Marvel memulai fase kedua dari Cinematic Universe mereka lewat Iron Man 3. Mengalami pergantian sutradara dari John Favreau ke Shane Black, film ketiga ini bercerita tentang kehidupan Tony Stark pasca serangan Chitauri yang terjadi di The Avengers. Jika film pertama bercerita tentang bagaimana Stark memulai kehidupannya sebagai Iron Man dan film kedua berkisah tentang masa kejayaannya sebagai superhero, maka film ketiga ini mengeksplorasi lebih dalam diri Stark baik sebagai dirinya maupun sebagai Iron Man. Yang menarik adalah di film ketiga ini akhirnya sosok The Mandarin yang selama ini dianggap sebagai musuh Iron Man yang paling terkenal akhirnya muncul dan dimainkan oleh Ben Kingsley setelah di film pertama nama organisasi teroris yang ia pimpin, The Ten Rings sempat disinggung. Pasca serangan Chitauri, Tony Stark (Robert Downey Jr.) mengalami gangguan kecemasan yang membuatnya tidak pernah tenang. Dia menghabiskan seluruh waktunya bekerja di laboratorium dan hal itu membuat hubungannya dengan sang kekasih, Pepper Potts (Gwyneth Paltrow) cukup terganggu dimana Tony tidak sempat meluangkan waktu bersamanya.
Pada saat yang bersamaan kondisi dunia sedang memanas akibat teror dari sekelompok teroris yang dipimpin oleh The Mandarin (Ben Kingsley). The Mandarin merupakan dalang dibalik berbagai macam pengeboman yang terjadi di berbagai belahan dunia dan menewaskan banyak orang. Namun akibat kurangnya bukti dan petunjuk di lokasi kejadian, keberadaan Mandarin menjadi sulit untuk diketahui. Disisi lain seorang ilmuwan bernama Aldrich Killian (Guy Pearce) tengah mengembangkan sebuah serum bernama Extremis yang dapat digunakan untuk meregenerasi kerusakan pada tubuh manusia. Namun tidak hanya itu, Extremis ternyata juga dapat memberikan kekuatan berlipat bagi para penggunanya. Killian sendiri ditengarai punya hubungan dengan segala teror yang dilakukan oleh Mandarin. Namun Tony Stark tidak hanya harus melawan para musuh tersebut tapi juga harus berjuang menghadapi dirinya sendiri guna melindungi orang tercinta yang ia miliki.
Sebuah cerita yang nampaknya berpotensi menciptakan sebuah film superhero yang cukup kelam dimana sang superhero harus berjuang melawan hal-hal personal selain tentunya villain utama yang ada. Setidaknya kesan itu yang saya dapatkan dari berbagai materi promosinya baik itu trailer, poster ataupun sinopsis resmi yang ada. Namun diluar dugaan Shane Black mampu mengemas dasar cerita yang kelam tersebut menjadi penuh humor segar. Meskipun dalam dua film Iron Man pertama Tony Stark meman dikenal sebagai sosok slengean yang gemar melontarkan banyolan, namun baru pada film ketiga ini karakter tersebut dieksplorasi habis-habisan. Kemampuan Robert Downey Jr. dalam melontarkan one line kocak benar-benar dimanfaatkan dengan baik disini. Hal itu membuat Iron Man 3 mempunyai DNA yang serupa dengan The Avengers yang memang mampu menggabungkan unsur aksi yang keren dengan momen komedi yang begitu efektif memancing tawa. Black tahu benar apa yang harus dilakukan pasca kesuksesan The Avengers dan sadr betul bahwa disini ia memiliki modal yang benar-benar cukup untuk meneruskan kesuksesan tersebut. Modal itu adalah Robert Downey Jr. serta karakterisasi Tony Stark.
