumah Dara dan Merantau. Pintu Terlarang yang diadaptasi secara lepas dari novel berjudul sama karangan Sekar Ayu Asmara berhasil memenangkan "Best Film" dalam Puchon International Fantastic Film Festival 2009. Fachri Albar kembali menjadi pemeran utama dalam film ini. Setelah dalam Kala menjadi "Sang Penidur", kali ini dia berperan sebagai seorang pematung sukses bernama Gambir. Gambir bisa dibilang adalah salah satu pria paling beruntung. Bagaimana tidak, dia hampir mempunyai segalanya. Kesuksesan karir yang tentunya dibarengi dengan limpahan materi, istri yang cantik dan cerdas dan sahabat-sahabat yang selalu mendukungnya.
Tapi ternyata apa yang dirasakan oleh Gambir tidaklah sebahagia yang terlihat di permukaan. Hubungannya dengan Talyda (Marsha Timothy) tidak seharmonis yang dilihat banyak orang. Sebelum menikah ternyata Talyda pernah mengandung anak dari Gambir yang kemudian sepakat mereka gugurkan. Semenjak itulah Gambir atas permintaan Talyda terus membuat patung wanita hamil yang akhirnya membawa kesuksesan padanya. Selain itu Talyda juga seperti menyimpan sebuah rahasia saat dia melarang suaminya itu membuka sebuah pintu berwarna merah yang selama ini keberadaannya tersembunyi didalam rumah mereka. Misteri yang dihadapi oleh Gambir makin bertambah saat dia merasa ada seorang anak kecil yang dia yakini coba meminta tolong pada Gambir untuk diselamatkan.
Menuliskan sinopsis untuk film karya Joko Anwar tidaklah mudah. Seperti Kala, dalam Pintu Terlarang ini Joko cukup ambisius memasukkan berbagai macam pokok bahasan dalam filmnya. Tapi janji Joko Anwar untuk menyuguhkan film yang lebih menghibur dan mudah dicerna dalam Pintu Terlarang juga tidaklah keliru karena berbeda dengan Kala yang penuh dengan berbagai unsur mitologi yang rumit, maka film Joko yang satu ini sebenarnya punya unsur cerita yang tidaklah njelimet, hanya saja misteri yang ada dalam film ini dirangkum sedemikian rupa olehnya sehingga menjadi sebuah suguhan yang tidak biasa dan tidak semudah itu bisa dicerna oleh banyak penonton.
Ya, dalam Pintu Terlarang apa yang coba diangkat oleh Joko Anwar cukuplah terlihat jelas dan tidak terasa agak "ngalor ngidul" seperti dalam Kala. Kisah tentang orang tua dan anak adalah dasar kisah dari film ini. Apakah sepasang orang tua memang selalu siap untuk mempunyai anak? Seringkali terjadi tindakan kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua mereka sendiri. Isu dan kritik sosial macam itu dengan cerdasnya bisa dirangkum oleh Joko dalam sebuah horror-thriller yang menegangkan, indah sekaligus banjir darah. Selain itu ada banyak lagi isu-isu dan kritikan yang nampak dalam film ini. Perkumpulan "Herosase" sepertinya adalah sebuah metafora terhadap apa yang muncul dalam media khususnya televisi kita belakangan ini yang kerap mengeksploitas hal-hal yang tidak layak. Hal itu tidak selalu bersifat kekerasan meskipun dalam film ini kekerasan itu yang ditonjolkan, tapi kritikannya lebih kearah hal "sakit" dan tidak layak yang kerap dimunculkan televisi.
Pesan lain yang intensitasnya lebih kecil juga kerapkali muncul seperti sebuah baliho yang berbunyi "Be a good wife, get a job" yang buat saya amat menarik. Jangan lupakan juga tulisan Jl. Modus dan Jl. Anomali yang menjadi sebuah "reminder" bagi Joko akan proyek terbarunya yang akan rilis April tahun ini. Sedangkan untuk kemasannya, Pintu Terlarang memang tidak secantik Kala, tapi tetap saja keindahan visualnya masih diatas rata-rata film lokal lainnya, apalagi sebuah opening credit yang tampi ldengan teknik animasi yang unik. Untuk urusan visual, film Joko Anwar memang juaranya. Meski indah, film ini juga penuh darah dan brutal. Jika dalam Kala horror yang ada lebih condong kearah hal mistis, dalam film ini horror dan kengeriannya muncul dalam adegan yang menegangkan dan penuh darah. Sebuah adegan makan malam menjelang akhir film adalah salah satu adegan tersadis dalam film Indonesia.
Pintu Terlarang jelas penuh dengan hal-hal absurd, tapi yang terkadang mengganggu saya adalah penokohan karakter yang kadang terlalu banyak yang absurd. Bahkan karakter sampingan yang hanya muncul satu atau dua kali saja. Toh pada akhirnya sebuah twist pada akhir film membuat segala keanehan itu mau tidak mau akan termaafkan. Pada akhirnya saya merasa Pintu Terlarang adalah sebuah hasil akhir yang lebih bagus daripada Kala. Ceritanya mungkin masih mengandung kerumitan, tapi jelas jauh lebih sederhana. Joko Anwar masih terasa ambisius memasukkan banyak unusr tapi sudah lebih "terkontrol" di film ketiganya ini dimana penceritaannya sudah jauh lebih rapi dan mudah dinikmati. Penuh dengan ketegangan, darah dan keindahan, Pintu Terlarang bagi saya adalah karya terbaik seorang Joko Anwar sejauh ini walau bagi saya masih ada kekurangan yang berkaitan dengan masalah fokus dalam ceritanya.
hmm... ide pintu terlarang mengingatkan saya sama cerita dongeng yg pernah saya baca dulu. judulnya si janggut biru.
BalasHapustentang bangsawan kaya yang punya janggut berwarna abu kebiruan, ceritanya dia baru aja nikah sma istri mudanya. tapi dia selalu ngelarang si istri buat ngebuka pintu kecil yang ada di lantai bawah rumahnya dengan alasan apapun. yah intinya sih memang ada misteri di balik pintu itu, mirip sma film ini (walo saya sendiri belum nonton)