Namun apa yang dilakukan Black tidak serta merta menjadikan Iron Man 3 sebagai sebuah film aksi-komedi biasa, karena kedalaman cerita mengenai sisi gelap Tony yang muncul akibat kecemasan yang ia alami juga mampu dieksplorasi dengan baik. Kita sudah sering melihat sosok Tony yang playboy, flamboyan dan punya rasa percaya diri sangat tinggi. Dalam film ini kita akan diperlihatkan sosok lain dari Tony Stark yang mudah panik dan seringkali tidak yakin terhadap kemampuannya. Bahkan sosok Tony Stark yang flamboyan itu tidak terlalu sering nampak disini. Yang banyak terlihat justru Tony yang terluka dan harus berjuang meskipun tanpa bantuan baju besi miliknya. Ya, disamping momen dimana seperti biasa Tony Stark beraksi dalam balutan armor, disini kita akan melihat dia bertarung hanya dengan berbagai senjata sederhana yang ia buat sendiri. Sosoknya sebagai seorang yang cerdas begitu terlihat dan menjawab pertanyaan mengenai apakah kostum yang membuat seseorang hebat ataukah orang dalam kostum tersebut. Black menepati janjinya untuk membuat film ini bagaikan thriller ala Tom Clancy dimana Stark beraksi layaknya seorang agen rahasia yang taktis. Bagaimana Black sanggup mengemas konten yang gelap itu menjadi sebuah tontonan ringan penuh humor lucu tanpa harus kehilangan kedalaman cerita jelas patut dipuji.
Namun meski film ini adalah filmnya Tony Stark, karakter kunci lain macam Pepper Potts tidak dilupakan. Pepper mendapatkan porsi peran yang peningkatannya cukup signifikan disini. Tidak hanya sebagai damsel in distress tapi ia juga merupakan sosok yang begitu penting bagi Tony bahkan bisa menyelamatkan sang Iron Man. Pepper Potts disini benar-benar diperlihatkan sebagai sosok yang begitu penting dalam hidup Tony Stark, tidak hanya orang yang ia cintai tapi juga bisa menolongnya dalam konteks apapun. Yang cukup kontroversial jelas adalah The Mandarin. Kemunculannya diawal jujur mampu menghadirkan teror yang cukup membuat merinding. Saya dibuat tidak sabar menantikan konfrontasi antara dia dengan Tony Stark. Sampai akhirnya muncul sebuah twist besar yang akan membagi penontonnya menjadi dua kubu. Akan ada yang puas karena menganggapnya sebagai kejutan yang cerdas dan tidak terduga, namun ada juga yang menganggapnya sebagai hal tolol yang menghancurkan karakter ikonis dalam dunia komik. Saya sendiri termasuk yang perasaannya campur aduk. Disatu sisi saya merasa itu adalah twist yang tidak terduga dan sah-sah saja dilakukan dalam sebuah adaptasi. Namun disisi lain merubah karakter yang begitu ikonis di dunia komik jelas sebuah hal yang sulit diterima.
Namun diluar twist yang kontroversial tersebut, Iron Man 3 jelas melanjutkan tren Marvel Studio yang film-filmnya tidak pernah mengecewakan. Iron Man 3 tidak hanya berhasil meramu cerita yang dark dengan ringan, tapi juga mampu mengemas adegan aksinya dengan maksimal. Jika banyak pihak yang menganggap klimaks di Iron Man 2 kurang greget, maka klimaks di film ketiga ini jelas digarap dengan baik. Menampilkan pertempuran epic yang melibatkan banyak armor Iron Man, jelas ini sebuah momen yang ditunggu pecinta Iron Man. Belum lagi sebuah adegan aksi menegangkan disaat Iron Man menyelamatkan 13 orang yang terjatuh dari pesawat. Satu yang pasti, Robert Downey Jr. adalah bintang utama film ini yang sanggup menyuguhkan momen komedi ataupun kelam dengan sama baiknya. Kabar bahwa ia akan berhenti menjadi Tony Stark setelah The Avengers 2 jelas cukup mengkhawatirkan mengingat sulit mencari orang lain yang begitu pas memainkan karakter tersebut. Yang jelas Iron Man 3 terasa bagaikan The Dark Knight Rises hanya saja punya tone yang lebih ceria.
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar